“Benar. Buk, tapi Ibu Putri tidak perlu khawatir karena penumpangnya semua selamat, dan dalam keadaan baik-baik saja.” Ujar guru yang mendampingi Aldo dalam mengikuti kompetisi.
“Alhamdulillah. Syukurlah, Buk. Jika tidak ada korban jiwa.” Bagai terlepas dari himpitan batu besar.“Bagaimana dengan kompotisi Aldo?” Tanya ku.“Kami terpaksa menyewa angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan. Karena bus sekolah yang kami tumpangi tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan.”“Seperti itu lebih baik.”“Saya tutup dulu Bu teleponnya. Saya harus menghubungi wali murid yang lain.”“Iya. Buk. Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam.”Sibuk berkutat dengan pekerjaan rumah, aku tidak mendengar panggilan dari mas Alfi.Usai melakukan tugas harianku, aku memilih berbaring di sofa untuk melanjutkan pekerjaanku. Pekerjaan yang menghasilkan cuan. Karena aku harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, tanpa mengharap kepada mas Alfi.Benar apa kata para emak-emak, pekerjaan yang tidak pernah ada hari libur, ataupun tanggal merah ialah menjadi ibu rumah tangga. Namun betapa sering pekerjaan itu tidak dihargai oleh kaum laki-laki.Begitu Aku membuka handphone, aku melihat sepuluh panggilan tidak 7terjawab dari mas Alfi.Aku yakin pasti berita mengenai Aldo telah sampai ke telinga mas Alfi.Benar saja dugaan ku,[Apakah Aldo ikut serta dalam bus sekolah Kartini yang menuju ke Jakarta?][Kenapa kau tidak menjawab panggilan dariku]Mas Alfi mengirim ku beberapa pesan melalui aplikasi perpesanan. Ternyata ia masih mengkhawatirkan anaknya.Melihat aku yang sedang online, mas Alfi pun kembali menghubungiku. Namun aku enggan untuk menjawabnya.Berdosakah aku yang mengabaikan panggilan dari suami?Aku sengaja memberinya pelajaran. Supaya mas Alfi tahu bagaimana rasanya diabaikan.[Putri. Angkat telpon nya! Aku tidak akan memaafkanmu jika terjadi sesuatu dengan Aldo.] Mas Alfi kembali mengirim pesan kepadaku.‘kenapa baru sekarang kamu mengingatku, Mas? Dari kemarin aku menghubungimu, kamu ke mana aja?’ batinku.No handphone mas Alfi aku blokir. Mungkin dengan cara begini mas Alfi akan pulang.Sesuai dugaanku, dua jam kemudian mobil mas Alfi memasuki pekarangan rumah kami.Mas Alfi mengedor-mengedor secara kasar pintu rumah kami.“Putri buka pintunya!” Teriak mas Alfi. Ia tidak mengucapkan salam.“Putri__ Aku tau kamu di dalam. Cepat buka pintunya, sebelum aku hancurkan.” Mas Alfi terus mengaung Tampa henti di depan pintu rumah kami.Wajar mas Alfi tau jika aku sedang di rumah, karna motor ku terparkir dengan canti di halaman.Sebenarnya, aku tidak ingin bersikap tidak sopan kepada mas Alfi. Namun diketika aku melihat, dengan siapa mas Alfi pulang, langkah ku terhenti. Tubuhku merosot ke tanah.Meski aku tahu, mas Alfi sengaja melakukan itu, untuk membuat aku semakin terluka. Namun, sebagai manusia yang memiliki hati, dan perasaan, pasti akan merasakan yang namanya kecewa, dan terluka.“Maafkan aku mas! Kamu yang memintaku untuk melakukan semua ini.”Usai mengintip sejenak keluar, aku memilih menuju kamar tanpa membukakan pintu untuk tamu yang baru datang.Tidak mungkin aku bertemu dengan mas Alfi dan juga pelakor dalam kondisi menggunakan daster.Aku menggunakan lipstik tak lupa pula blush on dan eyeshadow, juga tak ketinggalan maskara dan eyeliner. Memilih dress pres body, dan kalung liontin untuk menyempurnakan penampilanku.Karena yang datang adalah suamiku jadi aku sengaja tidak menggunakan hijab. Aku lerai rambut ikal nan hitamku, aku bentuk secantik mungkin. Penampilanku telah sempurna layaknya malam pertama kami.Aku sengaja menyemprotkan parfum kesukaan mas Alfi.Dan kalong liontin itu adalah pemberian mas Alfi, hadiah satu bulan hari jadi kami.“Sempurna.” Gumam ku di depan cermin ketika melihat pantulan diriku disana.Aku langkahkan kaki dengan anggun untuk menyambut kepulangan suami tercinta.“Assalamualaikum” Aku menyapa mas Alfi setelah membukakan pintu.Aku melihat mas Alfi meneguk salivanya manakala ia melihat penampilanku.Aku mengambil tangan kanan mas Alfi kemudian mengecup punggung tangan suamiku sebagai tanda hormat. Sekilas aku melirik ke dalam mobil mas Alfi yang kacanya sengaja diturunkan setengah.Seorang wanita cantik duduk di samping bangku kemudi, ia menatap tajam ke arahku.“Ayo. Masuk mas.” Aku mempersilahkan suamiku masuk, kemudian menutup pintu rumah kami. Aku sengaja mengabaikan wanita yang berada di dalam mobil. Karena aku tahu tujuan dan maksud wanita itu.“Kenapa kamu lama sekali membukakan pintu?”“Aku harus berdandan cantik terlebih dahulu untuk menyambut kepulangan suamiku. Tidak mungkin aku menyambut suami tercinta ku, yang lelah bekerja, membanting tulang demi anak istrinya dengan wajahku yang kusut.” Jawabku dengan manja.“Dimana Aldo?”“Minum dulu mas. Kamu kan baru pulang!” Aku sengaja bersikap, seolah tidak pernah terjadi apapun di antara kami.Hanya dengan satu tarikan nafas, mas Alfi menghabiskan satu gelas air mineral.“Aldo ke Jakarta, iya ikut olimpiade matematika. Aku minta maaf mas, karena tidak meminta izin kepadamu. Aku sudah berusaha menghubungimu, Mas. Namun, kamu tidak menjawab panggilan dariku. Aku juga sudah mengirimkan pesan melalui aplikasi perpesanan kepadamu, tapi mas tidak menggubrisnya.”“Aku, sibuk.” Jawab mas Alfi salah tingkah. Ia tidak berani menatap ke arah ku yang sedang menatap lurus ke manik indahnya“Putri tahu. Maka nya Putri memutuskan sendiri. Lagian Aldo hanya mengikuti olimpiade.” jelasku“Kamu tahu tidak, jika bus sekolah Aldo kecelakaan?”“Aldo baik-baik saja. Jika tidak, mana mungkin aku bisa tenang. Guru Aldo sudah menghubungiku. Mereka melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum.”“Syukurlah jika mereka baik-baik saja. Kamu, semakin cantik.” Mas Alfi menghampiri ku. Dan aku yakin, obatnya sudah mulai bekerja.“Mas,” panggil ku manja. “Kamu tunggu aku di kamar. Adahal yang perlu aku bicarakan.” Aku menyimpan gelas bekas mas Alfi minum terlebih dahulu sebelum menyusul mas Alfi.Tanpa menjawab, mas Alfi pun menuju kamar kami.Iya. Aku menyusul mas Alfi ke kamar kami. Aku harus memastikan jika obat yang aku campur ke dalam air minum mas Alfi, telah bekerja semana mestinya, dan benar sesuai dugaanku, mas Alfi telah tertidur pulas di atas ranjang kami.Aku mengambil ponsel mas Alfi, kemudian men silence panggilan.Aku memilih melanjutkan menulis sambil menantikan panggilan dari seseorang.Aku menghubungi pak ustad di kampung kami, dan memintanya untuk ke rumahku.Sesuai dugaanku, setelah setengah jam menanti, akhirnya wanita itu pun menghubungi mas Alfi.Panggilan pertama, Aku biarkan terlewat.Panggilan kedua, Aku sengaja meng rejectnya.Dan panggilan ketiga. Setelah menunggu beberapa detik, aku pun mengangkatnya. Aku sengaja berdesah-desah manja kemudian memutuskan panggilan sepihak.Ponsel mas Alfi kembali bergetar, namun aku sengaja menonaktifkannya.Sebagai wanita dewasa, dia pasti tahu apa yang sedang kami lakukan. Terlebih mas Alfi sudah sebulan lebih tidak pulang.Satu jam lebih telah terlewati, mas Alfi tidur dengan nyenyak di kamar kami. Aku sengaja mengacak-acak penampilanku. Menipiskan warna gincu yang menghiasi bibirku. Aku sengaja membuatnya sedikit belepotan ke samping.Setelah merasakan penampilanku begitu sempurna, aku keluar untuk menemui ular betina. Aku sengaja mengganti bajuku dengan lingeries “Mas Alfi, akan menginap. Dia memintamu untuk pulang sendiri.” Ujarku setelah selingkuhan mas Alfi keluar dr mobil.“Kamu nggak usah menipu, aku! Aku tidak akan pulang sendiri. Mas Alfi yang membawaku kemari.”“Apa untungnya menipu ular betina kayak kamu?” Tunjukku berada tepat didepan wajahnya.Mutia menepis tanganku. Nama ular betina yang ingin menghancurkan rumah tanggaku adalah Mutia. “Singkirkan tanganmu itu.”“Ih ih takut!” Aku sengaja berpura-pura ngeri.“Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum mas Alfi keluar menemuiku.” tegas Mutia“Tunggu aja. Sampai kamu tumbuh berakar pun aku nggak masalah. Namun kamu tidak boleh bersedih jika se
Bab 6.Terkadang hidup itu memang tidak adil bagi sebagian orang, menurut pemikirannya. Kendatipun demikian tidak ada yang patut untuk di ratapi karena meratapi tidak akan menyelesaikan permasalahan. Orang tua yang merasakan enaknya, tapi malah anak yang mendapat imbasnya. Hatiku teriris pilu ketika mengingat nasib anak-anak malang akibat perbuatan orang tuanya, karena hakikatnya tidak ada anak yang ingin dinasabkan kepada ibunya. “Kurang lebihnya seperti itu.” Jawab pak Ustadz dengan nada tegasnya. Hatiku seperti tersentil mendengar jawaban dari pak ustad. Jiwa kepo ku kian maronta ingin tahu lebih jauh mengenai anak di luar nikah. “Jika memang anak diluar nikah dinasabkan kepada ibunya, dan anak itu perempuan, siapa yang akan menjadi wali nikahnya kelak, Pak Ustadz.?” Tanya aku yang sudah seperti wartawan. Pak ustad tersenyum gentir menatap ke arahku. “Hanya hakim satu-satunya orang yang berhak menikahkan anak diluar nikah.” jawab Pak ustadz setelah membuang nafas beratnya. “
Bab 7Terkadang otak licik itu dibutuhkan di saat lagi mencekik. kita harus lebih picik ketika melawan orang yang licik. Seperti yang aku lakukan saat ini. “Pinggang saya buk, aduh sakit banget. Tolong bantuin saya berdiri buk.” Pintaku kepada ibu-ibu yang mengerumuniku dengan nada yang begitu lirih dan menyayat hati. “Nggak usah sandiwara, kau!” teriak Mutia sambil berusaha untuk kembali berdiri. “Ayo bu kami bantu.” Ujar Bu ana, istri pak RT sambil mengulur tangan ke arahku yang aku sambut dengan senyuman hangat. “Kamu itu yang sandiwara.” Bu Ijah menunjuki wajah Mutia. “Udah jadi pelakor, malah ingin mencelakakan istri sah. Datang pula ke rumah istri sah. Memang nggak punya malu ya!” Mulut pedas Bu Ijah mulai keluar. Aku mengukir senyuman tipis, setipis mungkin bahkan tidak ada yang menyadarinya. “Betul tuh ibu-ibu, kita seret aja dia dari sini.” Salah satu ibu-ibu menimpali dengan penuh emosi. “Ayo ibu-ibu kita seret dia.” Teriak ibu-ibu yang lain tak kalah emosinya ketika
Bab 8cinta tak selamanya indah. tiada sakit yang melebihi sakitnya cinta di dunia ini. itulah yang kurasakan saat ini.Mendengar pertanyaan dari Mas Alfi membuat jantungku dag dig dug ser. Aku mengukir senyuman semanis mungkin kearah Mas Alfi seraya berkata, “Mas tidak perlu tahu, yang penting Mas sudah mendatangi semua suratnya. Aku yakin Aldo dan Aris pasti bahagia karena yang mendatangi surat ini adalah Mas.” Aku merayu Mas Alfi dengan tatapan nan syahdu, belaian dan juga kasih sayangku. Sehingga Mas Alfi tidak menanyakan lagi perihal surat. Ia sudah tidak sabar untuk menerkamku dan membawaku terbang ke nirwana bersamanya Usai kami beribadah menikmati surga dunia, aku mengecup punggung tangan mas Alfi, “Mas, maafkan aku!” lirih ku dengan tatapan sendu ke arah sang suami “Mas, harusnya yang minta maaf sama kamu.” Sela Mas Alfi sambil membelai lembut pucuk kepalaku dan mengecupnya dengan penuh kasih. Aku melingkarkan tangan mungilku di perut sixpack lelaki pujaanku. Aku bertekad
Aku yang sedikit banyaknya bisa ilmu seni bela diri, jelas mengetahui pergerakan Mas Alfi. Memang benar seorang istri tidak boleh membantah suami, tapi ini Mas Alfi hendak memukulku, nggak mungkin bukan aku diam saja? Aku manatap tajam ke arah Mas Alfi, kemudian dengan sigap menangkap pergelangan tangan Mas Alfi yang hendak menyentuh pipi mulusku. “Yang istri sah kamu siapa, Mas?” Aku bangkit dari duduk. Kesabaranku telah habis. “Apakah begini cara seorang suami bersikap kepada istrinya? Kamu selingkuh, aku diam. Kamu bohongi, aku sabar. Namun, kalau kamu berani main fisik, jangan salahkan aku, jika aku melaporkan kamu ke pihak berwajib! Sudah cukup hatiku yang kau sakiti, Mas.” Raung ku. “Aku ini pasanganmu, Mas. Bukan musuh mu! Aku yang seharusnya kau bela. Buka dia.” Aku sudah tidak bisa lagi mengontrol emosiku. Dadaku naik turun. Beribu tangan tak kasad mata sedang membuat hatiku menjadi adonan donat. Bak diiris sembilu, hatiku mengeluarkan darah tak berwarna. Aku bertanya pada
Senja tidak pernah lelah menghiasi bumi meski terkadang insan tidak bisa menikmati. Namun, senja tetap akan datang setiap hari meskipun banyak yang menolak untuk berjumpa dengannya lagi. Hanya senja yang mengerti caranya pamit untuk pergi Dengan indah.Banyak orang kehilangan arah sehingga tidak tahu arah jalan pulang. Namun senja tidak pernah lupa jalan untuk ia kembali. Hanya senja yang Pergi Untuk kembali.Benar. Cuman senja yang tahu arah jalan pulang tanpa ada yang memaksa. Tidak seperti Mas Alfi. Air mataku kembali menetes membasahi pipi kala mengingat perlakuan Mas Alfi terhadapku. Dan untungnya saat ini aku sedang berada di atas motor, sehingga tidak ada yang tahu apa yang kulakukan di balik kaca helmku.Setelah menjemput Aris di rumah teh Ani, aku kembali melajukan motorku ke sekolah Aldo. Ya, aku juga harus menjemput Aldo.“Assalamualaikum Mama, Aris.” Sapa Aldo begitu Kami sampai di sekolahnya.“Waalaikumsalam anak ganteng Mama. Gimana perjalanannya, sayang?” Tanyaku setela
Aku berlengah ke kamar, terlebih dahulu membersihkan diri di kamar mandi, kemudian menunaikan salat wajib empat rakaat untuk memulai mimpi indahku.Aku bersujud memohon ampun dan perlindungan kepada sang Maha Pencipta.Tidak lupa pula aku memohon kebaikan untuk rumah tangga kami, semoga Allah memberikan cahayanya dalam keluarga kami.Aku menggunakan lingerie seksi, menggunakan make up tipis, lipstik dengan warna bibir, untuk membuat diriku semakin menarik. Ya. Aku harus bisa menaklukkan Mas Alfi supaya ia melupakan sang pelakor. Aku harus mengikuti ajaran adik iparku yang sedikit sebleng. Karena ajarannya memang sesuai dengan yang aku perlukan saat ini.Tidak ada salahnya bukan menggoda suami sendiri. Bahkan bisa memberikan pahala untukku yang sukarela menggoda suamiku sendiri.Meskipun Aku harus menggadai harga diriku saat ini. Cinta harus mengalahkan egoku di saat yang kubutuhkan. Itulah yang ada di benakku.Sakit hati dan kekecewaan telah ku tepikan dari hatiku. Kini hanya semangat
Bab 12“Jangan pernah memberitahukan keadaan kakak sama mama. Kakak nggak mau mama kepikiran. Mama kalu banyak pikiran darah tingginya bisa kambuh,” ucapku memperingati Nadia. “Meskipun Kakak nggak menceritakannya sama Mama, Mama pasti bisa merasakan apa yang kakak rasakam,” balas adik iparku. “Iya, kamu benar. Ketika Kakak lagi ribut-ribut parah sama Mas Alfi,p Mama sering menghubungi kakak. Bahkan sekarang pun Mama sering menghubungi Kakak untuk menanyakan Mas Alfi. Kakak selalu memberikan alasan sedang kerja. Kakak juga pakai uang mama kemarin untuk beli skin care,” beberku pada Nadia. Aku memang selalu merasa nyaman dengan adik iparku itu. “Kalau kakak mau, aku akan bantu Kakak untuk biaya ke salon. Kakak harus mempercantik diri Kakak melebihi sang pelakor,” uca adik iparku menggebu. “Kecantikan rupa akan pudar seiring berjalannya waktu,” sahutku yang langsung dipotong oleh Nadia. “Kecantikan akhlak akan abadi selamanya. Ingat kak, akhlak itu baru terlihat di saat orang itu te
Kegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang
Diluar prediksi BMKG Ternyata semua tak sesuai ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Lelaki yang sudah menjadi mantan suamiku itu, kini berlutut di hadapanku dengan wajah memelas.Syok, itulah yang saat ini kurasakan. Kira-kira apalagi yang ia inginkan dari diri ini?Aku melongo di tempat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak menghentikan aksinya tidak boleh membenarkan apa yang ia lakukan. Dalam sekejap perbendaharaan kosa kata ku hilang tak bersisa.Mas Alfi mencoba meraih tanganku, tapi secepat kilat aku menarik tanganku dan menjauh dari jangkauan tangan laknat Sang mantanku itu.Dia menunduk sejenak, memasang wajah penuh penyesalan. Dengan gerakan slow motion Ia mengangkat kepalanya, menatap ke arahku, tatapan yang sulit untuk di artikan.“Maafkan aku Put! Bisakah kita memulai semua dari awal? Aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah begitu menyakitimu, melukai perasaanmu dan juga anak-anak. Namun, setiap manusia pasti memiliki kesalahan, karena no body is perfect. Di setiap k
Hari yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Banyak cerita yang kita lalui, ada luka dan juga bahagia di dalamnya.Beberapa hari belakangan ini hidupku cukup damai karena tidak ada yang menerorku dan tidak ada pula yang membuntutiku seperti beberapa hari yang lalu.Aku menjalani rutinitasku sebagaimana biasa. Pagi hari mengantar kedua buah hati menuntut ilmu, dan setelah itu lanjut ke kantin untuk mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.Mas Farid dan Lucas juga sering bertukar kabar denganku. Malam minggu ini aku mendapat undangan makan malam bersama Lucas. Entah mimpi apa bocah itu hingga mengajakku makan malam berdua saja, dan lebih anehnya lagi, katanya Mas Farid akan mengajak Aldo dan Aris ke fun game.Membinggokan tingkah dua serangkai itu. Entah kejutan apa yang mereka rencanakan?Alasan mas Farid mengajak Aldo dan abis main, karena dia tidak bisa ikut kami healing weekend ini, cukup masuk akal.Sementara alasan Lucas mengajakku makan malam berdua karena ada hal penting yang i
HebohAku terperangan mendengar jawaban dari Putra sulungku itu. Dia memang selalu membuat aku Culture shock. Belum hilang syok yang semalam, sekarang ia kembali membakit adrenalin dalam diri ini.Aku sudah tidak lagi menimpali Aldo karena berdebat dengannya yang ada hanya akan menguras energiku saja. Pasti akan ada saja alasan darinya. Aku memilih masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka di sana.Anakku Memang sudah benar-benar gede sekarang. Anak seusia Aldo memang usia yang lagi gila-gilanya anak mencari jati diri. Mereka selalu penasaran dengan semua hal dan selalu ingin mencoba semua hal baru.Berawalnya kenakalan remaja itulah ketika anak-anak seusia Putra sulungku. Aku memijat pelipis, membuang nafas kasar, aku harus semakin memperbanyak stok kesabaranku dalam menghadapi tingkah anak yang mulai menginjaki usia remaja ini.Tidak boleh terlalu dikekang dan juga tidak boleh terlalu dibebaskan karena kedua hal itu akan berakibat fatal bagi anak-anak seusianya.‘Ya Allah, bimbing a
Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe
Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep
Absurd Mas Farid berdecak sebal ketika melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sementara aku, aku hanya bisa tertawa melihat tingkah keduanya. “Jadi Lo begitu susah dihubungi karena sedang ngantem di sini? Feeling ku memang tidak pernah salah,” ucap laki-laki yang baru sampai itu. “katanya lu mau keluar kota, tapi kenapa malah ke sini?” jawab Mas Farid, menatap sinis ke arah rivalnya itu. “Feeling gua mengatakan kalau gue harus melindungi calon bidadari surga gua dari seorang pria lapuk,” jawab Lucas. “Lu tahu, Putri sendiri yang meminta gua ke sini untuk barbeque. Lo itu tidak diundang dan tidak diharapkan karena hanya akan menjadi pengganggu,” ujar Mas Farid sadis. Tatapan permusuhan Lucas layangkan untukku. Aku tergelak melihat Lucas misuh misuh. “Katanya kamu mau ke luar kota, makanya aku enggak ngehubungi kamu,” ucapku. “Udahlah Put jujur aja kalau kamu sengaja mengadakan barbeque di saat enggak ada Lucas supaya tidak ada penggagu diantara kita,” Mas Farid masih betah me
Putri POVSepertinya mulai hari ini, hari-hari tenang dan damaiku akan kembali terusik oleh seseorang yang sudah memberi trauma yang mendalam bagiku. Kembali bertemu dengannya bagaikan mimpi buruk untukku.Di weekend yang berbahagia ini ia sudah merusak mood ku pagi pagi sekali. Feeling ku memang tepat sasaran.Entah apa salahku kepadanya hingga ia tidak pernah membiarkan aku hidup tenang dan bahagia.Gangguan dari orang lain mungkin mudah aku atasi karena mereka memang tidak pernah memiliki hubungan apapun denganku. Namun, berbeda dengan mas Alfi yang notabenenya mantan suamiku, terlebih diantara kami memiliki dua putra yang membuat kami pasti akan selalu berhubungan.Cinta untuknya memang sudah tidak lagi kumiliki, tapi goresan luka yang pernah ia berikan akan selalu terbayang setiap kali melihat wajahnya.Selama ini begitu sulit aku berjuang seorang diri untuk menyembuhkan luka itu dan terlihat baik-baik saja. Namun, ia datang dengan mudah dan membangkitkan kembali luka yang sudah
Kembali ke nolAku tersenyum sinis, menatap jijik ke arah wanita yang masih berstatus istriku.Kepingan-kepingan ingatan masa lalu masuk ke dalam memoriku. Beberapa kali aku pernah mendapati motor Deni berada di depan rumahku. Setiap kali motor itu terparkir di sana pasti jendela kamar kami terbuka lebar. Tidak lama setelah kepulanganku pasti motor itu sudah tidak ada lagi di sana.Kenapa selama ini aku tidak sadar ya? Aku memang terlalu bodoh dan dibutakan oleh cinta kepada Mutia. Padahal jelas-jelas sebelum aku di penjara aku begitu mencurigai motor yang terparkir sesaat itu. Setiap kali aku ingin bertanya kepada Mutia itu motor siapa? Pasti motor itu sudah tidak ada lagi setelah aku masuk ke dalam sebentar.Oh, bodohnya diriku. Entah mereka yang begitu pandai menyembunyikan semuanya atau aku yang memang bodoh dan ceroboh?Aku berderap, mengikis jarak di antara diriku dan Mutia.“Membalas Budi katamu?” Lagi aku menarik sebuah sudut bibirku ke samping.“Harusnya aku membunuhnya tad