“Via, aku pun sama sepertimu yang tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Andai memang kita harus menikah, aku ingin semuanya berjalan seperti seharusnya, ada cinta dan cerita yang mendebarkan di dalamnya,” ucap Reza sambil bangkit dan kembali berdiri di hadapan Via. Dia menyunggingkan sebuah senyum tulus. Untuk beberapa saat, Via merasakan jantungnya berhenti berdetak. Dia merasa bahwa Reza seperti sedang menyatakan cinta. Namun, tentu saja rasa itu segera ditepis karena Via berpikir hal itu tidak mungkin terjadi. Lagipula andai perasaan itu benar, Via juga tak berniat untuk menerima. Alasannya tentu saja sudah jelas. Bukan karena status duda, tetapi status Reza yang sebelumnya merupakan suami Raysa. “Itu artinya kamu sepakat kita tidak harus menikah sekarang bukan?” tanya Via dan Reza mengangguk. “Tapi… kamu sudah membatalkan niat untuk membawa masalah ini ke polisi bukan?” “Kenapa kamu begitu ketakutan?” Alih-alih menjawab, Via malah berbalik memberi pertanyaan karena di mat
“Mereka sudah keterlaluan,” ujar Reza yang tersenyum hambar menatap rekaman itu. “Apa kita harus tindak lanjuti semuanya?” tanya Dani yang mana sedari tadi dia ingin bergerak, tetapi menunggu persetujuan dari Reza lebih dulu. Reza menepuk pundak Dani sembari tersenyum hampa. Menurutnya tidak harus, karma akan datang dan tak pernah salah alamat. Mereka hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja, untuk membalas semuanya. Setidaknya Reza jadi tahu siapa dalang di balik kejadian ini. “Mendingan kamu pergi deh, daripada buat malu. Ulah kamu itu bikin nama baik kos ini jelek, gimana kalau nanti semua orang anggap semua penghuni kos di sini murahan juga kayak kamu, hah?!” teriak seseorang yang membuat Reza dan Dani langsung mengalihkan perhatian. Reza melirik ke dalam kos, di mana dia melihat Santi tengah memarahi Via. Ini pasti ulah Raysa lagi, pasti mantan istrinya itu yang menyuruh Sa
“Usia kalian tidak lagi muda begitu pula dengan eyang yang semakin hari kian menua. Sebelum cahaya terakhir untuk eyang tiba, eyang ingin kalian segera menikah agar jika nanti harus pergi pun eyang merasa tenang.”Wanita paruh baya bernama Wiryo itu menatap kedua cucunya yang duduk berseberangan. Dia sengaja memanggil mereka untuk membahas pernikahan yang ingin dia saksikan sebelum ajal menjemput. Entah kapan, tetapi sebelum itu dirinya ingin melihat Reza dan Candra memiliki pendamping.“Kata-kata apa itu, Eyang? Eyang belum setua itu,” ucap Reza. Eyang Wiryo tersenyum. “Mungkin benar, tetapi namanya ajal, siapa yang tahu. Jadi, Eyang harap kalian segera menikah. Selain itu, eyang ingin memastikan sesuatu pada kalian. Tentang saham dan semua hal yang kita punya saat ini, tolong jangan bertengkar hanya karena harta. “ Reza dan Candra saling bertukar pandangan. Namun, dengan perasaan berbeda. Jika Reza mengiyakan keinginan eyang Wiryo, maka Candra
Keadaan sudah kembali tenang. Waktu makan malam pun tiba dan semua makanan sudah terhidang di meja. Untuk mengurangi ketegangan dan menyambung kembali komunikasi yang harmonis, eyang Wiryo mengajak kedua cucunya untuk duduk bersama di meja makan. Usai menyantap makanan, eyang Wiryo memulai pembicaraan. Kali ini, bukan tentang perusahaan, tetapi kembali pada topik awal. Yaitu tentang pernikahan. Beliau bertanya tentang rencana pernikahan Reza dan Nadia. “Sudah sampai mana persiapan kalian?” tanyanya. Namun, Reza tak memberi jawaban pasti karena dia sudah menikah dengan Via. Rasanya mustahil untuk bisa segera mengurus pernikahan dengan Nadia yang dia sendiri tidak yakin itu akan terjadi. Akan tetapi, dia juga belum bisa berterus terang pada semua orang tentang dirinya saat ini. "Tadi Nadia telpon Eyang. Katanya kamu akan mengumumkan pertunangan kalian?" tanya Eyang yang tak dijawab oleh Reza"El, jangan menggantungkan Nadia. Nadia benar
Rasa penasaran Via menuntunnya untuk melihat lebih dekat. Perlahan dia membuntuti Nadia dan menyaksikan sendiri bagaimana Reza menyambutnya. Mereka kemudian terlibat obrolan dan tak lama masuk bersama ke kamar. “Apa yang mereka bicarakan?” Mendadak keingintahuan Via meningkat beberapa kali lipat. Pikiran buruk menyerang, membuat curiga beranak pinak memunculkan beberapa praduga. Karena penasaran yang tak bisa diabaikan, Via mendekat dan coba mendengar percakapan Nadia dengan Reza dari balik pintu. Sedemikian rupa dia mengatur posisi agar mendapat apa yang diinginkan. Sementara di dalam, Reza tengah melakukan pembahasan serius dengan Nadia. Perihal rencana pernikahan mereka. “Jadi, kapan kamu akan mengumumkan pertunangan kita dan menetapkan tanggal pernikahan? Aku sudah tidak tahan dan ingin semua ini cepat berakhir,” ucap Nadia. “Aku tahu apa yang menjadi kekhawatiranmu, tapi untuk saat ini aku belum bisa melakukannya.” Reza membuang napas kasar pertand
Via menunggu dengan tidak sabar tentang apa yang ingin segera dia dengar. Matanya menatap Reza dengan gelisah dan penuh tuntutan. “Kenapa kamu membawa masuk wanita itu ke kamarmu? Setelah tidak bisa bicara denganku kamu langsung mencari wanita lain dengan mudah?” tanya Via pada akhirnya. Gadis itu meledak karena tidak tahan dengan semua pertanyaan yang terus berputar di kepala. Reza yang belum mengerti arah pembicaraan Via hanya bisa mengerutkan kening. “Wanita siapa maksudmu?” “Sudahlah. Jangan pura-pura tidak tahu dan bingung seperti itu. Kejadiannya belum lama, bahkan belum ada satu hari. Mustahil rasanya untuk lupa.” Via membuang muka. “Sungguh, aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” “Sebentar. Apa mungkin kamu menjadi seorang pria panggilan? Astaga jika itu benar, maka aku sungguh tidak bisa hidup denganmu.” “Bisa kamu perjelas ke mana arah pembicaraan ini? Kenapa tiba-tiba menurutku begitu? Memang apa yang sudah aku lakukan?” “Kamu membawa seorang w
Via bergegas ke kamar Reza untuk memastikan uang 10 Milyar yang sebelumnya dibicarakan. Beberapa waktu lalu, dia berjelajah di situs jual beli tempat dan menemukan lokasi yang cocok untuk memulai usahanya. Bahkan dia pun langsung memastikannya kepada Randi dan mendapat lampu hijau dari pria tersebut. Sesampainya di depan kamar Reza, Via langsung masuk karena memang pintu kamar itu tidak tertutup sepenuhnya. Namun, begitu menginjakan kaki di area dalam, Via terkejut saat melihat Dani. Akan tetapi, yang lebih membuatnya terkejut adalah posisi duduk Reza yang di matanya terlihat tidak sopan. Dia duduk dengan posisi tumpang kaki, punggung menyandar di sofa, satu tangan berada di dagu persis seperti orang yang sedang berpikir, dan satu tangan lagi mengetuk-ngetuk permukaan sofa. “Astaga.” Via menggeleng tak percaya melihat kelakuan Reza. Dia pun kemudian menyapa Dani dengan sopan dan memberikan Reza tatapan super tajam. Via memukul lengan atas Reza yang semula mengetuk permukaan sofa d
Via tersenyum lebar. Setelah berhasil menguasai perasaan dia pun menghubungi Randi untuk menanyakan perihal tempat yang sebelumnya mereka bicarakan lewat telepon. Reza sempat bertanya mengapa harus Randi, tetapi Via menjawab jika pria itu cukup bisa diandalkan perihal jual beli tanah. Waktu berlalu, setelah mendapat tanah yang diincar Via langsung memulai pembangunan klinik. Dia turun langsung untuk memastikan semuanya karena tidak mau ada dana yang keluar tanpa kejelasan. Meski dia memakai sistem borongan kepada tukang, tetapi dia tetap ingin memastikan karena uang yang dipakai bukan uang pribadi miliknya. Selain mempersiapkan klinik, Via juga mulai berbelanja kebutuhan lain yang salah satunya tentu saja bahan untuk skincare. Namun, karena kesibukannya ini, Via jadi jarang mengunjungi sang ibu. Bahkan terhitung sejak membangun klinik, dia belum sama sekali ke panti jompo. Karena itulah, Via pada akhirnya meminta Reza untuk menemui ibunya di panti terlebih dulu dan akan menyusul