Pagi ini Aaraf diam-diam pergi ke kantor untuk menyelidiki kecurigaannya kemarin, beruntung kemarin ia bisa mengalihkan pembicaraan sehingga Ilham dan Rashita tidak sampai berpikir macam-macam."Pak Aaraf," ucap salah satu staf dan langsung menundukkan kepala."Aku mau cek CCTV ruangan CEO.""Silakan, Pak." Pria itu menyingkirkan tubuhnya untuk jalan Aaraf lewat."Pastikan tidak ada yang tahu kedatanganku ke ruangan ini."Pria yang merupakan staf penjaga ruang CCTV itu langsung mengangguk. "Baik, Pak," sahutnya.Aaraf meneruskan langkahnya masuk, ia menuju salah satu komputer terbesar di sana dan mendudukkan dirinya di kursi empuk itu. Jemarinya bergerak lincah di atas keyboard, tidak lama kemudian layar komputer itu memutar sebuah video yang merekam area lantai ruangan Kaindra.Seiring dengan detik waktu yang terus berganti, kening keriput itu semakin mengernyit saat melihat seorang gadis yang sering masuk ke ruangan Kaindra. "Mereka sering berinteraksi, siapa dia?" gumamnya bingung
Di dalam kamarnya, Kaindra mengobrak-abrik semua barang yang ada di atas meja untuk meluapkan emosi. Napasnya terengah-engah dengan dada naik turun, beberapa kali ia menjambak rambutnya dengan wajah yang sangat frustasi."Aaargh ...!"Menjatuhkan tubuh ke atas ranjang, kelopak matanya terpejam erat dengan rahangnya yang mengetat sempurna. Kaindra kesal karena sudah susah payah menghindari Shaynala, tetapi gadis itu malah mengajaknya berbicara.Terkesan terlalu berlebihan, tetapi inilah rasanya menjadi Kaindra. Mati-matian melupakan gadis yang dicintainya, tetapi gadis itu malah menyapanya dan membangkitkan cinta yang selama ini ia kubur. Kini, ia bingung bagaimana caranya menghentikan debaran di dadanya yang kembali datang.Semua usaha yang dilakukannya seakan sia-sia, Shaynala kembali merasuki pikirannya dan entah bagaimana caranya belajar melupakan wajah cantik itu. Kaindra harus memulai dari awal dan ia sangat benci hal ini. "Aku selalu berdebar saat di dekatmu, Ning. Kenapa kamu
Tepat saat adzan ashar berkumandang, Arsen dan Shaynala baru saja sampai di kediaman mereka. Kediaman mewah itu tetap bersih karena ada beberapa staf yang ditugaskan untuk berjaga sekaligus membersihkan di sana."Mas langsung mandi, ya, Dek. Rasanya tubuhku lengket banget," ucap Arsen yang hanya diangguki oleh Shaynala.Bola matanya bergerak mengikuti suaminya yang berjalan menaiki tangga, entah kenapa rasa cinta yang selama ini ia bangun mendadak sirna.Shaynala selalu belajar mencintai suaminya, tetapi kekecewaan siang tadi benar-benar menghantam jiwanya. Tidak ada lagi toleransi, mulai sekarang ia tidak akan membiarkan Arsen menyentuh seujung kuku pun bagian tubuhnya. "Aku akan menggugat cerai setelah mendapatkan semua buktinya dari Karin!" gumamnya.Terserah orang mau bilang apa, yang jelas ia tidak mau hidup dengan pembohong. Shaynala bertekad mengganti nominal dana yang pernah disuntikkan oleh Papa mertuanya, meskipun ia tidak tahu sampai kapan bisa melunasinya.•Keesokan pagi
Larissa hidup di sebuah rumah terpencil yang dekat dengan hutan, rumah berlantai dia itu dijaga ketat oleh beberapa anak buah Arsen. Ia tidak bisa ke mana-mana, bahkan ingin jalan-jalan ke halaman depan saja harus diikuti tiga pengawal.Ia berusaha menikmati hidup penuh tekanan ini, sambil menjalankan perintah Kinara untuk memeras uang Arsen. Ia akan mendapat bayaran dari wanita paruh baya itu, ditambah uang dari Arsen yang semakin membuatnya bergelimang harta.Tangannya mengelus perutnya yang mulai membesar memasuki usia kandungan lima bulan, tiga minggu sekali Dokter kandungan sewaan Arsen akan datang untuk memeriksa Larissa. Ia senang karena mengira Arsen perhatian padanya dan calon anak mereka, tanpa tahu rencana yang disiapkan Arsen untuk melenyapkannya nanti."Maaf, ya, Nak. Kita harus berjauhan dengan Ayahmu, tapi Mama janji akan membawamu ke hadapan Ayahmu, dan memperjuangkan semua hak mu. Kamu akan mendapatkan harta yang banyak, begitu juga kehidupan mu akan terjamin," gumamn
Bruno dan Melati benar-benar berlakon layaknya sepasang kekasih, berangkat dan pulang bersama, makan siang bersama di kantin, bahkan keduanya terang-terangan mengatakan kalau mereka dulu LDR dan baru sekarang bisa satu kantor. Dua minggu terakhir ini Ryon dibuat bingung, ia tidak menyangka kalau Melati berpacaran dengan Bruno. "Lalu, kenapa dia sering terekam kamera sedang bersama Kaindra?" gumam Ryon.Ia langsung mengabarkan hal ini kepada Aaraf, pria paruh baya itu tidak kalah bingung dengan laporan Ryon. Tanpa keduanya sadari, mereka sudah masuk dalam jebakan Bruno dan Melati. Entah Melati dan Bruno yang terlalu pintar, atau Aaraf dan Ryon yang kurang strategi dalam menguak kedok Melati. "Baiklah, saat Kaindra pulang nanti aku akan langsung bertanya padanya," ucap Aaraf kepada Ryon yang berada di seberang telepon."Baik, Pak," sahut Ryon."Yeah, terima kasih sudah atas penyelidikanmu ini. Aku tutup dulu teleponnya.""Sama-sama, Pak. Sudah menjadi tugas saya untuk menjalankan pe
"Aaargh ...!"Arsen memekik seraya memegangi kepalanya, pria itu langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan kencang dan meninggalkan Shaynala yang hanya mampu menatap datar dari ranjang.Gadis itu tersenyum kecut, hatinya memanjatkan rasa syukur saat Arsen tidak jadi menyentuhnya. Sementara di dalam kamar mandi, Arsen langsung berdiri di bawah shower dan menyalakan kerannya.Guyuran air dingin perlahan mulai meredakan rasa pusingnya, denyut ngilu di pelipisnya mulai hilang seiring seluruh tubuhnya yang sudah basah.'Kenapa aku tidak bisa menghapus bayangan Larissa di kamar hotel itu? Kenapa teriakannya masih sering menghantui pikiranku?!' makinya dalam hati.Arsen menghantam dinding marmer itu dengan kepalan tangannya, napasnya memburu naik-turun saat gendang telinganya berdenging seiring dengan suara Larissa yang tidak mau pergi dari kepalanya.'Apa aku sudah gila?!' batinnya.Yeah! Selama lima bulan ini ia tidak pernah bisa menghilangkan gangguan
Hari ini adalah acara pengembalian lamaran, keluarga Ilham sampai di pesantren tepat pada pukul sembilan pagi. Seperti biasa acara akan dibuka dengan doa dan beberapa sambutan, kemudian dilanjutkan penentuan tanggal pernikahan.Ilham memutuskan untuk menggelar pernikahan enam bulan dari hari ini, hal itu langsung disetujui oleh semua pihak. Semuanya yang hadir memanjatkan rasa syukur, senyum bahagia terukir jelas di bibir semua orang.Namun, tidak dengan Kaindra. Pria itu hanya diam seraya menundukkan kepala. Sesekali ia akan tersenyum saat ada yang mengajaknya berbicara, selebihnya ia kembali diam seakan tidak bersemangat."Enam bulan lagi, Kang. Bukan waktu yang lama, setelah itu kamu bisa selalu dekat dengan gadis pujaanmu itu," bisik Farraz — sahabat Kaindra sekaligus kang ndalem yang mengabdi di pesantren ini."Apa, sih, Kang." Kaindra menatap Farraz dengan sorot mata tidak suka."Lah itu, dari tadi kamu diam saja seperti orang murung. Pasti kamu sedih karena tidak bisa melihat R
"Eugh ...." Lenguhan tipis terdengar begitu lemah dari bibir Shaynala, membuat Arsen langsung berlari mendekat ke ranjang."Sayang? Bagaimana? Masih pusing rasanya?" tanya Arsen dengan suara lembut.Shaynala melihat wajah tampan itu, raut khawatir jelas sekali tergambar di sana dan itu membuat Shaynala tanpa sadar mengeluarkan air matanya."Kenapa menangis? Ada yang sakit, hmm ...." Arsen membawa tangannya untuk mengusap bulir air mata itu.Gadis itu menggeleng. Berusaha menyembunyikan hatinya yang masih terasa nyeri karena tahu suaminya sempat bermain gila dengan wanita lain.Arsen mendudukkan dirinya di ranjang, membaringkan tubuhnya di samping Shaynala kemudian memeluk hangat istrinya itu."Sudah, ya ...," ucap Arsen seraya mengelus lembut punggung sang istri.Shaynala terus terisak, ia menggigit bibir bagian dalamnya agar tidak terlalu terdengar. Demi apapun ini rasanya sangat sakit, ia bahkan bingung harus bagaimana sekarang. Toh, tidak mungkin akan jujur. Ini bukan waktu yang te
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"