Kegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang
Bagai teriris sembilu, apa yang mas Alfi lakukan membuat hatiku hancur, jiwaku meronta. Cinta yang seharusnya hanya untukku kini telah Ia bagi. Janji manisnya kini telah sepahit empedu. Di hadapan mataku dia menjalin kasih dengan wanita lain. Aku sebagai istri dan juga Ibu dari anak-anaknya tidak lagi ia anggap. Bahkan di ketika dia berada di sisiku, hati dan fikirannya ada pada wanita lain. Teguran lembutku yang menyebut namanya tidak lagi ia hiraukan. Ketika aku berteriak, meronta, bahwa Allah tidak adil, tapi ada satu hal yang menyadarkanku. Setelah hujan pasti akan terbit pelangi. Ini hanyalah ujian. Allah sangat menyayangiku. Mungkin Allah cemburu karena aku lebih mencintai hamba-Nya ketimbang Sang Khalik. Aku tahu, bahwasanya Allah memang begitu cemburu terhadapku. Tangisku kini tak lagi untuk-Nya. Aku terlalu mendewakan hamba-Nya sehingga Allah menegurku untuk menyadarkan hati yang gelap ini. Tidak ada pencinta yang tak sakit hatinya ketika melihat kekasihnya mendua. Mung
Kutatap langit yang kelam. Namun, dipenuhi hiasan bintang. Meskipun tanpa rembulan, hiasan bintang cukup memanjakan mataku. Diantara beribu bintang, hanya kejoralah yang paling terang. Di Antara beribu cinta hanya kasih ibu yang paling tulus. Demi kedua buah hatiku, aku akan melakukan apapun untuk mereka. Jika banyak yang mengatakan cinta itu butuh pengorbanan, maka menurutku cinta itu butuh perjuangan. Iya. Aku akan berjuang demi kedua buah hatiku. Tak kubiarkan rubah betina merebut kebahagiaan kedua buah hatiku. Aku akan memperjuangkan apa yang seharusnya aku perjuangkan. Dan mempertahankan yang seharusnya menjadi milikku. Itulah tekadku. Kupandang benda pipih berbentuk persegi panjang yang berada di tanganku. Tak tersisa satupun status dari aplikasi perpesanan berlogo hijau yang berada di kontakku, yang belum aku lihat. Namun aku masih enggan untuk berpaling dari benda pipih yang berada di tanganku. Dari WhatsApp Aku beralih untuk membuka Facebook, entah berapa banya
Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga.Sebaik apapun menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga.Selama ini aku menutup telingaku. Aku tidak pernah mempercayai orang-orang yang selalu memberitahuku, jika mas Alfi bermain serong di belakangku.Allah Maha adil, Allah membuka kebusukan Mas Alfi dengan begitu indah, Allah memberitahuku orang-orang yang selama ini terlihat baik di hadapanku namun menusuk dari belakang.Tanpa sadar adik iparku berbalas komentar dengan selingkuhan mas Alfi. Adik iparku pasti tidak menyangka jika perselingkuhan kakaknya akan terbongkar karena kecerobohannya.Mungki selama ini mereka menganggapku wanita bodoh, tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa.Akan ku buktikan kepada mereka siapa diriku sebenarnya“Assalamualaikum, Ma.” Sapaku setelah mengangkat panggilan dari ibuku.“Waalaikumsalam. Gimana kabar kamu nak?” Tanya wanita yang pujaanku dari seberang sana.“Alhamdulillah. Putri baik, Ma!” “Syukurlah.”“Mama sendiri, gimana keadaan n
“Benar. Buk, tapi Ibu Putri tidak perlu khawatir karena penumpangnya semua selamat, dan dalam keadaan baik-baik saja.” Ujar guru yang mendampingi Aldo dalam mengikuti kompetisi.“Alhamdulillah. Syukurlah, Buk. Jika tidak ada korban jiwa.” Bagai terlepas dari himpitan batu besar.“Bagaimana dengan kompotisi Aldo?” Tanya ku.“Kami terpaksa menyewa angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan. Karena bus sekolah yang kami tumpangi tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan.”“Seperti itu lebih baik.”“Saya tutup dulu Bu teleponnya. Saya harus menghubungi wali murid yang lain.”“Iya. Buk. Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam.”Sibuk berkutat dengan pekerjaan rumah, aku tidak mendengar panggilan dari mas Alfi.Usai melakukan tugas harianku, aku memilih berbaring di sofa untuk melanjutkan pekerjaanku. Pekerjaan yang menghasilkan cuan. Karena aku harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, tanpa mengharap kepada mas Alfi.Benar apa kata para emak-emak, pekerjaan yang tidak pernah ada hari libur, ataupun
Satu jam lebih telah terlewati, mas Alfi tidur dengan nyenyak di kamar kami. Aku sengaja mengacak-acak penampilanku. Menipiskan warna gincu yang menghiasi bibirku. Aku sengaja membuatnya sedikit belepotan ke samping.Setelah merasakan penampilanku begitu sempurna, aku keluar untuk menemui ular betina. Aku sengaja mengganti bajuku dengan lingeries “Mas Alfi, akan menginap. Dia memintamu untuk pulang sendiri.” Ujarku setelah selingkuhan mas Alfi keluar dr mobil.“Kamu nggak usah menipu, aku! Aku tidak akan pulang sendiri. Mas Alfi yang membawaku kemari.”“Apa untungnya menipu ular betina kayak kamu?” Tunjukku berada tepat didepan wajahnya.Mutia menepis tanganku. Nama ular betina yang ingin menghancurkan rumah tanggaku adalah Mutia. “Singkirkan tanganmu itu.”“Ih ih takut!” Aku sengaja berpura-pura ngeri.“Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum mas Alfi keluar menemuiku.” tegas Mutia“Tunggu aja. Sampai kamu tumbuh berakar pun aku nggak masalah. Namun kamu tidak boleh bersedih jika se
Bab 6.Terkadang hidup itu memang tidak adil bagi sebagian orang, menurut pemikirannya. Kendatipun demikian tidak ada yang patut untuk di ratapi karena meratapi tidak akan menyelesaikan permasalahan. Orang tua yang merasakan enaknya, tapi malah anak yang mendapat imbasnya. Hatiku teriris pilu ketika mengingat nasib anak-anak malang akibat perbuatan orang tuanya, karena hakikatnya tidak ada anak yang ingin dinasabkan kepada ibunya. “Kurang lebihnya seperti itu.” Jawab pak Ustadz dengan nada tegasnya. Hatiku seperti tersentil mendengar jawaban dari pak ustad. Jiwa kepo ku kian maronta ingin tahu lebih jauh mengenai anak di luar nikah. “Jika memang anak diluar nikah dinasabkan kepada ibunya, dan anak itu perempuan, siapa yang akan menjadi wali nikahnya kelak, Pak Ustadz.?” Tanya aku yang sudah seperti wartawan. Pak ustad tersenyum gentir menatap ke arahku. “Hanya hakim satu-satunya orang yang berhak menikahkan anak diluar nikah.” jawab Pak ustadz setelah membuang nafas beratnya. “
Bab 7Terkadang otak licik itu dibutuhkan di saat lagi mencekik. kita harus lebih picik ketika melawan orang yang licik. Seperti yang aku lakukan saat ini. “Pinggang saya buk, aduh sakit banget. Tolong bantuin saya berdiri buk.” Pintaku kepada ibu-ibu yang mengerumuniku dengan nada yang begitu lirih dan menyayat hati. “Nggak usah sandiwara, kau!” teriak Mutia sambil berusaha untuk kembali berdiri. “Ayo bu kami bantu.” Ujar Bu ana, istri pak RT sambil mengulur tangan ke arahku yang aku sambut dengan senyuman hangat. “Kamu itu yang sandiwara.” Bu Ijah menunjuki wajah Mutia. “Udah jadi pelakor, malah ingin mencelakakan istri sah. Datang pula ke rumah istri sah. Memang nggak punya malu ya!” Mulut pedas Bu Ijah mulai keluar. Aku mengukir senyuman tipis, setipis mungkin bahkan tidak ada yang menyadarinya. “Betul tuh ibu-ibu, kita seret aja dia dari sini.” Salah satu ibu-ibu menimpali dengan penuh emosi. “Ayo ibu-ibu kita seret dia.” Teriak ibu-ibu yang lain tak kalah emosinya ketika