Bab 72Eliana menatap pria itu dengan tubuh gemetar. Hilang sudah semua rasa percaya diri dan kesombongannya. Sorot mata Keenan yang berkilat-kilat memancarkan amarah dan dendam. Dia tidak pernah menemui keadaan Keenan seperti ini sebelumnya. Semarah-marahnya suaminya, paling-paling hanya melontarkan kalimat yang sedikit kasar, lalu setelah itu pergi menjauh.Eliana begitu takut. Apalagi di kamar ini mereka hanya berdua. Bagaimana kalau Keenan hilang kendali?"Kamu tidak bisa seperti ini, Mas. Kenapa kamu begitu kejam padaku?""Kamu yang membuatku seperti ini. Kamu yang sudah membuatku kehilangan Alifa," ucap pria itu berapi-api. Tadi malam adalah malam yang menegangkan untuknya. Keenan bukan cuma mendapatkan bukti-bukti perselingkuhan Eliana, tetapi juga bukti bahwa Eliana, Rosa, dan Yuna terlibat di dalam makar yang dibuat untuk menyingkirkan Alifa. Dan makar itu direstui oleh ibunya.Jika dulu semua itu hanya sekedar dugaan, asumsi, dan prasangkanya saja, tetapi sekarang dia sudah
Bab 73 Beberapa hari kemudian, akhirnya hasil pun ia dapatkan. Ternyata benar prediksi Aryan, jika Sherina bukanlah anak kandungnya. Keenan memerintahkan Aryan untuk menemui Roger dan mengambil sampel dari pria itu untuk kemudian ia kirim bersama dengan sampel Sherina ke laboratorium. "Serius, Bos?" Pria itu memberikan satu pouch berukuran kecil yang berisi dengan rambut dan kuku Roger kepada Keenan. "Ya, Aryan. Aku hanya ingin tahu apakah dia anak Roger atau bukan. Tapi meskipun dia anak Roger, saya akan tetap merawatnya dengan alasan kemanusiaan. Kasihan juga kalau dia sampai terlantar. Memangnya Eliana bisa merawat anaknya sendiri?" Tawa hambar Keenan berderai, memecah suasana pagi ini. Dia menerima pemberian Aryan dan menyimpan di dalam tas kerjanya. Sejak Eliana pergi dari rumahnya, akhirnya Keenan pun kembali menginap di rumahnya. "Saya salut dengan Bapak yang mau berbesar hati merawat seorang anak yang bukan anak kandung Bapak, bahkan ia adalah buah dari selingkuhan m
Bab 74"Itu privasi saya, Bu. Mohon maaf, saya tidak bisa menceritakan apapun. Maksud kedatangan saya kemari, hanya ingin memberitahu jika Bu Eliana dan Pak Keenan itu sudah bercerai, dan Sherina bukan anak kandung Pak Keenan. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Sebenarnya saya bisa saja menyampaikan ini lewat telepon, tapi rasanya kurang sopan." Perempuan itu mengambil tas kerjanya, kemudian bangkit. "Saya mohon pamit ya, Bu. Ini sudah sangat sore."Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkan wanita itu berjalan menuju mobilnya. Mobil Donita terparkir tidak jauh dari teras ini. Aku dan bu Wardah melambaikan tangan saat mobil wanita itu bergerak akan melewati pintu gerbang pagar rumah ini.Bugh!Sebuah benda keras tiba-tiba saja mendarat di body bagian depan mobil Donita.Terdengar suara decit rem yang diinjak dengan keras diiringi dengan teriakan perempuan itu."Nita, kamu nggak apa-apa?!" Nafasku ngos-ngosan. Aku memang berlari kencang menghampiri mobil, lalu menarik tubuh perempuan
Bab 75"Biar aku saja yang menemuinya. Kalian lanjut saja sarapan." Pria itu langsung berdiri, padahal dia baru makan beberapa suap. Setelah meneguk minumannya, dia langsung bergegas melangkah menuju ruang depan."Kamu ngapain kemari? Dari mana kamu tahu rumah ini?" Pria itu sangat terkejut. Seketika rentetan pertanyaan masuk di otaknya. Apakah Alifa yang memberitahu Keenan alamat rumah ini? Atau jangan-jangan pria itu mendapat informasi dari ibu Yunita?Ibu Yunita memang berteman dengan ibunya, lebih tepatnya teman arisan. Agak mustahil bukan, jika Ibu Yunita tidak tahu di mana rumah keluarga El Fata? Keenan yang tengah duduk di sofa yang berada di teras ini pun akhirnya berdiri dan berjalan mendekati pria itu."Maaf Dok, saya datang kemari untuk menjemput Donita, karena tadi malam dia bilang jika mobilnya masuk bengkel lantaran ada sesuatu dan lain hal, dan posisinya dia menginap di rumah ini," ujar Keenan."Kamu punya hubungan apa dengan Donita?" Aariz memang tidak tahu apa-apa s
Bab 76"Pak...." Tubuh wanita itu kembali gemetar, bahkan kertas berisi tulisan tersebut sampai terlepas dari tangannya.Keenan memungut kertas itu, membacanya, lalu meremasnya. Dia tidak berkata sepatah kata pun, kecuali hanya menghidupkan mesin mobil, kemudian tancap gas meninggalkan tempat itu.Keenan sengaja tak merespon. Dia ingin memberi Donita waktu sebentar untuk menenangkan diri. Donita pasti shock berat karena sudah mengalami dua kali kejadian yang membuatnya terguncang. Padahal sebenarnya ini hanya permulaan, dan ke depannya mungkin akan lebih parah dari itu.Hanya ada satu orang yang paling ia curigai.Dia, Eliana. Apakah Eliana benar-benar serius untuk membalaskan sakit hatinya? Tapi biar bagaimanapun, dia sudah bertekad untuk tidak akan pernah mau kembali kepada perempuan itu. Lebih baik dia menduda seumur hidupnya ketimbang harus kembali dengan perempuan kurang waras itu. Tak ada alasan yang membuatnya bisa kembali. Eliana sudah terbukti berselingkuh. Perceraian mere
Bab 77"Kami menunggu kamu, Mas. Adek Gibran ingin sekali bermain sama papanya. Dia kangen bermain mobil-mobilan." Aku menunjuk mobil-mobilan yang teronggok di sudut ranjang."Aku udah bilang kalau aku nggak bisa, Alifa. Aku belum bisa menerima Gibran. Masa iya kamu nggak ngerti?!" "Tapi mau sampai kapan, Mas? Dia itu anak kamu, terlepas dari benih siapapun dia hadir di rahim mantan istrimu!" sentakku. Aku turun dari pembaringan sembari menggendong Gibran dan mendekati mas Aariz. Aku bermaksud menyerahkan Gibran kepadanya. Namun tangan kekar dan kokoh itu menepis dengan keras."Jangan paksa aku, Alifa!""Tapi Adek yang memaksaku untuk melakukan ini, Mas!" Aku balas menangkap tangannya, memaksa tangan besar mas Aariz untuk menempel di dahi Gibran. Meski di awal ia memberontak, tapi akhirnya tak ada lagi pergerakan setelah telapak tangan itu menempel sempurna di dahi Gibran. Akhirnya dia tahu bagaimana kondisi Gibran saat ini.Gibran rewel sejak semalam. Suhu tubuhnya meningkat. Mesk
Bab 1"Apa? Saya hamil, Dok?" ulangku lirih. Aku menoleh sekilas kepada pria yang tengah fokus menghadapi alat USG yang terpasang tepat di sisi ranjang yang tengah kutiduri ini."Betul, Bu. Lihatlah, titik kecil ini menandakan sebuah embrio, titik kehidupan baru yang ada di rahim ibu." Pria muda itu menggerakkan kursor dan menunjuk ke titik yang dimaksud, walaupun tentu saja aku tidak mengerti karena bagiku sama saja. Layar di depanku itu hanya berwarna hitam putih dan aku tidak tahu titik yang dimaksud oleh dokter Aariz."Tapi bagaimana mungkin? Bukankah aku sudah lima tahun menikah dan belum juga dikaruniai anak?" Aku menggumam tanpa sadar. Seorang perawat perempuan membantuku bangkit dari pembaringan dan kini aku sudah duduk berhadapan dengan dokter Aariz.Sebenarnya dokter Aariz meresepkan obat pereda mual dan vitamin untukku, tapi sengaja tidak kutebus, karena uang yang kumiliki terbatas. Aku hanya sanggup membayar biaya pemeriksaan. Mungkin nanti aku akan membeli minyak kayu p
Bab 2"Tapi Ma, aku sangat mencintai Alifa. Aku nggak bisa kehilangan Alifa....""Dia itu hanya seorang pelacur. Masa iya kamu mau berbagi istri dengan laki-laki lain? Mikir, Keenan!" Kali ini kembali mbak Rosa yang bersuara."Kamu itu masih muda, masih banyak perempuan yang mau sama kamu. Lagi pula kalian juga tidak punya anak. Siapa tahu aja jika kamu menikah dengan perempuan lain, kamu bisa punya anak," bujuk mbak Yuna pula."Aku nggak peduli, Mbak. Aku nggak peduli apakah Alifa bisa melahirkan keturunanku atau tidak. Aku mencintai Alifa!" Pria itu memekik setelah ia berhasil membuat sang ibu kembali berdiri."Tapi kamu itu anak laki-laki. Kamu perlu seorang pewaris. Siapa yang akan mewarisi perusahaanmu kecuali anakmu nanti? Memangnya kamu mau, perusahaanmu diberikan kepada keponakanmu?" ucap mbak Rosa seolah-olah ia sangat memihak kepada mas Keenan, meskipun aku tahu benar jika selama ini mbak Rosa dan keluarganya hidup bergantung kepada kami. Untung saja mas Keenan adalah seoran
Bab 77"Kami menunggu kamu, Mas. Adek Gibran ingin sekali bermain sama papanya. Dia kangen bermain mobil-mobilan." Aku menunjuk mobil-mobilan yang teronggok di sudut ranjang."Aku udah bilang kalau aku nggak bisa, Alifa. Aku belum bisa menerima Gibran. Masa iya kamu nggak ngerti?!" "Tapi mau sampai kapan, Mas? Dia itu anak kamu, terlepas dari benih siapapun dia hadir di rahim mantan istrimu!" sentakku. Aku turun dari pembaringan sembari menggendong Gibran dan mendekati mas Aariz. Aku bermaksud menyerahkan Gibran kepadanya. Namun tangan kekar dan kokoh itu menepis dengan keras."Jangan paksa aku, Alifa!""Tapi Adek yang memaksaku untuk melakukan ini, Mas!" Aku balas menangkap tangannya, memaksa tangan besar mas Aariz untuk menempel di dahi Gibran. Meski di awal ia memberontak, tapi akhirnya tak ada lagi pergerakan setelah telapak tangan itu menempel sempurna di dahi Gibran. Akhirnya dia tahu bagaimana kondisi Gibran saat ini.Gibran rewel sejak semalam. Suhu tubuhnya meningkat. Mesk
Bab 76"Pak...." Tubuh wanita itu kembali gemetar, bahkan kertas berisi tulisan tersebut sampai terlepas dari tangannya.Keenan memungut kertas itu, membacanya, lalu meremasnya. Dia tidak berkata sepatah kata pun, kecuali hanya menghidupkan mesin mobil, kemudian tancap gas meninggalkan tempat itu.Keenan sengaja tak merespon. Dia ingin memberi Donita waktu sebentar untuk menenangkan diri. Donita pasti shock berat karena sudah mengalami dua kali kejadian yang membuatnya terguncang. Padahal sebenarnya ini hanya permulaan, dan ke depannya mungkin akan lebih parah dari itu.Hanya ada satu orang yang paling ia curigai.Dia, Eliana. Apakah Eliana benar-benar serius untuk membalaskan sakit hatinya? Tapi biar bagaimanapun, dia sudah bertekad untuk tidak akan pernah mau kembali kepada perempuan itu. Lebih baik dia menduda seumur hidupnya ketimbang harus kembali dengan perempuan kurang waras itu. Tak ada alasan yang membuatnya bisa kembali. Eliana sudah terbukti berselingkuh. Perceraian mere
Bab 75"Biar aku saja yang menemuinya. Kalian lanjut saja sarapan." Pria itu langsung berdiri, padahal dia baru makan beberapa suap. Setelah meneguk minumannya, dia langsung bergegas melangkah menuju ruang depan."Kamu ngapain kemari? Dari mana kamu tahu rumah ini?" Pria itu sangat terkejut. Seketika rentetan pertanyaan masuk di otaknya. Apakah Alifa yang memberitahu Keenan alamat rumah ini? Atau jangan-jangan pria itu mendapat informasi dari ibu Yunita?Ibu Yunita memang berteman dengan ibunya, lebih tepatnya teman arisan. Agak mustahil bukan, jika Ibu Yunita tidak tahu di mana rumah keluarga El Fata? Keenan yang tengah duduk di sofa yang berada di teras ini pun akhirnya berdiri dan berjalan mendekati pria itu."Maaf Dok, saya datang kemari untuk menjemput Donita, karena tadi malam dia bilang jika mobilnya masuk bengkel lantaran ada sesuatu dan lain hal, dan posisinya dia menginap di rumah ini," ujar Keenan."Kamu punya hubungan apa dengan Donita?" Aariz memang tidak tahu apa-apa s
Bab 74"Itu privasi saya, Bu. Mohon maaf, saya tidak bisa menceritakan apapun. Maksud kedatangan saya kemari, hanya ingin memberitahu jika Bu Eliana dan Pak Keenan itu sudah bercerai, dan Sherina bukan anak kandung Pak Keenan. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Sebenarnya saya bisa saja menyampaikan ini lewat telepon, tapi rasanya kurang sopan." Perempuan itu mengambil tas kerjanya, kemudian bangkit. "Saya mohon pamit ya, Bu. Ini sudah sangat sore."Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkan wanita itu berjalan menuju mobilnya. Mobil Donita terparkir tidak jauh dari teras ini. Aku dan bu Wardah melambaikan tangan saat mobil wanita itu bergerak akan melewati pintu gerbang pagar rumah ini.Bugh!Sebuah benda keras tiba-tiba saja mendarat di body bagian depan mobil Donita.Terdengar suara decit rem yang diinjak dengan keras diiringi dengan teriakan perempuan itu."Nita, kamu nggak apa-apa?!" Nafasku ngos-ngosan. Aku memang berlari kencang menghampiri mobil, lalu menarik tubuh perempuan
Bab 73 Beberapa hari kemudian, akhirnya hasil pun ia dapatkan. Ternyata benar prediksi Aryan, jika Sherina bukanlah anak kandungnya. Keenan memerintahkan Aryan untuk menemui Roger dan mengambil sampel dari pria itu untuk kemudian ia kirim bersama dengan sampel Sherina ke laboratorium. "Serius, Bos?" Pria itu memberikan satu pouch berukuran kecil yang berisi dengan rambut dan kuku Roger kepada Keenan. "Ya, Aryan. Aku hanya ingin tahu apakah dia anak Roger atau bukan. Tapi meskipun dia anak Roger, saya akan tetap merawatnya dengan alasan kemanusiaan. Kasihan juga kalau dia sampai terlantar. Memangnya Eliana bisa merawat anaknya sendiri?" Tawa hambar Keenan berderai, memecah suasana pagi ini. Dia menerima pemberian Aryan dan menyimpan di dalam tas kerjanya. Sejak Eliana pergi dari rumahnya, akhirnya Keenan pun kembali menginap di rumahnya. "Saya salut dengan Bapak yang mau berbesar hati merawat seorang anak yang bukan anak kandung Bapak, bahkan ia adalah buah dari selingkuhan m
Bab 72Eliana menatap pria itu dengan tubuh gemetar. Hilang sudah semua rasa percaya diri dan kesombongannya. Sorot mata Keenan yang berkilat-kilat memancarkan amarah dan dendam. Dia tidak pernah menemui keadaan Keenan seperti ini sebelumnya. Semarah-marahnya suaminya, paling-paling hanya melontarkan kalimat yang sedikit kasar, lalu setelah itu pergi menjauh.Eliana begitu takut. Apalagi di kamar ini mereka hanya berdua. Bagaimana kalau Keenan hilang kendali?"Kamu tidak bisa seperti ini, Mas. Kenapa kamu begitu kejam padaku?""Kamu yang membuatku seperti ini. Kamu yang sudah membuatku kehilangan Alifa," ucap pria itu berapi-api. Tadi malam adalah malam yang menegangkan untuknya. Keenan bukan cuma mendapatkan bukti-bukti perselingkuhan Eliana, tetapi juga bukti bahwa Eliana, Rosa, dan Yuna terlibat di dalam makar yang dibuat untuk menyingkirkan Alifa. Dan makar itu direstui oleh ibunya.Jika dulu semua itu hanya sekedar dugaan, asumsi, dan prasangkanya saja, tetapi sekarang dia sudah
Bab 71"Jelaskan, El. Siapa pria ini? Apa dia selingkuhanmu?!" bentak Keenan sembari melemparkan foto-foto itu ke ranjang tempat tidur perempuan itu. Sementara untuk video, dia sudah mentransfer filenya lebih dulu ke ponsel perempuan itu.Tidak mungkin kan, dia membiarkan ponsel mahalnya diberikan kepada Eliana hanya untuk menyuruhnya melihat video?Bisa-bisa ponsel mahal dengan gunungan data penting perusahaan itu remuk tak berbentuk lantaran di amuk oleh perempuan itu."Apa maksudmu, Mas? Ini foto apa?!" Perempuan yang baru saja memejamkan matanya itu tergagap. Kaget dengan sesuatu yang tiba-tiba saja mengenai tubuhnya.Dia bangkit dan mengucek matanya. Eliana sangat mengantuk, karena ia baru pulang menjelang subuh. Dia dan Roger bercinta sampai beronde-ronde. Dia mengantuk dan juga lelah.Mengantuk dan lelah yang terbayar lunas dengan kenikmatan terlarang dan uang yang dia dapatkan. Tak perlu lagi mengemis uang bulanan dari Keenan. Sekali mengangkang saja ia sudah mendapatkan lebih
Bab 70Kakinya terus melangkah mengikuti Donita. Ah, di mana-mana perempuan sama saja. Keenan tersenyum kecil saat Donita menunjuk sebuah tas yang dengan segera diambilkan oleh seorang pramuniaga. Tas selempang berukuran kecil, baling-baling hanya muat ponsel dan dompet. Namun dari tag price tertera 4 juta lebih.Keenan sama sekali tidak terkejut. Dia hanya kagum. Ternyata selera belanja perempuan itu bagus juga. Dia pun mengambil kartu saktinya dari dalam dompet dan segera melakukan transaksi."Mau makan dulu atau mau lanjut belanja?" tawar Keenan. Dia menjejeri langkah perempuan itu sembari membawa paper bag. Keenan menolak Donita yang ingin membawa sendiri barang belanjaannya, karena dia merasa laki-laki lah yang seharusnya membawa barang belanjaan, bukan perempuan.Dia terbiasa memperlakukan Alifa seperti itu. Dulu, saat mereka masih bersama."Makan dulu, Pak. Nanti lanjut belanja. Tapi budget makannya di luar yang voucher 10 juta ya." Bibir perempuan itu full senyum tak lepas mem
Bab 69"Stop! Mas nggak menerima alasan apapun. Pokoknya sebutin nomor rekening kamu. Mas mau transfer sekarang!""Nggak usah, Mas. Masa iddahku sudah lewat. Ini kan cuma legalitas doang, jadi nggak ada tuh urusannya sama masa iddah," ujarku kesal. Kenapa sih mas Keenan jadi memaksa?Kemarin kemana saja? Boro-boro uang iddah, yang ada dia membiarkanku keluar dari rumah hanya dengan pakaian yang melekat di badan."Kalau kamu nggak mau menerima uang iddah, gimana kalau kamu menerima bagi hasil dari perusahaan saja? Sebelum nikah sama kamu, perusahaan Mas masih kecil, nggak berkembang seperti sekarang. Semua itu terjadi berkat kerja keras kamu yang pintar mengelola keuangan. Jadi please, mau ya.""Enggak, Mas. Enggak usah. Aku takut Mama, Mbak Rosa atau Mbak Yuna yang protes. Nanti ribet lagi. Aku nggak mau berurusan sama mereka," ujarku."Tapi ini hak kamu. Kamu jangan bikin Mas menjadi seseorang yang serakah. Mas hanya ingin memperbaiki keadaan, meskipun tidak bisa kembali seperti dulu