Share

Bab 183 (Gratis)

Kertas itu menunjukkan kecocokan antara DNA Arsen dengan janin yang dikandung Larissa. Tubuhnya yang kekar langsung lemas, dan ia merasakan getaran yang hebat karena menolak fakta ini.

"Kau sudah memastikan kalau tidak ada yang menyabotase hasilnya, Die? Tidak ada kebocoran di sini, kan?" tanya Arsen dengan suara lemah.

Anggukan dari Diego membuatnya semakin memejamkan mata. Oh Tuhan... apa yang harus ia jelaskan kepada Shaynala nanti?

"Saya sudah mengecek CCTV rumah sakit itu beberapa kali, Pak. Dan hasilnya tetap sama, tidak ada yang mencurigakan. Bahkan dokter turut mengklarifikasi kalau tes DNA ini dikawal ketat oleh orang-orang kita," jelas Diego dengan napas berat.

Arsen tidak mampu menyahut, ia hanya bisa menggelengkan kepala seakan menolak fakta ini.

"Kata dokter, Larissa dan Bu Kinara sudah pulang sepuluh hari lalu, Pak. Keadaan Larissa baik dan janinnya selamat, tapi saya tidak mengecek ke rumah mereka." Diego melanjutkan ucapannya.

Sesekali, Diego akan mendongakkan kepala dan menatap Arsen dengan penuh iba. Bosnya terlihat sangat frustasi.

Sungguh, Diego tidak tega. Rumah tangga bosnya dipertaruhkan di sini. Mungkin Arsen bisa tega untuk membunuh Larissa jika wanita itu kembali menyebabkan kekacauan, tetapi apakah Arsen tega untuk melukai darah dagingnya sendiri?

Meskipun darah daging itu datang tanpa sepengetahuannya, Diego yakin Arsen tidak akan sekejam itu terhadap anaknya sendiri.

Arsen melipat kertas tersebut dan kembali memasukkannya ke dalam amplop. Air mata menggenang di pelupuk mata, Diego yang peka langsung menyodorkan tisu.

"Bapak, menangis saja tidak apa-apa. Menangis tidak membuat seorang laki-laki menjadi lemah," ujar Diego.

Tidak ada sahutan, hanya anggukan singkat, dan lagi-lagi Arsen memejamkan kelopak matanya. Hal itu jelas saja membuat Diego khawatir, takut terjadi apa-apa terhadap bosnya.

"Masa depanku benar-benar dihancurkan, Die. Aku sudah tidak punya kekuatan apa-apa lagi," bisik Arsen.

"Bapak masih punya saya dan Bu Shyanala," sahut Diego.

Arsen menggeleng. "Apa yang akan kukatakan pada Shyanala tentang anak itu? Kalau hanya menyertakan hasil lab saat aku berada dalam pengaruh obat perangsang, itu akan tetap membuatnya sakit hati."

Diego tidak mampu menyahut, ia hanya bisa menatap Arsen yang terlihat sangat hancur.

"Aku tidak mau kehilangan Shyanala," bisik Arsen dengan kepala yang masih menunduk.

"Bu Shyanala tidak akan meninggalkan Bapak."

Helaan napas kasar terdengar begitu menyayat. Siapa yang bisa menjamin Shyanala tidak akan meninggalkannya? Pikir Arsen.

"Kenapa Mama tega sekali padaku? Bukankah aku anaknya? Kenapa Mama malah menghancurkanku?" Air mata tumpah dari mata Arsen, tetapi Arsen langsung menghapusnya menggunakan telapak tangan.

Sosok yang dikenal tegas di hadapan para staf, yang dikenal garang di hadapan para anak buahnya. Kini terlihat sangat terpuruk dan tidak berdaya.

Kalau Kinara bukan mama kandungnya, mungkin Arsen tidak akan sehancur ini. Kalau Kinara adalah orang lain, mungkin Arsen bisa langsung bertanya dan menuntut pertanggungjawaban.

Namun, Arsen tidak bisa melakukan itu. Bukan hanya rasa pedih di hatinya saat harus melawan sang mama, tetapi juga karena wanita paruh baya itu tidak mau menemuinya.

"Apa aku bukan anak yang diharapkan? Sehingga mama harus membenciku?" gumam Arsen.

Diego tidak dapat menjawab semua pertanyaan itu, ia hanya bisa terus mengawasi Arsen agar bosnya itu tidak kehilangan kendali.

"Aku tidak pernah mendapatkan jawaban dari papa, meskipun pertanyaan itu terus ada, Die."

"Pasti ada alasan, Pak. Tidak mungkin Pak Rafael menyembunyikan begitu saja," sahut Diego.

Arsen mengangguk, ia juga menduga seperti itu, tetapi papanya tidak pernah jujur. Bagaimana ia bisa tahu?

"Kalaupun Pak Rafael menyembunyikannya, berarti juga ada alasannya. Yang pasti... itu demi kebaikan Bapak. Karena saya sama-sama mengenal baik Bapak dan Pak Rafael, tidak mungkin Pak Rafael menjerumuskan Bapak," jelas Diego.

Hening! Arsen masih tidak bergeming.

Namun, pikirannya turut menyetujui ucapan Diego. Pasti ada sesuatu yang dijaga oleh sang papa, dan ia tidak boleh tahu itu.

"Tenangkan diri dulu, Pak. Semua ini pasti membuat Bapak terpukul, tapi setiap kejadian selalu ada hikmahnya. Meskipun... untuk saat ini kita belum tahu apa, yang jelas hikmah itu selalu ada." Diego mencoba menenangkan Arsen, berharap bisa sedikit mereda kegundahan di hati bosnya itu.

Arsen kembali mengangguk, ia kembali melihat ke arah amplop yang tergeletak di meja kaca itu. Pria itu menghela napas kasar, mencoba menerima takdir yang menurutnya sangat menyakitkan.

"Aku harus menjelaskan apa kepada Shyanala? Aku sudah berjanji akan menyelesaikan masalah ini. Tapi kenapa sekarang masalahnya semakin bertambah?" batin Arsen, kalut.

 ***

Di tempat lain, Kinara baru saja selesai menyuapi Larissa sarapan. Kedua wanita itu tampak tenang meskipun tahu kemarin Diego sudah mengambilkan hasil tes DNA.

Leher wanita itu masih diberi penyangga, sehingga ia belum bisa bebas bergerak. Beruntung Kinara mau mengurusnya, karena wanita paruh baya itu pun juga mengharapkan kelahiran janin yang dikandung Larissa.

"Kira-kira bagaimana reaksi Arsen sekarang, ya, Tante?" tanya Larissa.

"Yang pasti dia syok," sahut Kinara. "Dia tidak percaya kalau janin itu benar-benar benihnya, dan malah menuduhmu. Tidak tahu saja kalau kau memang khusus disiapkan untuk Arsen."

Larissa terkekeh. "Benar, Tante. Meskipun aku bukan perawan, tapi rahimku hanya boleh diisi oleh benih dari Arsen."

Kinara tersenyum puas, dalam hatinya wanita itu tertawa membayangkan hancurnya Rafael dan Adele saat mengetahui putra mereka mempunyai anak dari wanita selain istrinya.

"Tante punya rencana bagus, Sa," ucap Kinara yang sontak membuat Larissa membelalakkan mata.

"Apa?"

"Kita akan pindah ke Jember. Jadi kau bisa melahirkan dan dengan mudah membawa bayimu ke hadapan Shaynala. Kalau di sini sepertinya tidak bisa, karena Arsen sudah mengganti pengawalnya. Pengawal yang menjadi komplotan kita saat itu sudah dipecat," jelas Kinara.

"Tapi... bagaimana caranya keluar dari sini? Pengawal itu pasti akan lapor kepada Arsen, belum lagi rekaman CCTV yang selalu dipantau, Tante," sahut Larissa, bingung.

Bukannya langsung menjawab, Kinara malah terkekeh. "Kalau itu kamu serahkan saja sama Tante, pokoknya kamu terima beres."

Larissa manggut-manggut mendengar penjelasan Kinara, ia langsung diam dan percaya saja dengan rencana wanita paruh baya itu.

"Kita akan lebih mudah menghancurkan kalau ada di kota yang sama dengan mereka. Yeah... meskipun butuh waktu lama untuk pindah ke Jember karena Tante harus membereskan pengawal-pengawal keparat itu. Tapi tidak masalah, yang penting kamu bisa melahirkan di Jember," terang wanita paruh baya itu yang sontak membuat Larissa berbinar.

"Iya, Tante. Tante benar! Aku akan membantu kalau Tante perintahkan nanti."

Kinara hanya menimpali dengan anggukan, dengan sudut bibirnya menyunggingkan senyum.

'Selain untuk menghancurkan Arsen dan Shyanala, aku juga akan membalas dendam kepada Rafael dan Adele,' batin Kinara dengan sorot mata tajam.

***

***

***

Halo teman-teman, bagaimana nih kabarnya? Semoga sehat selalu yaa.

InsyaAllah mulai hari ini mulai rutin update ya, teman-teman. Mohon maaf sekali atas ketidaknyamanannya kemarin.

Happy reading.

Salam sayang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
knpa g dibkn mereka kecelakaan dan lewat saja
goodnovel comment avatar
Sri Minarni
kenapa sih thor orang2 yg jahat selalu menang, jadi pingin jadi orang jahat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status