Satu jam lebih telah terlewati, mas Alfi tidur dengan nyenyak di kamar kami. Aku sengaja mengacak-acak penampilanku. Menipiskan warna gincu yang menghiasi bibirku. Aku sengaja membuatnya sedikit belepotan ke samping.
Setelah merasakan penampilanku begitu sempurna, aku keluar untuk menemui ular betina. Aku sengaja mengganti bajuku dengan lingeries“Mas Alfi, akan menginap. Dia memintamu untuk pulang sendiri.” Ujarku setelah selingkuhan mas Alfi keluar dr mobil.“Kamu nggak usah menipu, aku! Aku tidak akan pulang sendiri. Mas Alfi yang membawaku kemari.”“Apa untungnya menipu ular betina kayak kamu?” Tunjukku berada tepat didepan wajahnya.Mutia menepis tanganku. Nama ular betina yang ingin menghancurkan rumah tanggaku adalah Mutia. “Singkirkan tanganmu itu.”“Ih ih takut!” Aku sengaja berpura-pura ngeri.“Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum mas Alfi keluar menemuiku.” tegas Mutia“Tunggu aja. Sampai kamu tumbuh berakar pun aku nggak masalah. Namun kamu tidak boleh bersedih jika seandainya mas Alfi tidak menemuimu hingga ajal menjemputmu.” Sinisku.“Cuaca gerah banget.” Aku mengipas-ngipas tubuhku dengan tangan.“Huuufffff” aku membuang nafas kasar, “Aku juga capek banget, habis di gempur habis- habisan sama mas Alfi. Mau lanjut bobok ah. Supaya bisa mengimbangi permainan mas Alfi, di ronde kedua.” Ucapku memanas manaskan.Aku memutarkan tubuhku. Namun belum sempat aku beranjak, “mau ke mana kau?” Ular betina menarik lenganku Untuk menghentikan langkah kakiku.“Singkirkan tangan kotormu itu sebelum aku memanggil satpam komplek ini.” decihkuAku menarik kasar tanganku.“Kamu pasti sengaja kan menahan mas Alfi?” sengit MutiaAku bertepuk tangan, “Ternyata anda pintar juga, ya! Itu hak aku mau menahan suamiku. Dan untuk pelakor kayak kamu tidak pantas berada di sisi suamiku.” Ucap ku tegas. Sebisa mungkin aku menahan supaya tidak lepas kontrol.“Pantas tidak pantas, percintaan kami telah membuahkan hasil Dan kini ia sedang bersemai di dalam rahimku.” Ujar Mutia dengan menarik sebelah sudut bibirnya.“Saya berterima kasih kepada anda yang telah sudi memberikan seorang adik untuk Aldo dan Aris. Jadi saya tidak perlu bersusah payah untuk melahirkan lagi!” seruku santai“Kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku, karena aku akan mengambil ayahnya Aldo sebagai imbalan karena ku telah memberikan Aldo seorang adik.” Mutia menarik sebelah sudut bibirnya.“Coba aja kalau kamu bisa. Saya tidak akan melarangnya.” tantang ku“Apa maksud kamu? Kamu mau bilang kalau mas Alfi tidak akan menikahi saya?”Aku mengangkat kedua tanganku dan mengedikkan bahu sebagai respon. Aku berjalan untuk memakai jubah ekspress dan juga khimar.“Asal kamu tau, ya! Mas Alfi udah bosan sama wanita rumahan kayak kamu. Yang bisanya hanya menghabiskan uang suami. Yang hanya tau, dapur, kasur, dan sumur.” Mutia mulai tersalut emosi.Aku kembali menghampiri Mutia.“Ternyata Anda memang tidak mempunyai malu. Baru kali ini saya menemukan ada orang yang bangga menjadi pelakor.” Aku tersenyum penuh arti.“Sembarangan kamu, ya!” Mutia mengangkat tangannya ingin menamparku.“Hentikan!” Ujar pak RT yang baru tiba bersama Pak ustaz yang aku pesan.“Ada apa ini?” Tanya pak RT menengahi kami.“Assalamualaikum, Bu Putri!” Sapa Pak Ustadz.“Waalaikumsalam, pak ustadz. Wah kebetulan sekali pak Ustadz datang kemari. Ada yang ingin Putri tanyakan boleh nggak Ustadz?”“Jelas boleh. Jika saya bisa menjawab, saya akan jawab. Namun jika saya tidak bisa menjawab, saya akan mencari jawabannya.” Ujar Ustadz Rahmat, terdapat ketulusan di sana.”“Bagaimana hukumnya seorang wanita tidur dengan laki-laki yang bukan mahramnya?“Hukumnya haram.”Terlihat wajah Mutia yang memerah karena menahan emosi nya.“Apa hukumnya merusak rumah tangga orang pak ustadz?” Tanyaku dengan melirik kearah Mutia.“Jelas itu perbuatan yang di larang dalam agama kita. Barang siapa yang merusak rumah tangga orang lain maka ketahuilah, ia sedang merusak rumah tangganya sendiri. Apalagi jika pasangan itu sampai bercerai maka ia sama saja dengan meruntuhkan masjid. Allah sangat membenci perceraian.Apa Ibu Putri berencana untuk merusak rumah tangga orang?” Tanya Pak ustad di ujung penjelasannya.“Bukan saya pak ustad, tapi__” aku menjeda ucapanku dengan melirik ke arah Mutia.“Maksud bu Putri, Ibu ini” Pak RT menunjuki ke arah Mutia, “ingin merusak rumah tangga bu Putri?” tanya Pak RT penuh selidik.“Begitulah kira-kira pak RT.”“Saya tidak merusak rumah tangganya.” Mutia menunjuk ke arahku, “suaminya yang keganjengan mendekati saya.” Sangkal Mutia.“Ibu tahu kan jika Mas Alfi sudah mempunyai istri?” Tanya Pak RT.“Iya.” Ketus Mutia.“Nama ibu, siapa?” Sela pak Ustadz.“Mutiara.”“Nama yang indah.” Gumam Pak RT.“Panggilan nya Mutia, Pak RT.” Serkas ku jutek. Rasanya Aku tidak ikhlas ketika Pak RT mengatakan nama Mutiara itu nama yang indah. Karena mengingat perbuatan Mutia.“Kenapa Ibu mutiara masih mau dideketin sama suaminya bu Putri?”“Karena saya mencintainya.” Ceplos Mutia.“Jika jawaban Ibu seperti itu, Ibu Mutia tidak bisa menyalahkan Pak Alfi. Karena laki-laki jika tidak diberikan lampu hijau, ia tidak mungkin maju.” Ujar Pak Ustadz.Mutia gugup, tidak tahu harus menimpali seperti apa. Ia menundukkan wajahnya.“Ngomong-ngomong, Bu Mutia Kenapa bisa berada di rumah bu Putri?”“Mas Alfi yang membawa saya ke mari.” Celutuk Mutia.“Apakah Bu Mutia dan Pak Alfi sudah menikah?” Tanya pak ustad.“Kami akan segera menikah pak ustad.” Sahut Mutia“Jadi antara bu Mutia dan Pak Alfi belum terikat hubungan yang halal?” selidik Pak Ustadz.“Sebentar lagi akan terikat pak ustad.”“Astaghfirullahaladzim.” Ustadz Rahmat mengelus dadanya.“Apa Ibu Mutia tahu, perbuatan Ibu Mutia ini jelas salah dan melanggar syariat Islam.” Tegas pak ustadz.Mutia hanya menunduk tanpa berani menegakkan kepalanya."Lebih baik sekarang ibu Mutia pulang dan bertobatlah kepada Allah. Selagi Allah masih memberikan kesehatan badan, dan juga kewarasan pikiran, serta nyawa masih dikandung badan, alangkah indahnya jika Bu Mutia mempergunakannya dengan baik." Ujar pak ustad panjang lebar."Saya tidak mau pulang sebelum bertemu dengan Mas Alfi. Mas Alfi yang membawa saya ke sini. Dia juga yang harus mengantar saya pulang." Serkas Mutia."Maaf pak ustad Mas Alfi sedang istirahat." Aku menyala."Aku tidak percaya. Kamu pasti mengurungnya di kamar kan? Mas Alfi...... Mas....." Mutia meneriaki nama Mas Alfi."Bu Mutia tolong jangan bikin rusuk di komplek kami. Tindakan Bu Mutia bisa mengganggu penghuni rumah yang lain, dan juga bisa menimbulkan kerumunan. Apa Bu Mutia mau di amuk sama ibu-ibu komplek ini jika mengetahui Bu Mutia seorang pelakor?" Sela Pak RT membungkam mulut Mutia.Sebisa mungkin Mutia menahan amarahnya hingga kedua matanya memerah."Maaf pak ustad, Putri mau nanya!""Iya bu Putri. Mau nanya apa silakan!" ucap ustadz Rahmat lembut."Bagaimana hukumnya anak diluar nikah?""Maksud Bu Putri?" Pak ustad kembali bertanya."Anak yang hamil diluar nikah itu, apakah di nisbahkan kepada siapa? Kepada ayah biologis, atau ayah yang bertanggung jawab, dalam artian laki-laki yang menikahi ibunya ketika ibunya telah hamil untuk si anak. Atau di nisbahkan kepada ibu yang mengandung?" Aku menyela.'jangan harap kau bisa menghancurkan rumah tangga ku, dan kebahagian buah hati ku.' tekadku dalam hati."Anak yang terjadi dari hasil perzinaan, atau dengan kata lain hubungan Tampa ikatan yang sah seperti pemerkosaan, atau anak syubhad, semuanya itu dinisbahkan kepada ibu.""Maksud Pak Ustadz? Bisakah Pak Ustadz menjelaskan secara detai?" Tanya Putri penasaran."Anak yang terjadi di luar hubungan yang sah, maka dia dinasabkan kepada ibu.Anak tersebut tidak bisa menerima harta warisan dari si ayah biologis ataupun ayah yang menikah dengan ibunya ketika ia didalam kandungan.""Maaf cakap Pak Ustadz, jadi anak diluar nikah itu tidak mempunyai ayah?" Kepoku.Karena memang hakikatnya aku tidak sepenuhnya mengetahui tentang anak diluar nikah. Ketika Mas Alfi selingkuh, dan selingkuhannya mengaku hamil, di situlah timbul hasratku untuk mencari tahu bagaimana hukum anak diluar nikah di dalam agama Islam.Bersambung........Bab 6.Terkadang hidup itu memang tidak adil bagi sebagian orang, menurut pemikirannya. Kendatipun demikian tidak ada yang patut untuk di ratapi karena meratapi tidak akan menyelesaikan permasalahan. Orang tua yang merasakan enaknya, tapi malah anak yang mendapat imbasnya. Hatiku teriris pilu ketika mengingat nasib anak-anak malang akibat perbuatan orang tuanya, karena hakikatnya tidak ada anak yang ingin dinasabkan kepada ibunya. “Kurang lebihnya seperti itu.” Jawab pak Ustadz dengan nada tegasnya. Hatiku seperti tersentil mendengar jawaban dari pak ustad. Jiwa kepo ku kian maronta ingin tahu lebih jauh mengenai anak di luar nikah. “Jika memang anak diluar nikah dinasabkan kepada ibunya, dan anak itu perempuan, siapa yang akan menjadi wali nikahnya kelak, Pak Ustadz.?” Tanya aku yang sudah seperti wartawan. Pak ustad tersenyum gentir menatap ke arahku. “Hanya hakim satu-satunya orang yang berhak menikahkan anak diluar nikah.” jawab Pak ustadz setelah membuang nafas beratnya. “
Bab 7Terkadang otak licik itu dibutuhkan di saat lagi mencekik. kita harus lebih picik ketika melawan orang yang licik. Seperti yang aku lakukan saat ini. “Pinggang saya buk, aduh sakit banget. Tolong bantuin saya berdiri buk.” Pintaku kepada ibu-ibu yang mengerumuniku dengan nada yang begitu lirih dan menyayat hati. “Nggak usah sandiwara, kau!” teriak Mutia sambil berusaha untuk kembali berdiri. “Ayo bu kami bantu.” Ujar Bu ana, istri pak RT sambil mengulur tangan ke arahku yang aku sambut dengan senyuman hangat. “Kamu itu yang sandiwara.” Bu Ijah menunjuki wajah Mutia. “Udah jadi pelakor, malah ingin mencelakakan istri sah. Datang pula ke rumah istri sah. Memang nggak punya malu ya!” Mulut pedas Bu Ijah mulai keluar. Aku mengukir senyuman tipis, setipis mungkin bahkan tidak ada yang menyadarinya. “Betul tuh ibu-ibu, kita seret aja dia dari sini.” Salah satu ibu-ibu menimpali dengan penuh emosi. “Ayo ibu-ibu kita seret dia.” Teriak ibu-ibu yang lain tak kalah emosinya ketika
Bab 8cinta tak selamanya indah. tiada sakit yang melebihi sakitnya cinta di dunia ini. itulah yang kurasakan saat ini.Mendengar pertanyaan dari Mas Alfi membuat jantungku dag dig dug ser. Aku mengukir senyuman semanis mungkin kearah Mas Alfi seraya berkata, “Mas tidak perlu tahu, yang penting Mas sudah mendatangi semua suratnya. Aku yakin Aldo dan Aris pasti bahagia karena yang mendatangi surat ini adalah Mas.” Aku merayu Mas Alfi dengan tatapan nan syahdu, belaian dan juga kasih sayangku. Sehingga Mas Alfi tidak menanyakan lagi perihal surat. Ia sudah tidak sabar untuk menerkamku dan membawaku terbang ke nirwana bersamanya Usai kami beribadah menikmati surga dunia, aku mengecup punggung tangan mas Alfi, “Mas, maafkan aku!” lirih ku dengan tatapan sendu ke arah sang suami “Mas, harusnya yang minta maaf sama kamu.” Sela Mas Alfi sambil membelai lembut pucuk kepalaku dan mengecupnya dengan penuh kasih. Aku melingkarkan tangan mungilku di perut sixpack lelaki pujaanku. Aku bertekad
Aku yang sedikit banyaknya bisa ilmu seni bela diri, jelas mengetahui pergerakan Mas Alfi. Memang benar seorang istri tidak boleh membantah suami, tapi ini Mas Alfi hendak memukulku, nggak mungkin bukan aku diam saja? Aku manatap tajam ke arah Mas Alfi, kemudian dengan sigap menangkap pergelangan tangan Mas Alfi yang hendak menyentuh pipi mulusku. “Yang istri sah kamu siapa, Mas?” Aku bangkit dari duduk. Kesabaranku telah habis. “Apakah begini cara seorang suami bersikap kepada istrinya? Kamu selingkuh, aku diam. Kamu bohongi, aku sabar. Namun, kalau kamu berani main fisik, jangan salahkan aku, jika aku melaporkan kamu ke pihak berwajib! Sudah cukup hatiku yang kau sakiti, Mas.” Raung ku. “Aku ini pasanganmu, Mas. Bukan musuh mu! Aku yang seharusnya kau bela. Buka dia.” Aku sudah tidak bisa lagi mengontrol emosiku. Dadaku naik turun. Beribu tangan tak kasad mata sedang membuat hatiku menjadi adonan donat. Bak diiris sembilu, hatiku mengeluarkan darah tak berwarna. Aku bertanya pada
Senja tidak pernah lelah menghiasi bumi meski terkadang insan tidak bisa menikmati. Namun, senja tetap akan datang setiap hari meskipun banyak yang menolak untuk berjumpa dengannya lagi. Hanya senja yang mengerti caranya pamit untuk pergi Dengan indah.Banyak orang kehilangan arah sehingga tidak tahu arah jalan pulang. Namun senja tidak pernah lupa jalan untuk ia kembali. Hanya senja yang Pergi Untuk kembali.Benar. Cuman senja yang tahu arah jalan pulang tanpa ada yang memaksa. Tidak seperti Mas Alfi. Air mataku kembali menetes membasahi pipi kala mengingat perlakuan Mas Alfi terhadapku. Dan untungnya saat ini aku sedang berada di atas motor, sehingga tidak ada yang tahu apa yang kulakukan di balik kaca helmku.Setelah menjemput Aris di rumah teh Ani, aku kembali melajukan motorku ke sekolah Aldo. Ya, aku juga harus menjemput Aldo.“Assalamualaikum Mama, Aris.” Sapa Aldo begitu Kami sampai di sekolahnya.“Waalaikumsalam anak ganteng Mama. Gimana perjalanannya, sayang?” Tanyaku setela
Aku berlengah ke kamar, terlebih dahulu membersihkan diri di kamar mandi, kemudian menunaikan salat wajib empat rakaat untuk memulai mimpi indahku.Aku bersujud memohon ampun dan perlindungan kepada sang Maha Pencipta.Tidak lupa pula aku memohon kebaikan untuk rumah tangga kami, semoga Allah memberikan cahayanya dalam keluarga kami.Aku menggunakan lingerie seksi, menggunakan make up tipis, lipstik dengan warna bibir, untuk membuat diriku semakin menarik. Ya. Aku harus bisa menaklukkan Mas Alfi supaya ia melupakan sang pelakor. Aku harus mengikuti ajaran adik iparku yang sedikit sebleng. Karena ajarannya memang sesuai dengan yang aku perlukan saat ini.Tidak ada salahnya bukan menggoda suami sendiri. Bahkan bisa memberikan pahala untukku yang sukarela menggoda suamiku sendiri.Meskipun Aku harus menggadai harga diriku saat ini. Cinta harus mengalahkan egoku di saat yang kubutuhkan. Itulah yang ada di benakku.Sakit hati dan kekecewaan telah ku tepikan dari hatiku. Kini hanya semangat
Bab 12“Jangan pernah memberitahukan keadaan kakak sama mama. Kakak nggak mau mama kepikiran. Mama kalu banyak pikiran darah tingginya bisa kambuh,” ucapku memperingati Nadia. “Meskipun Kakak nggak menceritakannya sama Mama, Mama pasti bisa merasakan apa yang kakak rasakam,” balas adik iparku. “Iya, kamu benar. Ketika Kakak lagi ribut-ribut parah sama Mas Alfi,p Mama sering menghubungi kakak. Bahkan sekarang pun Mama sering menghubungi Kakak untuk menanyakan Mas Alfi. Kakak selalu memberikan alasan sedang kerja. Kakak juga pakai uang mama kemarin untuk beli skin care,” beberku pada Nadia. Aku memang selalu merasa nyaman dengan adik iparku itu. “Kalau kakak mau, aku akan bantu Kakak untuk biaya ke salon. Kakak harus mempercantik diri Kakak melebihi sang pelakor,” uca adik iparku menggebu. “Kecantikan rupa akan pudar seiring berjalannya waktu,” sahutku yang langsung dipotong oleh Nadia. “Kecantikan akhlak akan abadi selamanya. Ingat kak, akhlak itu baru terlihat di saat orang itu te
Bab 13 Aku membuka mataku perlahan dan beberapa kali mengucek ulang mataku yang baru terbuka. Aku tidak menyangka jika yang ada di dalam cermin itu adalah pantulan diriku. Rambutku yang lurus kini disulap menjadi ikal bergelombang layaknya sosis yang dijual di pinggir jalan. Beberapa kali aku menarik rambutku yang seperti per itu. Alisku dicabut, membentuk menjadi sebuah ukiran. Lipstik yang berwarna senada dengan bibirku dengan tambahan tinta berwarna pink membuat penampilanku begitu memukau. Bulu mataku memang telah lentik dari produknya. “Bagaimana tuan Putri? Apakah anda sudah bangun dari tidur panjang anda?” bisik Adek iparku dibalik daun telingaku. “Apa ini wajah kakak, dik?” tanyaku kepada Nadia untuk meyakinkan diriku sendiri. “Bukan, Itu jelmaan kakak yang telah lama tertidur.” Ceplos adik ipar sebleng-ku itu. “Masa jelmaan Kakak lebih cantik dari kakak?” Sombong ku. “Wow amazing,” gumam ku mengagumi pantulan diriku sendiri di cermin. Ternyata benar apa kata orang-oran