Reza bergegas mencari Via untuk mengembalikan gelang. Tempat yang pertama di datangi adalah kosan. Namun, Reza tidak menemukan Via di sana, bahkan saat ditelepon pun, Via tidak menjawab. Sempat memikirkan beberapa tempat yang mungkin dikunjungi Via, Reza akhirnya memutuskan untuk mencari sambil berjalan. Siapa tahu bisa menemukan Via tanpa sengaja di sekitar tempat tinggalnya. Akan tetapi, begitu hendak masuk mobil, seorang wanita tua menghampiri Reza dan bertanya, “Sedang cari siapa?” Reza menoleh, tersenyum sesaat kemudian menjawab, “Saya mencari Via, Nek.” “Oh, dia sedang berkunjung ke Panti Werdha Kasih Putih untuk menemui ibunya.” “Panti Werdha Kasih Putih?” Wanita tua itu mengangguk dan mengatakan jika Via memang sering datang ke sana untuk menemui ibunya.“Baiklah. Terima kasih, Nek. Saya akan menyusul ke sana,” ucap Reza seraya mengangguk sopan sebelum akhirnya benar-benar masuk ke mobil. Sesampainya di panti, tanpa diduga Reza melihat Eyang Wiryo yang tengah memberi b
Via menyiapkan beberapa berkas laporan yang diminta oleh Candra untuk diantarkan segera ke ruangannya. Setelah semua siap dia bergegas karena tak mau membuang waktu. Meski sempat bertanya-tanya kenapa dia yang disuruh? Padahal biasanya kepala tim pemasaran yang selalu merangkum laporan dan menyerahkannya pada Candra. Tok! Tok! Tok! “Masuk!” Candra menyahuti ketukan pintu yang dibuat oleh Via. Karena sudah mendapat izin, Via membuka pintu ruang kerja Candra dan masuk. “Selamat siang, Pak. Ini laporan yang tadi diminta,” ucap Via seraya meletakkan sebuah berkas yang dibawanya. “Baik. Terima kasih,” sahut Candra. Via mengangguk, kemudian pamit karena tugasnya sudah selesai. Namun, tiba-tiba Candra bangkit dari tempat duduknya dan menahan Via dengan cara memegang pergelangan gadis itu. Membuat Via terhenyak dan seketika menoleh. “A-ada apa, Pak?” tanya Via dengan ekspresi terkejut yang tak bisa disembunyikan. Alih-alih menjawab, Candra malah tersenyum lebar. Sebuah senyuman yang
Reza menggenggam erat berkas berisi bukti korupsi Candra, sembari menatap gedung kantor beberapa saat, kemudian bergegas ke ruangan di mana Candra berada. Tanpa basa-basi, dia langsung memukul wajah sepupunya tersebut tepat di bagian kanan, begitu sampai di hadapannya. Darah segar terlihat di sudut bibir Candra akibat robekan yang terjadi di sekitar area tersebut sebagai akibat dari pukulan Reza yang dilakukan dengan keras. Sempat terhuyung beberapa saat karena diserang rasa pusing, akhirnya Candra bisa melirik Reza. “Apa-apaan ini?” tanyanya dengan nada tinggi dan tatapan tajam penuh tanya. Namun, Reza tidak menjawab. Dia hanya balas menatap seraya menggenggam lebih erat berkas di tangannya. Sementara itu, Candra yang tidak terima dipukul oleh Reza berusaha membalas. Akan tetapi, dihalangi oleh Dani. “Lepaskan aku, sial!” Candra mengumpat sambil melepaskan tubuhnya dari pegangan Dani. “Ada apa sebenarnya dengan kalian?” tanyanya kemudian diiringi embusan napas kesal. “Turun dari
Santi tersenyum puas melihat Via yang tidak bisa berkutik. Posisi Via dan Reza yang benar-benar menguntungkan. “Seret saja mereka, memalukan,” ucapnya mulai menjadi kompor. Beberapa warga yang berada di sana menyahut dan menyetujui. “Benar itu, kita bawa saja ke rumah Pak Rt dan rundingkan di sana,” Seorang wanita bertubuh gempal menyahuti. Karena dianggap merusak nama baik kosan dengan melakukan hal tidak senonoh, Via dan Reza akhirnya digiring menuju rumah Rt setempat sebagai pengadilan tingkat satu. Sorakan berisi caci maki dan tuduhan benar-benar menyiksa pendengaran keduanya. Akan tetapi, tak bisa berbuat banyak karena posisi mereka yang tidak menguntungkan. Sampai di rumah Rt, ibu kos selalu perwakilan semua warga yang terlibat dalam penggerebekan dan juga pemilik bangunan. Berkata bahwa dia sangat dirugikan dan menuntut sebuah hukuman yang sesuai. Karena ini mengacu pada perzinahan, maka hukuman yang diusulkan adalah sebuah pernikahan. "Tadi kami tidak menutup pintu kamar,
Via menggigit bibir bawah ketika pihak kelurahan bertanya tentang keluarga nya. Dia menunduk menyembunyikan mata yang memanas, sebelum akhirnya menceritakan perihal dia dan orang tuanya yang terpisah. Sementara Reza hanya terdiam sembari memutar otak agar semuanya bisa diselesaikan dengan baik-baik. "Bahaya nih jika Via menemui papanya, pasti dia akan tahu kalau aku mantan suami Raysa!" batin Reza. "Begini saja, Pak. Tadi saat warga membuka pintu saya dan Via hanya berpelukan saja, bahkan kami tidak melakukan apa-apa. Bagaimana jika kita selesaikan secara kekeluargaan. Atau mungkin bapak butuh sesuatu sebagai gantinya," ucap Reza seraya ibu jari dan telunjuk memberi isyarat bahwa dia akan menggantinya dengan uang. Awalnya pak Lurah mulai tersenyum dan mengangguk pelan. Namun, Santi ternyata mengetahui transaksi yang dilakukan oleh Reza dan Pak Lurah. "Gawat nih! Pak Lurah harus adil, jangan sampai main belakang. Ini masalah harga diri teman-teman saya di kos. Jika mereka tidak di
Via masih terus memohon kepada papanya agar mau menikahkan dirinya dengan Reza. Jika tidak maka Via akan masuk jeruji besi. "Papa gak bisa Via, Papa gak mungkin menikahkan kamu dengan laki-laki pengangguran seperti Reza. Dulu saja dia benar-benar membuat papa pusing," tolak Pak Abas dengan tegas.Via memegang tangan papanya, menatap dengan sorot memohon. Mungkin pernikahannya dengan Reza hanya sebuah tragedi, tetapi dia butuh ayahnya sebagai wali yang sah untuk menikahkannya."Apa gak ada laki-laki lain Via, kamu bisa memilih siapa pun asalkan jangan Reza!""Bagaimana bisa memilih, mereka 'kan udah tidur bareng, sampai digerebek warga lagi," celetuk Raysa yang sontak membuat Pak Abas melirik Via.Kalimat Raysa juga membuat mata Via terbelalak, kenapa bisa Raysa tahu dengan semua ini. Ucapan Raysa akan memperkeruh keadaan dan benar saja, begitu Via melirik papanya, Pak Abas sudah menatapnya dengan tajam. Emosi Pak Abas kembali tersulut dengan ucapan Raysa.Belum sempat Via membela dir
“Bisa izinkan saya bicara sebentar dengan Reza?” tanya Via pada petugas kelurahan yang sejak awal menangani kasusnya dan Reza. Petugas itu menatap Via untuk beberapa saat. Kemudian, memintanya untuk bicara di ruangan sebelah karena Reza sedang berada di sana. Selain takut mereka akan kabur, petugas tersebut juga mengambil jalur aman karena ruangan itu masih bisa dia awasi lewat kaca penyekat. “Jangan berpikir untuk melakukan hal macam-macam,” ucapnya. Via berdecak, gadis itu memutar bola mata pertanda bahwa dia sudah lelah dengan semua tuduhan yang mengarah pada dirinya itu. “Sampai kapan kalian akan terus termakan salah paham dan larut dalam praduga sendiri?” tanya Via yang kemudian langsung pergi menemui Reza di ruangan yang disebutkan oleh petugas kelurahan tadi. Petugas itu tampak membuka mulut. Hendak menyahuti perkataan Via. Namun, gadis itu sudah terlebih dahulu masuk dan tak lagi mempedulikan.“Kamu sudah kembali?” tanya Reza begitu melihat Via datang. Via mengangguk. “Ada
“Via, aku pun sama sepertimu yang tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Andai memang kita harus menikah, aku ingin semuanya berjalan seperti seharusnya, ada cinta dan cerita yang mendebarkan di dalamnya,” ucap Reza sambil bangkit dan kembali berdiri di hadapan Via. Dia menyunggingkan sebuah senyum tulus. Untuk beberapa saat, Via merasakan jantungnya berhenti berdetak. Dia merasa bahwa Reza seperti sedang menyatakan cinta. Namun, tentu saja rasa itu segera ditepis karena Via berpikir hal itu tidak mungkin terjadi. Lagipula andai perasaan itu benar, Via juga tak berniat untuk menerima. Alasannya tentu saja sudah jelas. Bukan karena status duda, tetapi status Reza yang sebelumnya merupakan suami Raysa. “Itu artinya kamu sepakat kita tidak harus menikah sekarang bukan?” tanya Via dan Reza mengangguk. “Tapi… kamu sudah membatalkan niat untuk membawa masalah ini ke polisi bukan?” “Kenapa kamu begitu ketakutan?” Alih-alih menjawab, Via malah berbalik memberi pertanyaan karena di mat