Bab 79Aku langsung menurut. Rasanya memang tidak punya tenaga lagi untuk melayani pembicaraan apapun, walaupun hanya sekedar bercanda. Perutku benar-benar lapar. Aku mengambil piring dan mengisinya dengan nasi, lauk dan sayur. Aku memakan makananku dengan lahap tanpa bicara sepatah katapun, tak peduli Atta yang mengamati diri ini yang mungkin dianggapnya jika aku kemaruk. Perutku benar-benar lapar. Perdebatan dengan mas Aariz, lantas berkemas untuk meninggalkan rumah utama, lalu menyusun barang-barang setibanya di apartemen. Ini benar-benar menguras tenaga dan pikiran."Maaf," ucapku lirih sembari bersendawa. Kini perutku sudah kenyang. "Aku kurang sopan ya? Maaf, aku benar-benar lapar.""Tidak apa-apa. Ibu menyusui memang harus banyak makan, karena asinya diperlukan untuk menyusui dua bayi. Dua bayi lho, Mbak, bukan satu bayi lagi." pria itu tersenyum."Iya, Ta. Setelah Anindita ikut menyusu padaku, aku memang lebih cepat lapar dan sekali makan selalu banyak." Aku mengakui sembari
Bab 80Kalau itu benar, alangkah sungguh memalukan!Tapi di mana laki-laki itu? Kenapa tidak ada di kamar ini? Kalau aku mengigau dan berjalan sendiri, pasti aku tengah tidur bersama pria itu. Terakhir yang aku ketahui, pria itu tidur di kamarnya.Aku memijat pelipisku, lalu kembali memindai seisi ruangan. Ruangan ini tampak sepi, hanya ada aku sendirian.Aku turun dari tempat tidur dan memindai penampilanku sendiri. Ternyata pakaianku masih lengkap, bahkan hijab masih melekat sempurna menutup kepalaku. Semuanya masih lengkap, tak kurang suatu apapun. Jam di dinding menunjukkan pukul 05.00 subuh Ah, ternyata aku tidur begitu nyenyak, sampai lupa dengan dua bayiku.Aku bergegas melangkah keluar dari kamar ini. Ketika kakiku melangkah menuju kamar yang ditempati oleh anak-anak dan baby sisternya, aku sempat melongok ke ruang tamu. Sesosok tubuh nampak tertidur pulas di atas karpet, yang tadi malam aku gunakan untuk alas tidur.Lah... kok Atta tidur di ruang tamu sih? Langsung saja a
Bab 81Atta keluar dari mobil dan langsung disambut oleh seorang pria berseragam petugas yang melihat kondisi Atta saat ini. Pria itu dibaringkan di ranjang beroda, lalu didorong masuk ke ruang IGD."Saya bukan orang sakit, hanya luka sedikit. Tidak usah berlebihan," ujar Atta. Pria itu bergerak, berusaha bangkit, namun dicegah oleh seorang pria muda yang barusan mendorong brankar itu."Jangan banyak bergerak dulu, Mas. Mas harus diobati dulu. Luka dan lebamnya lumayan.""Oke." Atta menurut, dia tidak jadi bangkit dan membiarkan dirinya tetap berbaring. Seorang wanita berpakaian putih datang diiringi dengan dua orang pria yang berseragam sama dengan wanita itu.Melihat sekilas kondisi Atta saat ini saja, wanita itu langsung bisa menebak apa yang sudah terjadi."Habis berantem, Mas?" Perempuan itu tersenyum, lalu dengan isyarat ia meminta dua orang perawat untuk membersihkan luka dan lebam yang ada di beberapa bagian tubuh pria itu."Iya, namanya juga laki-laki....""Kalau nggak bisa b
Bab 82"Kita akan tinggal di apartemen ini selama seminggu. Setelah itu, tunggu keputusan dari kami, apakah akan tinggal di rumah yang baru atau di rumah pribadi dokter Aariz. Aku belum bisa memutuskannya sekarang.""Serius, Mbak?" Naira mengedip-ngedipkan matanya lucu. Senyum tergambar di bibirnya.Suasana kamar tidak lagi seramai tadi. Mas Aariz dan Gibran bermain di ruang tamu, sementara Maya tengah berusaha menidurkan Anindita. Mereka berdua berbaring di salah satu kasur dengan satu botol dot yang tengah asyik dihisap oleh bayi itu. "Mbak Alifa beneran mau nikah sama dokter Aariz?""Habis mau gimana lagi? Sejauh mana pun kita melangkah, tetap saja Gibran itu secara hukum adalah putranya dokter Aariz. Bisa-bisa aku dikira menculik anak orang. Tadi malam aku nggak sempat memikirkan hal itu karena sedang benar-benar marah....""Iya juga sih, Mbak. Meskipun dokter Aariz tidak mau mengakui Gibran, tetap saja secara hukum itu adalah anaknya. Mereka bisa menuntut kita kalau mau. Padahal
Bab 83"Mas, jangan samakan aku dengan Winda!" Aku menutup kotak perhiasan itu, memasukkannya dalam beberapa paper bag, dan menyerahkan kepada mas Aariz. "Simpan saja itu, Mas. Ingat, Mas melamar janda, bukan perawan. Tidak perlulah mahar sampai se-fantastis itu." "Aku nggak menyamakan kamu dengan Winda. Lagi pula saat aku menikahi Winda, dia pun juga sudah bukan perawan. Kalian orang yang berbeda, tapi aku harus bersikap adil. Dulu aku melamar Winda dengan satu set perhiasan seharga satu miliar. Aku merasa, aku harus bersikap adil sama kamu, jadi kamu pun harus mendapatkan hal yang serupa, atau mungkin kamu ingin mahar yang lain? Tapi ingat, yang rentang harganya 1 miliar ya."Ya Allah.... Aku beristighfar berkali-kali, sembari mengusap dadaku. Mas Aariz begitu enteng menyebut angka 1 miliar. Ini baru mahar. Belum termasuk dengan biaya penyelenggaraan acara akad nikah dan keperluan yang lain. "Aku tidak pernah meminta mahar yang mahal, Mas. Wanita yang baik itu adalah wanita yang
Bab 84"Mengapa tidak?! Aku bukan perempuan kayak kamu yang nggak cukup hanya dengan satu pria. Aku akan setia sama mas Keenan sampai akhir hayatku," ujar Aina dengan penuh percaya diri."Meski dia bangkrut sekalipun?!" Lagi-lagi aku berusaha memancingnya, karena aku masih teringat bagaimana kerasnya usaha Aina untuk mendapatkan mas Keenan tempo hari. Mas Keenan memang idolanya Aina, apalagi waktu itu semua keluarga besar kami tahu jika mas Keenan adalah seorang pengusaha. Waktu itu usia Aina baru 17 tahun, tetapi lagaknya seperti wanita dewasa saja yang kegatelan ingin dinikahi.Entah siapa yang mengajarinya, karena setahuku bibi Santi orang baik. Selama aku masih tinggal bersama paman Ardi dan bibi Santi, tidak pernah sekalipun dia mengajarkan hal yang aneh-aneh padaku dan anak-anaknya yang lain. Apa itu efek dari pergaulannya Aina di luaran sana?"Dia tidak mungkin bangkrut. Kalaupun usahanya mundur, dia pasti akan tahu bagaimana caranya untuk bangkit," ujar Aina lantang. Dia menat
Bab 85Aina memang ajaib dari dulu, dan sekarang setelah fitnah itu mengenaiku, makin bertambahlah keajaiban gadis itu. Dia memanfaatkan kejatuhanku sebagai peluang untuk menaikkan dirinya sendiri."Yang diperlukan laki-laki itu bukan cuma wanita yang cantik secara fisik, tetapi juga cantik kepribadian. Laki-laki yang dewasa dan mapan secara personal juga butuh perempuan yang cerdas, yang punya visi dan misi untuk membangun keluarga yang baik. Kalau cuman sekedar ngangkang di tempat tidur sih, pelacur juga bisa....""Mas, apaan sih? Omonganmu ya kok nggak disaring dulu?!" Wajahku seketika merona."Tapi omonganku benar, kan? Kalau cuman buat melayani kebutuhan biologis doang, pelacur juga bisa. Tapi... kita cari istri, pendamping yang akan menemani kita seumur hidup, jadi mestinya harus punya visi dan misi yang sama, nggak cukup cinta, Sayang.""Iya Sayang." Aku balas meledek. Gemes juga akhirnya, karena pria yang dingin ini memanggilku Sayang. Terbayang di otakku bagaimana mas Aariz m
Bab 86"Mas...."Bugh bugh bugh.... Keenan merengsek maju, menjatuhkan pukulan bertubi-tubi kepada pria itu. Hatinya panas ketika melihat penampilan Donita. Sebagai pria dewasa, dia tentu paham apa yang semalam mereka lakukan saat ia tengah menengok putrinya di rumah sakit."Siapa kamu?! Berani-beraninya masuk ke apartemen ini?!" bentak Keenan."Siapa aku?!" Pria itu malah menyeringai. "Aku pikir kamu bisa mengenaliku karena pernah menyuruh anak buahmu untuk meminta sampel kuku dan rambutku."Hah?!"Jadi kamu?!" Keenan menyeret tubuh telanjang Roger dan membawanya ke ruang tamu, tanpa peduli dengan Donita yang berteriak histeris.Pasti Donita merasa ngeri dengan perlakuan Keenan pada Roger, namun pria itu sengaja mengabaikan. Segala macam pertanyaan memenuhi otaknya. Kalau memang pria ini adalah selingkuhan Eliana kenapa berani memasuki apartemennya dan bercinta dengan Donita?"Untuk apa kamu kemari? Aku hanya meminta sampel kuku dan rambutmu untuk tes DNA agar aku tahu putriku itu
Bab 171Langkahnya tersaruk-saruk dengan tangan gemetar menenteng tas besar. Lisa akhirnya memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dasar bangunan pencakar langit ini. Tas besar itu berisi seluruh pakaiannya dan terasa cukup berat baginya. Perempuan itu baru merasakan punggungnya yang sakit akibat didorong oleh Winda saat menyandarkan dirinya di dinding lift. Kebetulan hanya ada dia seorang di sana.Mungkin ini hampir tengah malam, jadi lift sepi."Wanita sinting! Kapok aku kerja sama dengan dia. Padahal seharusnya dia tanggung jawab, karena gara-gara ini aku harus kehilangan pekerjaan. Masih untung Mas Atta masih mau mengampuniku dan tidak membawa kasus ini ke jalur hukum," gumam Lisa. Dia memejamkan matanya sejenak."Sudah nggak dapat bayaran, kehilangan pekerjaan pula! Sial benar aku. Tapi ya, sudahlah. Sudah terlanjur pula, nggak bisa balik lagi. Aku juga nggak mungkin kerja di kota ini. Lebih baik pulang kampung saja."Terbayang di kampungnya, ibunya yang tengah sakit dan but
Bab 170"Jadi kamu gagal? Keterlaluan! Lalu apa gunanya kamu kemari?" bentak Winda."Saya ingin menagih bayaran yang sudah Nyonya janjikan, karena saya sudah melaksanakan tugas dengan baik. Soal berhasil atau gagal, itu bukan urusan saya, Nyonya, karena itu tergantung kepada keberuntungan atau tidaknya. Dan Mbak Alifa rupanya masih beruntung, dia hanya memakan sedikit dari bubur itu, lalu merasa lemas dan Dokter Aariz dengan cepat memberinya tindakan. Apa Nyonya lupa, jika mantan suami Nyonya itu adalah seorang dokter?!"Tentu saja Lisa tidak mau disalahkan. Dia tidak ingin usahanya gagal begitu saja. Sudah diusir dari rumah keluarga El Fata, tidak mendapat bayaran pula. Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Hanya saja Alifa memang beruntung. Ulahnya kepergok oleh bi Narti. Meskipun perempuan itu hanyalah perempuan kampung, tetapi rupanya bi Narti cukup cerdik. Merasa ada yang mencurigakan, bi Narti malah menyimpan bubur itu ke tempat rahasia, lalu setelah dirasa situasi cuk
Bab 169Atta memang sungguh tidak terduga. Dia cerdik melebihi ekspektasi, walaupun terkadang sikapnya rada menyebalkan. Tapi Aariz tidak menampik, Atta memang memiliki kepekaan tinggi jika ada bahaya disekitar mereka.Dia dan Atta memang jarang akur, jarang satu pemikiran dan pendapat, tapi mereka tetaplah saudara. Di dalam diri mereka mengalir darah yang sama, darah El Fata.Di sela-sela kesibukannya yang berkali-kali lipat meningkat sejak Hotel Permata bekerjasama dengan perusahaan milik Keenan, Atta tetap meluangkan waktunya untuk mengamati perkembangan yang terjadi di rumah utama, terutama Alifa dan orang-orang yang berada di sekitar perempuan itu. Bahkan Naira dan Maya pun tidak luput dari perhatian Atta, walaupun sebenarnya kedua gadis itu bisa dipercaya.Aariz dan Alifa bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Meski Alifa selalu berusaha menutupi kehamilan dengan pakaian longgar, tetapi memakai pakaian yang sangat longgar bukan merupakan style Alifa. Alifa memang menyuk
Bab 168"Sudah berapa bulan, Mbak?" tunjuk Atta pada perut Alifa."Berapa bulan?!" Perempuan itu sangat terkejut. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehamilannya selain mereka berdua."Mbak bisa menyembunyikan kehamilan pada semua orang, tetapi tidak padaku." Pria itu tersenyum, tapi senyumnya terasa amat misterius."Berapa bulan apanya? Kamu jangan macam-macam deh!" sergah Aariz. Tentu saja ia panik. Dia tidak menyangka ternyata ada orang yang mengetahui kehamilan Alifa, padahal mereka sudah berusaha maksimal untuk menutupi fakta itu."Aku hanya menginginkan kejujuran kalian. Mbak Alifa sudah hamil berapa bulan?" tegas pria itu. "Jangan coba-coba mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin menguji kejujuran kalian."Alifa terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya mendesah. "Sudah hampir 5 bulan, Ta. Dari mana kamu tahu jika aku hamil?""Akhir-akhir ini Mbak Alifa terlalu tertutup sama aku. Di awal aku malah berpikir jika Mbak ingin menghindariku setelah menikah dengan Mas
Bab 167"Masa Mas bohong sih?"Setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada keluarga pasien, termasuk menahan kekesalannya terhadap keluarga pasien yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan anggota keluarganya, bahkan malah lebih khawatir kehilangan sawah ketimbang nyawa istri sendiri, Aariz langsung kembali ke ruangan pribadinya di rumah sakit umum ini. Tentu dia mencemaskan Alifa yang harus ia tinggalkan sendirian di ruangan ini, apalagi proses operasi pengangkatan rahim itu memakan waktu berjam-jam karena penuh dengan pendarahan dan prosedurnya jauh dari kata mudah.Sebagai seorang dokter kandungan, satu hal yang paling ia hindari adalah operasi pengangkatan rahim, karena ini yang paling krusial. Bukan cuma tingkat kesulitannya yang tinggi, tapi juga tingkat emosional, karena diangkatnya rahim dari tubuh seorang perempuan, berarti mematikan harapan perempuan itu beserta keluarganya untuk mendapatkan keturunan.Terbukti, dia harus berjuang mati-matian untuk meya
Bab 166 "Mana suaminya? Panggil kemari ya." perintah Aariz kepada Nia, yang dengan segera dituruti gadis itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan. Hanya berselang 5 menit, Nia sudah datang diiringi dengan dua orang laki-laki. Seorang laki-laki separuh baya, dan satu lagi merupakan laki-laki yang sudah tua renta. "Silahkan duduk." Pria itu mendengus kasar sebelum akhirnya ia berhasil menguasai dirinya. Sebenarnya dia ingin sekali marah, tapi dia tetap harus menjaga sikap. Ini adalah kedua kalinya dia bertemu dengan suami dari pasien yang mengalami pendarahan pasca operasi caesar ini. Dua tahun yang lalu dia juga menangani kasus yang sama. Jejak rekam medik pasien bernama Rusmina ini membuat Aariz rasanya ingin angkat tangan saja. "Mohon maaf, dua tahun yang lalu saya lah yang menangani persalinan ibu Rusmina, persalinan anak ketiga yang waktu itu pun juga mengalami kasus yang sama. Persalinan lewat operasi caesar dengan kasus plasenta akreta dan obesitas. Saat itu saya sudah m
Bab 165"Aku ikut, Mas!" Perempuan itu mengambil tasnya, lalu memegang tangan sang suami, membuat Aariz menghela nafas berat. Dia tentu paham maksud sang istri."Kamu yakin? Mas tidak tahu kapan kita bisa pulang. Mungkin malam....""Tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di ruang pribadi Mas seperti biasa.""Baiklah." Pria itu berjongkok, lalu mencium pipi anak sambungnya sekilas. "Papa dan Mama berangkat dulu ya. Gibran baik-baik sama tante Naira."Beruntungnya tidak ada drama yang menghambat kepergian mereka. Gibran anak yang anteng dan jarang rewel. Dia sudah biasa hanya bersama pengasuhnya. Aariz mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, meski tidak ugal-ugalan. Dia tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas, apalagi ada istri di sampingnya.Alifa hanya terdiam. Dia tidak berminat untuk berbicara dengan sang suami, dan justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Frasatnya sudah tidak enak saat dokter Halimah menelpon. Alifa tahu dokter Halimah adalah orang yang loyal kepada suaminy
Bab 164 "Program masih berjalan, walaupun tidak terlalu efektif. Ada orang yang dikhususkan untuk mengurusi itu," jelas Aariz. "Kok bisa? Bukannya kemarin banyak yang menyambut antusias program itu? Terutama para ibu hamil atau pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan dan punya anak." Alifa menyerngitkan kening. Dia baru ingat, karena terlibat secara langsung saat launching program itu. Dan dia melihat sendiri bagaimana antusiasme para undangan yang memenuhi tempat acara itu, terutama ibu-ibu hamil yang memang pernah memeriksakan kandungan ke RSIA Hermina, atau yang sedang menjalani promil. "Mas juga kurang tahu apa sebabnya, tetapi Mas bersyukur masih banyak juga orang yang percaya dengan RSIA Hermina, dan masih banyak orang yang mau menitipkan uangnya agar nantinya mereka bisa merencanakan persalinan yang aman dan selamat." "Itu tujuan kita, bukan?" tukas Alifa. "Itu tujuan utama, di samping pihak rumah sakit pastinya akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan
Bab 163Membayangkannya saja sudah membuat Alifa merasa ngilu, apalagi jika ia sendiri yang mengalaminya. Jangankan riwayat SC 3 kali, riwayat SC 1 kali pun pasien tidak boleh melahirkan di rumah, apalagi tanpa ada bantuan dari tenaga medis. Seharusnya ketika pasien akan melahirkan, harus dirujuk ke rumah sakit yang lengkap peralatan dan tenaga medisnya, karena melahirkan normal dengan riwayat SC sebelumnya rentan terjadi robekan rahim yang bisa mengancam jiwa, baik ibu maupun bayi.VBAC ( Vaginal Birth After Cesarean) atau persalinan normal setelah operasi caesar tidak bisa dilakukan sembarangan, harus di awasi ketat oleh dokter kandungan. Bukan cuma itu. Fasilitas operasi harus disiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi komplikasi di dalam persalinan, semisal robekan di rahim.Aariz benar-benar mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sangat tinggi. Dia bahkan memijat pelipisnya berkali-kali dengan keringat dingin yang membasahi dahi. Bukan sekedar nyawa pasien yang menjadi taruhan