"Kenapa diam saja?" tanya Kaindra saat Shaynala sama sekali tidak membuka suaranya. Pria itu khawatir, takut gadis yang tengah duduk di sampingnya tersebut kenapa-napa. "Nggak papa.""Masih lapar?" tanya Kaindra yang hanya disahut gelengan kepala oleh Shaynala.Pria itu menghela napas dalam. "Selama ini kamu selalu menjaga jarak dengan pria lain, kenapa saat bertemu dengan Reagen kamu jadi seperti ini, Ning? Apa karena Reagen bukan terlahir dari keluarga pesantren dan dia bisa bebas keluar, sehingga kamu mau saja saat dia mengajak?" tanyanya tanpa sekalipun menoleh ke arah Shaynala.Gadis cantik itu menggeram lirih, tangannya mengepal emosi dengan dada naik turun karena deru napasnya."Apa sebenernya mau mu, Kak? Aku mau keluar dengan siapa saja itu urusanku! Tentang alasan kenapa aku selalu menjaga jarak dengan pria-pria yang melamar ku dulu, karena mereka orang asing yang tidak pernah ku kenal sebelumnya. Sementara Reagen, aku sudah mengenalnya dan kami memang berteman, jadi wajar
"Silakan masuk ke dalam, Tuan. Sebuah kehormatan bagi kami, karena kedatangan pengusaha sukses seperti Anda. Mari, kita akan berbincang di dalam agar lebih nyaman," ucap Kaindra seraya mengulurkan tangan meminta Jamal berjalan lebih dulu.Pria paruh baya itu mengangguk, menghapus air matanya dan lantas berjalan masuk dengan digandeng Ryon. Matanya mengedar ke seluruh ruangan saat kakinya baru saja menjejakkan langkah di dalam ruang CEO."Silakan duduk, Pak," ucap Ryon."Ruangannya indah sekali, saya suka desainnya.""Ruangan ini di desain sendiri oleh Pak Kaindra, beliau memang ahli dalam hal mendesain dan seleranya selalu bagus," sahut Ryon.Jamal mengangguk, mendudukkan dirinya di sofa dan menyandarkan tongkat di sebelahnya. Ia lantas melihat ke arah Kaindra yang baru saja masuk ke dalam ruangan ini.'Demi apapun, dia benar-benar mirip dengan Mahesa,' batinnya dengan senyuman hangat.Bola mata Jamal mengikuti gerakan cucunya hingga pria tampan itu ikut mendudukkan diri di sampingnya
Matahari semakin naik dan berada tepat di atas kepala, Kaindra pulang dan langsung menceritakan semua yang dibicarakan Jamal tadi kepada Aaraf. Pria paruh baya itu terkejut, tetapi secepat mungkin ia menormalkan ekspresi wajahnya agar tidak kentara. Yeah! Aaraf tidak mau Kaindra khawatir."Tidak apa-apa, kita akan atasi semuanya. Jangan takut dengan ancaman Jamal, dia hanya menggertak.""Iya, Bi," sahut Kaindra."Sekarang kamu istirahat, kasihan tubuh dan pikiran kamu kalau lelah," ujar Aaraf.Kaindra mengangguk, selanjutan ia bangkit dan lantas beranjak menuju kamar. Mengistirahatkan diri di sana, berharap besok pikirannya bisa kembali segar, agar bisa memikirkan pemecahan masalah di perusahaan.***Hari-hari berlalu, semua yang direncanakan tidak selamanya berjalan sesuai keinginan. Terkadang Tuhan menyusun skenario lain, yang mana itu lah takdir yang harus dihadapi.Seperti keadaan Perusahaan Starlight, satu bulan sudah, tetapi tidak ada perkembangan apapun. Banyak dana yang sudah
Shaynala yang baru saja keluar dari kamar dan melangkah menuju ruang tamu sontak berhenti mendadak, tubuhnya menegang saat mendengar Arsen melamarnya kepada sang Abi. Batinnya bergejolak, satu sisi ia menganggap ini kesempatan baik karena bisa membalas dendam kepada Kaindra. Namun, di relung terdalam hatinya ia tidak memiliki perasaan cinta terhadap Arsen.'Ah, bukankah cinta bisa dipelajari?' batin Shaynala dan lantas meneruskan langkah menuju ruang tamu.Semua mata tertuju pada gadis cantik dalam balutan abaya berwarna hijau itu, senyum manisnya memaku setiap mata untuk terus memandangnya. Ia menyalami Adele dan memeluk wanita paruh baya itu cukup lama, kemudian beralih menyalami Rafael dan Arsen. Shaynala duduk di tengah-tengah Kayshilla dan Adele, sesekali ia akan melirik ke arah Kaindra yang hanya menunduk dengan kedua tangan terkepal di atas paha.'Kenapa dia? Apakah cemburu dengan lamaran Kak Arsen barusan?' batin Shaynala."Le, Abi tidak bisa menjawab karena semua keputusan
Rafael benar-benar menepati janji dalam memberikan bantuan untuk Perusahaan Starlight, ia menyuntikkan banyak dana dan dalam waktu satu bulan saja grafik penjualan sudah naik. Grafik mulai stabil dan berada di batas aman, meskipun belum naik setidaknya perusahaan bisa menepati janji kepada investor."Syukurlah, kita bisa mengembalikan kepercayaan para investor, Le," ucap Aaraf. Pria itu memang ikut ke kantor selama masalah belum berakhir. "Iya, Bi," sahut Kaindra, singkat."Abi sudah tenang sekarang, tinggal mempersiapkan acara lamaran adikmu yang akan dilakukan satu minggu lagi," ucap Aaraf yang hanya diangguki oleh Kaindra.Memangnya pria itu mau mengatakan apa lagi? Berbicara hanya akan menimbulkan rasa sakit, bahkan ia berencana melakukan perjalanan bisnis saat acara lamaran Shaynala digelar.Di sisi lain, Shaynala tengah bersama Rashita di dalam kamar. Beberapa saat lalu Umi nya masuk mengantarkan dua buah baju yang akan dipakai gadis cantik itu di acara lamarannya. Shaynala dib
Di balkon hotel, seorang pria tengah memandang langit malam yang bertabur banyak bintang. Kepalanya mendongak, bukan untuk melihat ribuan bintang terang di atas sana melainkan karena menahan air mata yang mendesak keluar.Umi nya meminta panggilan video call beberapa saat lalu, ia tidak menyangka wanita paruh baya itu akan menunjukkan prosesi lamaran Shaynala. Percuma saja ia pergi, kalau pada akhirnya akan tetap menyaksikan gadisnya melangsungkan lamaran dengan pria lain. "Angin malam nggak bagus, Ndra." Ryon datang dengan membawa dua gelas kopi panas di tangannya. "Minumlah, siapa tahu bisa menghangatkan badanmu," ucapnya lagi seraya menyodorkan cangkir kepada Kaindra.Saat di luar kantor, Ryon akan menggunakan bahasa santai dalam berinteraksi dengan Kaindra. Mereka sudah mengenal sejak lama, sebenarnya Kaindra juga meminta Ryon untuk menggunakan bahasa santai di kantor, tetapi pria itu tidak mau dengan alasan ingin menjaga kehormatan Kaindra."Kenapa? Memikirkan Shaynala?" tanya
Pagi ini Shaynala masih berbaring di ranjang, entah kenapa hatinya gundah saat mendengar Kaindra melakukan perjalanan bisnis tanpa berpamitan kepadanya. "Huh, aku bingung dengan diriku sendiri. Kenapa rasanya sangat sakit, ya? Aku seperti tidak rela saat Kak Kaindra jauh, tapi aku juga malas melihat wajah sombongnya," gerutu gadis cantik itu.Tok! Tok! Tok!"Nduk, Umi boleh masuk?" "Iya, Mi." Shaynala langsung bangun dan beranjak membukakan pintu. Bibirnya mengulas senyum, mau bagaimanapun ia tidak mau Umi nya tahu kalau hatinya gelisah."Kamu nggak sarapan?" tanya Kayshilla."Nala lagi puasa, Mi. Maaf, kemarin lupa nggak bilang kalau mulai hari ini Shaynala akan melakukan puasa daud."Puasa daud adalah puasa yang dikerjakan dengan selang-seling, misalnya hari ini gadis cantik itu berniat puasa, maka besok ia tidak melakukan puasa dan akan puasa kembali di hari lusa. Satu hari puasa dan satu hari tidak, begitu seterusnya.Namun, yang terjadi sebenarnya bukan seperti itu, melainkan
Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam, tetapi Shaynala belum menutup mata. Ia masih sibuk mengetikkan deret kalimat di laptop, menyulam menjadi novel indah sebagai luapan perasannya.Deringan ponsel membuat gadis itu menoleh, ia mendapati benda pipih yang diletakkan di sampingnya itu menyala. Ia bergegas mengambil ponsel tersebut, membawanya ke depan muka dan sejurus kemudian keningnya mengerut bingung saat mendapati nama Arsen di layar itu."Tumben Kak Arsen telepon malam-malam," gumamnya seraya menggeser ikon hijau."Halo, Kak?" sapanya."Halo, Shaynala. Belum tidur?"Shaynala mengulas senyum mendengar suara Arsen. "Belum, ini lagi ngetik novel. Kakak ada apa telepon?""Aku melihat WhatsApp mu baru saja aktif, sekalian saja aku telepon.""Oh, iya, aku tadi baru saja kirim pesan ke temanku, dia pemilik butik yang akan aku datangi besok. Rencananya mau pesan baju untuk ke Jember, Kak.""Oh, begitu. Aku kira kamu kenapa jam segini masih aktif." Terdengar suara kekehan tawa di sebera