Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam, tetapi Shaynala belum menutup mata. Ia masih sibuk mengetikkan deret kalimat di laptop, menyulam menjadi novel indah sebagai luapan perasannya.Deringan ponsel membuat gadis itu menoleh, ia mendapati benda pipih yang diletakkan di sampingnya itu menyala. Ia bergegas mengambil ponsel tersebut, membawanya ke depan muka dan sejurus kemudian keningnya mengerut bingung saat mendapati nama Arsen di layar itu."Tumben Kak Arsen telepon malam-malam," gumamnya seraya menggeser ikon hijau."Halo, Kak?" sapanya."Halo, Shaynala. Belum tidur?"Shaynala mengulas senyum mendengar suara Arsen. "Belum, ini lagi ngetik novel. Kakak ada apa telepon?""Aku melihat WhatsApp mu baru saja aktif, sekalian saja aku telepon.""Oh, iya, aku tadi baru saja kirim pesan ke temanku, dia pemilik butik yang akan aku datangi besok. Rencananya mau pesan baju untuk ke Jember, Kak.""Oh, begitu. Aku kira kamu kenapa jam segini masih aktif." Terdengar suara kekehan tawa di sebera
"Eugh ...." Pria itu melenguh lirih, merasakan seluruh persendiannya sakit. Matanya mengerjap, kepalanya masih pusing dan kelopak matanya berat sekali dibuka.Lima menit kemudian pria itu baru mendapatkan kesadaran sepenuhnya, ia membuka mata dan lantas mendapati dirinya berada di dalam kamar. Namun, hal yang membuatnya tercengang adalah mendapati seorang wanita tengah tertidur di sampingnya dengan posisi miring."Siapa dia?" Arsen sontak bangun, pupil matanya semakin membelalak lebar saat mendapati dirinya polos tanpa sehelai benang pun."Hei, bangun!" sentaknya seraya menggoyang-goyangkan tubuh wanita di sampingnya.Tidak ada respon, ia semakin bingung dan langsung berlari ke kamar mandi dengan membungkus tubuhnya menggunakan selimut.Berdiri di depan kaca, netranya menatap nanar pada seluruh tubuhnya yang terdapat bercak merah. Bau khas suatu cairan yang tidak asing baginya semakin membuat pikiran pria itu ke mana-mana.Bibirnya bergetar dengan mulut melongo lebar, penglihatannya ki
Mobil mewah itu sudah berhenti di depan butik, Shaynala dan Rashita masuk ke dalam dan mulai menemui desainer. Selesai mengukur baju dan memilih desain serta bahan, Shaynala menghubungi Arsen meminta sambungan video call, gadis itu ingin menunjukkan beberapa koleksi tuxedo di butik ini, siapa tahu Arsen berminat.Namun, tiga panggilannya tidak terjawab. Shaynala menghela napas pasrah dan memilih menyimpan lagi ponselnya ke dalam tas. Ia kembali masuk ke ruang desainer, bergabung dengan Rashita yang masih ada di dalam sana.Di sisi lain, Arsen tengah berada di rumah sakit. Pria itu menjalani pemeriksaan untuk mengetahui dirinya berada di bawah pengaruh alkohol ataukah obat-obatan jenis tertentu.Menit berlalu...Ia dipanggil ke ruang Dokter, pria paruh baya dalam balutan jas putih itu menyodorkan selembar kertas putih kepada Arsen."Anda berada dalam pengaruh obat perangsang dosis tinggi."Deg!Ucapan Dokter itu sontak membuat jantung Arsen berdetak sekian kali lipat. Tangannya meraih k
Badannya masih gemetar lantaran video itu, ia segera mengirimkan linknya kepada Diego dan meminta segera diusut. Arsen tidak mau si pelaku mengirimkan video yang sama kepada orang lain, bisa hancur hidupnya kalau sampai itu terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu kembali terdengar, Arsen menarik napas dalam beberapa saat hingga dirasa dadanya tidak lagi sesak, kemudian barulah ia berjalan ke dekat pintu dan membukanya."Mama?" Pria itu mengulas senyum, berusaha menutupi kegugupan."Keluarga dari Kediri sudah sampai, kamu sudah siap atau belum?" tanya Adele."Sudah, Ma. Tadi Diego menelepon, jadi aku agak lama." Adele mengerutkan kening. "Kok dahi kamu berkeringat? AC-nya nggak mati 'kan?" tanya Adele yang semakin membuat Arsen gelagapan.."Eum ..., aku gugup, Ma. Mungkin itu yang membuatku keringetan panas dingin."Adele terkekeh mendengar jawaban putranya, berbeda dengan Arsen yang merasakan wajahnya memanas. "Namanya juga mau bertemu orang yang dicintai, sudah pasti deg-degan.
"Siapa Benny?" tanya Victor."Dia temanku saat kuliah dulu, kami sudah berteman selama sepuluh tahun dan sering bekerja sama. Selama ini kami selalu mendukung, bahkan saling menginvestasikan dana. Aku sering mengenalkannya pada kolega dan investor, begitu juga dengannya. Saat kejadian itu, dia juga mengenalkan ku dengan investor dari Singapore. Jujur, Vic ..., aku sedih sekali mengetahui dia tega melakukan hal ini," sahut Arsen, suaranya lemah dengan mata berkaca-kaca.Kesedihannya bukan lagi masalah video itu, tetapi kepercayaannya yang sudah dihancurkan oleh Benny."Kita cari tahu dulu, Sen. Pelakunya memang Benny, atau orang yang sudah meretas dan menggunakan data-datanya. Atau, siapa tahu ada sosok yang bergerak di belakang Benny dan memintanya melakukan ini," sahut Victor.Arsen menarik napas kasar, mengangguk pasrah dengan usulan temannya itu."Iya, lakukan saja. Aku masih berharap bukan benar-benar Benny yang melakukannya," ucap Arsen yang lantas diangguki oleh Victor.***Di si
"Seseorang yang kepintaran dan agamanya In Syaa Allah setara dengan kamu, Kaindra. Abi sudah memilihkan calon terbaik, dan akan mengatakannya setelah pernikahan Shaynala digelar," ucap Aaraf."Baik, Bi. Kaindra nurut saja bagaimana baiknya."Pria paruh baya itu mengangguk, setelahnya ia pamit untuk masuk kamar, meninggalkan Kaindra dan beberapa santri ndalem yang masih ada di ruang keluarga.Di dalam kamarnya, Shaynala tengah merenung. Membayangkan Kaindra bersama wanita lain saja sudah menyesakkan, apalagi kalau benar-benar melihat hal itu.'Apa Kak Kaindra juga merasakan seperti itu saat aku akan menikah?' batin Shaynala."Tapi Kak Kaindra juga berhak bahagia. Mau nanti atau sekarang, dia juga akan menikah, dan aku harus siap untuk hal itu," gumamnya, lirih.Tanpa terasa air matanya menitik, degan cepat ia membawa tangan untuk menghapus bulir bening itu.'Aku seharusnya bahagia, seperti dia yang bahagia saat aku akan menikah dengan Kak Arsen,' batinnya lagi dengan air mata yang kemba
"Abi ....""Apalagi, Nduk?""Aku penasaran, loh."Aaraf menghela napas kasar, sudah satu jam putrinya merengek memintanya menceritakan siapa perempuan yang akan dijodohkan dengan Kaindra. Aaraf mengelak, ia memang tidak ingin mengatakannya sekarang."Abi, ayo katakan. Masa Abi tega membiarkan aku penasaran." Shaynala terus merayu, menggelendot manja di lengan pria paruh baya itu. "Nanti juga akan tahu sendiri, tunggu saja satu bulan lagi setelah kamu menikah."Gadis itu mendengus, dari tadi jawaban Abi nya tetap seperti itu. Aaraf bukannya tidak mau memberi tahu, ia hanya ingin menjaga hati putrinya agar tidak sakit hati. Ia tahu Shaynala akan cemburu karena perasaannya kepada Kaindra, sedangkan niatnya mencarikan jodoh untuk Kaindra bukan untuk menyakiti hati Shaynala, melainkan untuk melindungi perasaan gadis itu."Kalau sudah tahu juga mau apa? Abi yakin kamu hanya penasaran, dan setelah itu ... ya, sudah. Tidak akan merubah apapun mau Abi mengatakan sekarang atau nanti," ucap Aa
Hari-hari terus berlalu, Arsen sudah kembali pulang ke Jember setelah satu minggu menginap di kediaman Victor. Victor telah mengirim virus ke perangkat akun yang pertama kali menyebar video itu, sehingga sampai minggu kedua video tersebut tidak lagi tersebar."Mama sudah siapkan semua hantaran yang akan dibawa, kamu sudah menyiapkan paket bulan madu atau belum? Kalau belum sekalian Mama siapkan." Adele datang membawa tablet di tangannya, sejak acara lamaran ia terus sibuk memilih barang hantaran.Hening! Arsen tidak menyahut, pria itu hanya bengong dengan kepala menunduk."Barang-barang hantaran akan dikirim satu minggu sebelum hari pernikahan, sepertinya kita masih ada waktu untuk mengecek. Mama sengaja meminta dikirim jauh-jauh hari, takutnya kalau mepet kita sudah sibuk menjamu tamu." Adele kembali membuka suara, tetapi Arsen tidak kunjung menyahut."Nak?" Adele mendudukkan diri di samping putranya, menyentuh lembut bahu kokoh itu yang tak ayal membuat sang empu menoleh."Ada apa,
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"