Share

Bab 18

Penulis: Jingga Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-21 10:14:29

"Tolong, jangan menyentuhku," ucapku pada Bella ketika ia hendak memeluk tubuhku.

Ia mengerucutkan bibir, sepertinya kecewa dengan penolakanku.

"Kenapa? Kenapa kamu berubah, Mas?" tanyanya ketika aku beranjak menjauh darinya.

Aku terdiam, duduk membelakanginya yang telah merebahkan tubuhnya di atas peraduan. Dadaku kembang kepis, segala macam pikiran menyelimuti hatiku.

'Kirani, Zafar, ayah rindu, Nak.'

Hatiku bergejolak, terlebih ketika mengingat tentang ibu. Aku kini merasa sangat berdosa dengan telah menyakiti hati wanita yang telah melahirkanku. Bahkan aku lebih mementingkan egoku daripadanya.

Sudah dua malam ini aku tak dapat tidur nyenyak meski Bella telah erat memelukku. Hatiku bimbang, rindu lebih tepatnya.

Jika biasanya aku tak akan merasa serindu ini meski telah berbulan-bulan tak pulang ke rumah, tapi entah kenapa rindu ini begitu membelenggu meski perpisahanku dan anak-anak belum genap satu bulan. Begitu juga ibu, selama ini bahkan aku seperti mengurung Namira agar menjag
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 19

    Semakin lama penyesalan ini semakin jelas kurasakan. Kehidupan yang kusangkakan akan jauh lebih bahagia ketika memiliki dua istri nyatanya kini perlahan mulai menghancurkan hatiku, bahkan hidupku.Tak hanya kehilangan istri pertama saja, melainkan aku juga kehilangan kedua anakku dan juga ibuku. Ya, ibuku, orang yang telah melahirkanku di dunia ini. Orang yang kujaga dan kusayangi hingga mengorbankan Namira untuk tetap tinggal di kampung dan menjaganya. Nyatanya semua yang kulakukan justru menjadi penghancur hidupku sendiri.Boleh dikatakan aku adalah manusia yang terlalu haus akan nafsu duniawi. Tak cukup dengan satu kenikmatan yang kudapat, aku justru merusak kebahagiaan yang telah kupunya sebelum ini.Mungkin sebutan dapat melihat tanpa bisa menyentuh kini mulai menyelimuti hidupku. Ketika aku hanya bisa melihat kedua anakku dan juga ibuku dari kejauhan tanpa bisa menyentuh atau memeluknya. Bahkan sekedar melihatku saja mereka sudah enggan.Aku menangis tergugu di pojok kamar, mera

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-22
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 20

    "Bagaimana? Kamu masih mau menerima dan memaafkanku, kan?" terangku saat aku berhasil mengajak Namira bertemu di sebuah restoran di pusat kota.Tak sedikitpun ia mau menatapku. Apakah sudah sebenci itu ia padaku? Padahal bukankah setiap manusia itu pasti selalu ada salah dan khilafnya?"Nay ....""Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, sekarang aku bukanlah wanita manjamu seperti dulu lagi," jawabnya menohok hatiku.Ah, benarkah yang ia katakan itu? Padahal dulu ia sangat senang jika aku memanggilnya dengan sebutan itu. Ya Tuhan ... Apa benar, jika kesalahanku ini sudah tidak dapat lagi dimaafkan?"Tapi kenapa? Bukankah setiap manusia itu memang tempatnya salah dan dosa? Apa aku tidak pantas mendapat maaf darimu? Bahkan Tuhan yang menciptakan seluruh umat di dunia ini saja Maha Pemaaf," tuturku lagi berusaha membela diri.Sejujurnya aku malu, malu karena harus merendahkan diriku sendiri dihadapan wanita. Karena selama hidupku, tak sekali pun aku mau merendahkan diriku seperti ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-24
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 21

    Seharusnya bukan Namira yang harus menderita usai ini, tapi aku. Kini aku mulai sadar bahwa apa yang telah kulakukan pada anak dan istriku juga ibuku sangat jahat. Aku rela mengkhianati mereka demi sebuah kepuasan semata.Kini, aku telah menuai apa yang telah kulakukan selama ini. Bella melangkah pergi bersama pria yang ia anggap jauh lebih bisa membahagiakannya.Pertengkaran demi pertengkaran yang terjadi antara aku dan Bella membuatku semakin lama semakin sadar bahwa memang dia bukan yang terbaik untukku. Aku sadar bahwa rupa tak akan menjamin kebahagiaan, melainkan isi hati lah yang akan membawa ke dalam kebahagiaan sejati.Kuakui memang Namira tak secantik Bella, tapi hatinya jauh lebih cantik dari Bella yang pernah kuagungkan dulu. Ia dengan tulus ikhlas telah mau merawat ibuku dengan baik, melahirkan dua anak yang akan menuntunku ke surga. Tapi apa yang aku perbuat? Bahkan aku jauh lebih hina dibanding seekor anjing di pinggir jalan."Aarrgghh ...." teriakku kasar di pinggir jal

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 22--Kehidupan Baru

    [Uang sudah kukirimkan. Salam untuk anak-anak dan ibu, ya]Sebuah pesan singkat kukirimkan pada nomor Namira yang dari awal kami bertemu hingga sekarang tidak pernah ganti. Pernah sekali ia mengganti nomor teleponnya waktu awal-awal hubungan kami retak. Namun entah kenapa ia justru kembali menggantinya dengan nomornya yang lama.Sampai saat ini bingkai foto keluarga yang kubanggakan dari dulu tak kuturunkan dari meja kerjaku. Sebuah foto kecil berisikan diriku, Namira dan kedua anakku.Saat ini usia Kirani dan Zafar sudah semakin besar. Perpisahanku dan ibunya sudah hampir dua tahun. Dan selama itu pula aku belum bisa bangkit dari keterpurukanku.Kuremas kertas kerjaku kasar, lalu kulempar sembarang. Aku tak perduli itu kertas penting atau bukan. Saat ini rasa sakit benar-benar tengah menelusup dalam dada.Penyesalan? Ah, sudah pasti. Jangan ditanya lagi selama hampir dua tahun ini aku menyesal atau tidak. Sudah tentu jawabannya iya, aku menyesal dan sangat menyesal. Namun apa daya? N

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 23

    Hampir semalam suntuk aku tidak bisa memejamkan mata usai bertemu dengan Bella dipernikahan Mela. Rasanya seperti mimpi buruk karena selama hampir dua tahun ini aku berusaha keras menghapusnya dari ingatanku. Dia memang wanita cantik, tapi buruk hatinya.Ah, sudahlah. Seharusnya aku tidak terlalu menyalahkannya karena pada dasarnya aku sendiripun juga salah telah dengan sengaja menduakan Namira dengan wanita seperti itu. Sekarang aku sadar jika Namira memang tidak pantas disamakan dengan wanita manapun, dan sedihnya sekarang semua sudah terlambat.Pagi ini aku bersiap-siap hendak ke rumah Namira. Rasa rinduku pada anak-anak sudah tak terbendung lagi. Ibuku pun juga, aku sangat merindukannya.Em ... Sebenarnya dengan Namira juga, tapi aku sudah tidak memiliki kuasa atas hal itu. Lebih baik aku memendam perasaan ini sendiri saja.Kemeja biru sudah bertengger di badanku. Gku mematut diri di depan kaca. Wajahku masih tampan, tubuhku masih kekar, tapi entah kenapa hatiku justru sangat rap

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-01
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 24

    'Bugh'Sebuah pukulan mendarat dengan sempurna di pipi kiriku. Tak tanggung-tanggung, Hendra memukuliku lagi hingga empat kali. Dan hal itu sukses membuat sudut bibirku berdarah."Ada apa ini?" tuturku tak paham dengan mengusap sudut bibir yang sudah basah dengan darah.Wajah Hendra merah, sorot matanya pun tajam. Raut wajahnya benar-benar mengisyaratkan sebuah amarah dalam dirinya. Namun kenapa?Bahkan sampai sekarang aku masih belum paham dengan pesannya pagi tadi. Aku, mengganggu istrinya? Apa aku salah baca? Bahkan aku saja sudah muak dengannya."Jangan banyak bicara! Kamu memang pantas mendapatkan ini!" teriaknya lantang di depan rumahku dengan hendak memukulku lagi.Namun kali ini aku berhasil menangkisnya. Tangan Hendra kupegangi hingga tak bisa mengenai pipiku lagi."Hentikan. Ada apa ini!" Kuputar pergelangan tangannya hingga ia berbalik kesakitan.Awalnya aku tak tahu akan diserang, oleh sebab itu aku bisa berdarah seperti ini. Aku dan Hendra sama-sama duda. Bahkan ketika m

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 25

    Dua tahun berpisah, dan Namira sudah siap mengarungi bahtera rumah tangga baru? Aku kira dia akan lama mendapatkan gantiku, nyatanya tidak.Aku pikir berpisah dariku akan meninggalkan bekas yang dalam hingga akan lama membuka lembaran baru. Bukankah biasanya wanita akan seperti itu? Terlebih Namira pasti sibuk mengurusi kedua anak kami dan ibuku.Bagaimana bisa, dia justru sudah akan menikah? Dasar, ternyata dia sama saja.[Kamu akan menikah?]Kukirimkan pesan balasan dengan santun meski sebenarnya hatiku terbakar. Entah, ini perasaan apa. Perasaan cemburu, atau tak terima.Sekitar lima menit pesanku tak mendapatkan balasan. Mungkin dia pun sedang sibuk membalas atau mengirimkan pesan pada yang lain.Kuteguk minuman dingin di hadapanku, lalu kusandarkan tubuhku di kursi. Semenjak berpisah dengan Namira ataupun Bella, kini aku tinggal disebuah kontrakan di salah satu perumahan.Semua uang gajiku sudah berhasil masuk kembali ke rekening setelah aku membuat rekening baru setelah sebelumn

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06
  • Menyesal Usai Mendua   Bab 26

    Ahmad masih tertegun dengan keterkejutannya. Dia tak berkedip dan tak berkomentar saat aku menjelaskan soal masalaluku dengan Bella.Memang selama ini Ahmad adalah orang yang tahu banyak soal hidupku, tapi dia tak tahu soal Bella. Aku sengaja menutupi jati diri wanita keduaku karena tak ingin oranglain nantinya akan mengolokku.Namun ternyata rencana Tuhan jauh lebih dari yang aku bayangkan. Mau sejauh apapun aku berlari, jika masalah itu hendak datang kepadaku, maka memang akan datang dengan sendirinya."Hei, biasa aja natapnya, nanti suka loh sama aku," ucapku meledek dengan gaya kemayu.Ahmad lantas mengangkat kedua bahunya bergidik, lalu memalingkan wajahnya. Sedangkan aku hanya terkekeh pelan. Aku tahu jika apa yang kukatakan ini benar-benar mengejutkannya."Gil* kamu, Bro.""Ya, aku memang gil*. Gil* wanita dan gil* nafs*. Namun sekarang aku sadar jika semua itu justru membuatku pada kemalangan. Andai dulu aku tak bernafs* memiliki dua istri, mungkin semua tak akan jadi seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07

Bab terbaru

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 39

    "Kamu sudah siap?" bisik Leo di telingaku. Aku hanya mengangguk singkat, lalu berjalan pelan ke arah wanita yang sudah menungguku di depan sana. Jantungku berdegup kencang, tak kalah ketika menikah dengan Namira dulu. Di belakangku ada setidaknya sepuluh orang yang menemaniku termasuk Ahmad, Namira dan Hendra. Aku tak membawa banyak orang karena memang tempatnya tak dekat dengan tempat tinggal kami. Aku hanya membawa teman-teman dekatku saja. Clara terlihat sangat cantik hari ini. Senyum manisnya mengembang di sudut bibirnya. Kulihat kedua orangtuanya juga sangat bahagia hari ini. Sebetulnya aku sedikit berkecil hati karena takut jika orangtuanya akan menolakku. Bagaimana tidak, Clara itu masih gadis sedangkan aku adalah seorang duda beranak dua yang mana aku sangat wajib menafkahi kedua anakku meski sudah tak bersama ibunya. "Sebenarnya, kedatangan saya kemari adalah ingin mempersunting Clara, Pak, Bu." Ingatanku kembali pada sebulan yang lalu saat aku pertama kali datang kemari

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 38

    Aku tidak ingin berlama-lama, semua langsung kubicarakan diintinya saja. Biarlah, aku memang ingin semua segera cepat selesai dan mendapatkan jawaban atas semua yang kurasakan. "Maksud Anda?""Jangan memanggilku seperti itu. Ini kan sudah diluar pekerjaan, sekarang yang ada adalah Rey dan Clara."Kulihat ia menghela nafas lagi, "baiklah. Maaf jika kemarin aku lancang mengirimkan surat itu padamu. Sebenarnya.... ""Justru karena itu aku datang kemari ingin berterimakasih padamu karena berkat surat itu sekarang aku bisa membuka mata lebar-lebar bahwa memang sudah saatnya aku memikirkan soal perasaanku dan aku memang sudah bangkit. Clara, tujuanku datang kemari adalah ingin benar-benar serius dengan seluruh perkataanmu itu. Bisakah aku memulai semuanya dan singgah di hatimu? Jika kamu berkata iya, aku siap kapanpun kamu bersedia kunikahi," kataku tanpa ragu sedikitpun karena aku memang sudah yakin dengan apa yang kurasakan ini. Clara terlihat sedikit terkejut, lalu menggeleng. "Tapi ak

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 37

    Jantungku berdegup kencang saat pesawat yang membawaku sudah hampir sampai. Ini kali pertama aku pergi jauh sendirian dan tanpa alamat yang pasti. Bisa saja alamat yang diberikan oleh Clara saat itu pada Ahmad tak nyata, tapi konyolnya aku tetap terbang dan mencarinya. Dan ini juga merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Bahkan aku sama sekali tidak mengenal siapapun disini. Semoga saja perjalananku kali ini lancar hingga aku bisa bertemu dengan Clara. Setelah memantapkan hati selama seminggu ini aku akhirnya benar-benar terbang ke Sumatera. Awalnya aku ragu dengan perasaanku sendiri. Clara, karyawan baru yang mengaku menyukaiku. Aku mengira jika dia tak benar-benar serius dengan perkataannya, bahkan aku hanya menganggapnya lelucon. Terlebih saat Ahmad selalu menjodohkanku dengannya. Aku pikir memang Ahmad ingin aku bangkit dan melupakan masalaluku. Namun ternyata dia sendiri justru memendam perasaan pada wanita itu.Entah aku ini bisa disebut sebagai teman

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 36

    Aku masih tertegun dengan semua penjelasan Ahmad mengenai semua perasaannya selama ini pada Clara. Sedikitpun aku tak menyangka bahwa justru dia yang memiliki perasaan pada wanita itu. "Em, aku tak tahu harus bicara apa," kataku seraya menatapnya yang baru jujur kepadaku. "Bro, setidaknya aku pun sudah lega sekarang. Meskipun dia tak bisa kuraih tapi aku sudah cukup dengan berkata jujur padamu, dan sekarang aku mau kamu mengejarnya. Aku yakin hatimu pun tak sedingin itu, kan?" tanyanya sontak membuatku terkejut lagi."Maksud kamu?""Hahaha, sudahlah. Kita ini sama-sama sudah dewasa. Aku tahu maksudmu dan kamu pun pasti tahu apa yang kumaksud," katanya lagi. Aku mengalihkan pandangan darinya, jujur saja aku masih benar-benar terkejut dengan semua penuturannya. Kedatanganku yang awalnya hanya ingin mencari tahu perihal foto yang ia kirim nyatanya justru mengejutkanku seperti ini. Sebetulnya aku pun merasa bersalah pada Ahmad karena sebagai seorang sahabat aku justru tidak tahu menge

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 35

    Tiga hari sudah kepergian Ibu. Semakin kesini aku tak semakin terbiasa tapi justru semakin terbayang-bayang. Bagaimana tidak, ia adalah wanita yang sudah melahirkanku ke dunia. Dari kecil aku selalu dimanja dan semua keinginanku dituruti olehnya.Sedikitpun tak ada perlakuan kasar darinya meski aku sudah menyakiti hatinya. Kesalahanku pada Namira, adalah salah satu dosa yang sampai saat ini mungkin tak bisa terhapus.Aku begitu tega menyakiti hati ibuku dengan menduakan Namira. Namira adalah menantu kesayangan Ibu sampai-sampai ketika kami berpisah Ibu justru memilih tinggal bersama mantan istriku itu.Jangan tanya seberapa besar penyesalanku. Sungguh, mungkin jika diukur tak akan pernah ada habisnya.Seharusnya aku bisa membahagiakan Ibu, tapi nyatanya sampai akhir hayatnya aku justru tak ada di sampingnya. Jika aku masih diberi kesempatan mungkin aku akan memperbaiki semua yang sudah pernah kulakukan dulu.Kuusap air mata yang menggenang di pelupuk mata, lalu bangkit setelah mencium

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 34

    Pikiranku sudah melayang. Aku tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Di dalam sana Ibu tengah berjuang sendiri, dan itulah yang membuatku merasa tidak berguna menjadi seorang anak. "Tolong selamatkan Ibu saya, Pak. Saya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu," tuturku sendu, dan memang itulah yang terjadi. Dokter itu hanya mengangguk dan terlihat memberikan senyuman dari balik masker yang ia kenakan. Meski aku merasa jika dokter itu hanya ingin membuatku tenang, tapi nyatanya aku memang sedikit tenang usai dokter menjawab iya atas semua perkataanku. "Banyak-banyak doa saja ya, Pak. Saya akan usahakan yang terbaik," ucapnya sebelum pada akhirnya meninggalkanku, Namira dan Leo. Namira masih menangis di pelukan suaminya, sedang aku lantas duduk di kursi panjang sembari menahan air mataku agar tak jatuh. Bukan perkara apa, aku hanya tidak ingin jika air mataku justru akan membebani Ibu di dalam sana. Apapun yang nantinya terjadi, aku akan ikhlas dan memang harus ikhlas. Buk

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 33

    "Mas Ibu pingsan, aku sama Mas Leo sudah membawanya ke Rumah Sakit Sehat Sentosa. Kamu bisa kesini nggak?" ucap Namira panik dari seberang sana. Aku yang semula masih fokus ke layar komputer lantas mengalihkan pandangan. Memang tak biasanya Namira menghubungiku tengah hari begini. Dan benar saja, dia membawa berita buruk. "Pingsan?""Iya, sekarang masih ada IGD," ujarnya lagi dengan sedikit kebisingan di belakang sana. "Ba-baik aku akan segera kesana."Tanpa banyak bicara aku lantas bergegas setelah mendapatkan ijin pada Bos. Beruntung, aku bekerja di tempat yang tepat sehingga saat-saat genting seperti ini aku bisa langsung mendapatkan ijin dengan mudah. Pertanyaan yang dilontarkan beberapa teman kantor tak kuhiraukan karena pikiranku sangat kalut. Mereka bertanya mengenaiku yang terlihat sangat terburu-buru. Wajar, biasanya aku ini orangnya sangat tenang, tak seperti hari ini. "Hei, kamu mau kemana? Buru-buru banget," teriak Ahmad yang melihatku berjalan setengah berlari ketika

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 32

    Seminggu berlalu dan pada akhirnya Clara sudah bisa kembali masuk kerja. Seperti biasa, ahmad selalu meledekku soal Clara. Padahal aku sendiri belum memikirkan apapun. Jangankan untuk membuka hati lagi, berbincang dengan wanita dengan intens saja rasanya masih enggan. "Kamu udah nengokin Clara? Dia udah masuk tuh," ledek Ahmad ketika sampai di ruanganku. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu menggeleng. "Ih parah banget. Aku kira kamu bakal lebih perduli, dulu aja pas baru pingsan kamu sampai bela-belain ke rumah sakit."Kutarik nafasku dalam, lalu kuletakkan bolpoinku. "Ya itu karena kemanusiaan, lagipula waktu itu aku udah nengokin jadi sekarang nggak lagi," jawabku sekenanya, malas berdebat dengan Ahmad. "Yaudah kalau gitu, aku mau keruangan dia dulu."Ahmad berlalu setelah aku tak terlalu menanggapi perkataannya. Biarkan saja, pasti dia nanti akan kembali ke ruangan ini lagi. Tiba-tiba aku teringat soal perkataan Clara tempo hari waktu di rumah sakit. Katanya dia mau resign, tapi

  • Menyesal Usai Mendua   Bab 31

    "Selamat, ya. Semoga bahagia," ucapku seraya menyunggingkan senyum kecut. Namira dan suaminya tersenyum dan menyambut uluran tanganku. Kedua anakku pun terlihat sangat bahagia di kursinya. Mereka duduk dengan neneknya alias ibuku. Tak kalah dengan kedua anakku, ibu juga terlihat bahagia. Apa hanya aku saja yang saat ini terlihat sedih? Sebenarnya aku juga tak terlalu memperlihatkan kesedihanku karena rasanya tak etis jika aku masih bersedih ketika mantan istriku menikah lagi. Terlebih semua ini terjadi juga karena ulahku sendiri. Aku menarik nafasku dalam, lalu kuhembuskan. Namira dan Leo tidak boleh tahu jika sebetulnya aku ini masih sedikit tak rela atas pernikahan mereka. "Terimakasih, terimakasih juga sudah berkenan hadir," jawab Namira singkat. "Em, aku mohon ijin untuk ikut serta merawat dan membesarkan anakmu." Kali ini Leo berkomentar, dan lagi-lagi aku hanya tersenyum kecut. Andaikan saat itu aku tak gegabah, pasti saat ini semua masih menjadi milikku. Dan tentu saja an

DMCA.com Protection Status