Reza menggenggam erat berkas berisi bukti korupsi Candra, sembari menatap gedung kantor beberapa saat, kemudian bergegas ke ruangan di mana Candra berada. Tanpa basa-basi, dia langsung memukul wajah sepupunya tersebut tepat di bagian kanan, begitu sampai di hadapannya. Darah segar terlihat di sudut bibir Candra akibat robekan yang terjadi di sekitar area tersebut sebagai akibat dari pukulan Reza yang dilakukan dengan keras. Sempat terhuyung beberapa saat karena diserang rasa pusing, akhirnya Candra bisa melirik Reza. “Apa-apaan ini?” tanyanya dengan nada tinggi dan tatapan tajam penuh tanya. Namun, Reza tidak menjawab. Dia hanya balas menatap seraya menggenggam lebih erat berkas di tangannya. Sementara itu, Candra yang tidak terima dipukul oleh Reza berusaha membalas. Akan tetapi, dihalangi oleh Dani. “Lepaskan aku, sial!” Candra mengumpat sambil melepaskan tubuhnya dari pegangan Dani. “Ada apa sebenarnya dengan kalian?” tanyanya kemudian diiringi embusan napas kesal. “Turun dari
Santi tersenyum puas melihat Via yang tidak bisa berkutik. Posisi Via dan Reza yang benar-benar menguntungkan. “Seret saja mereka, memalukan,” ucapnya mulai menjadi kompor. Beberapa warga yang berada di sana menyahut dan menyetujui. “Benar itu, kita bawa saja ke rumah Pak Rt dan rundingkan di sana,” Seorang wanita bertubuh gempal menyahuti. Karena dianggap merusak nama baik kosan dengan melakukan hal tidak senonoh, Via dan Reza akhirnya digiring menuju rumah Rt setempat sebagai pengadilan tingkat satu. Sorakan berisi caci maki dan tuduhan benar-benar menyiksa pendengaran keduanya. Akan tetapi, tak bisa berbuat banyak karena posisi mereka yang tidak menguntungkan. Sampai di rumah Rt, ibu kos selalu perwakilan semua warga yang terlibat dalam penggerebekan dan juga pemilik bangunan. Berkata bahwa dia sangat dirugikan dan menuntut sebuah hukuman yang sesuai. Karena ini mengacu pada perzinahan, maka hukuman yang diusulkan adalah sebuah pernikahan. "Tadi kami tidak menutup pintu kamar,
Via menggigit bibir bawah ketika pihak kelurahan bertanya tentang keluarga nya. Dia menunduk menyembunyikan mata yang memanas, sebelum akhirnya menceritakan perihal dia dan orang tuanya yang terpisah. Sementara Reza hanya terdiam sembari memutar otak agar semuanya bisa diselesaikan dengan baik-baik. "Bahaya nih jika Via menemui papanya, pasti dia akan tahu kalau aku mantan suami Raysa!" batin Reza. "Begini saja, Pak. Tadi saat warga membuka pintu saya dan Via hanya berpelukan saja, bahkan kami tidak melakukan apa-apa. Bagaimana jika kita selesaikan secara kekeluargaan. Atau mungkin bapak butuh sesuatu sebagai gantinya," ucap Reza seraya ibu jari dan telunjuk memberi isyarat bahwa dia akan menggantinya dengan uang. Awalnya pak Lurah mulai tersenyum dan mengangguk pelan. Namun, Santi ternyata mengetahui transaksi yang dilakukan oleh Reza dan Pak Lurah. "Gawat nih! Pak Lurah harus adil, jangan sampai main belakang. Ini masalah harga diri teman-teman saya di kos. Jika mereka tidak di
Via masih terus memohon kepada papanya agar mau menikahkan dirinya dengan Reza. Jika tidak maka Via akan masuk jeruji besi. "Papa gak bisa Via, Papa gak mungkin menikahkan kamu dengan laki-laki pengangguran seperti Reza. Dulu saja dia benar-benar membuat papa pusing," tolak Pak Abas dengan tegas.Via memegang tangan papanya, menatap dengan sorot memohon. Mungkin pernikahannya dengan Reza hanya sebuah tragedi, tetapi dia butuh ayahnya sebagai wali yang sah untuk menikahkannya."Apa gak ada laki-laki lain Via, kamu bisa memilih siapa pun asalkan jangan Reza!""Bagaimana bisa memilih, mereka 'kan udah tidur bareng, sampai digerebek warga lagi," celetuk Raysa yang sontak membuat Pak Abas melirik Via.Kalimat Raysa juga membuat mata Via terbelalak, kenapa bisa Raysa tahu dengan semua ini. Ucapan Raysa akan memperkeruh keadaan dan benar saja, begitu Via melirik papanya, Pak Abas sudah menatapnya dengan tajam. Emosi Pak Abas kembali tersulut dengan ucapan Raysa.Belum sempat Via membela dir
“Bisa izinkan saya bicara sebentar dengan Reza?” tanya Via pada petugas kelurahan yang sejak awal menangani kasusnya dan Reza. Petugas itu menatap Via untuk beberapa saat. Kemudian, memintanya untuk bicara di ruangan sebelah karena Reza sedang berada di sana. Selain takut mereka akan kabur, petugas tersebut juga mengambil jalur aman karena ruangan itu masih bisa dia awasi lewat kaca penyekat. “Jangan berpikir untuk melakukan hal macam-macam,” ucapnya. Via berdecak, gadis itu memutar bola mata pertanda bahwa dia sudah lelah dengan semua tuduhan yang mengarah pada dirinya itu. “Sampai kapan kalian akan terus termakan salah paham dan larut dalam praduga sendiri?” tanya Via yang kemudian langsung pergi menemui Reza di ruangan yang disebutkan oleh petugas kelurahan tadi. Petugas itu tampak membuka mulut. Hendak menyahuti perkataan Via. Namun, gadis itu sudah terlebih dahulu masuk dan tak lagi mempedulikan.“Kamu sudah kembali?” tanya Reza begitu melihat Via datang. Via mengangguk. “Ada
“Via, aku pun sama sepertimu yang tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Andai memang kita harus menikah, aku ingin semuanya berjalan seperti seharusnya, ada cinta dan cerita yang mendebarkan di dalamnya,” ucap Reza sambil bangkit dan kembali berdiri di hadapan Via. Dia menyunggingkan sebuah senyum tulus. Untuk beberapa saat, Via merasakan jantungnya berhenti berdetak. Dia merasa bahwa Reza seperti sedang menyatakan cinta. Namun, tentu saja rasa itu segera ditepis karena Via berpikir hal itu tidak mungkin terjadi. Lagipula andai perasaan itu benar, Via juga tak berniat untuk menerima. Alasannya tentu saja sudah jelas. Bukan karena status duda, tetapi status Reza yang sebelumnya merupakan suami Raysa. “Itu artinya kamu sepakat kita tidak harus menikah sekarang bukan?” tanya Via dan Reza mengangguk. “Tapi… kamu sudah membatalkan niat untuk membawa masalah ini ke polisi bukan?” “Kenapa kamu begitu ketakutan?” Alih-alih menjawab, Via malah berbalik memberi pertanyaan karena di mat
“Mereka sudah keterlaluan,” ujar Reza yang tersenyum hambar menatap rekaman itu. “Apa kita harus tindak lanjuti semuanya?” tanya Dani yang mana sedari tadi dia ingin bergerak, tetapi menunggu persetujuan dari Reza lebih dulu. Reza menepuk pundak Dani sembari tersenyum hampa. Menurutnya tidak harus, karma akan datang dan tak pernah salah alamat. Mereka hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja, untuk membalas semuanya. Setidaknya Reza jadi tahu siapa dalang di balik kejadian ini. “Mendingan kamu pergi deh, daripada buat malu. Ulah kamu itu bikin nama baik kos ini jelek, gimana kalau nanti semua orang anggap semua penghuni kos di sini murahan juga kayak kamu, hah?!” teriak seseorang yang membuat Reza dan Dani langsung mengalihkan perhatian. Reza melirik ke dalam kos, di mana dia melihat Santi tengah memarahi Via. Ini pasti ulah Raysa lagi, pasti mantan istrinya itu yang menyuruh Sa
“Usia kalian tidak lagi muda begitu pula dengan eyang yang semakin hari kian menua. Sebelum cahaya terakhir untuk eyang tiba, eyang ingin kalian segera menikah agar jika nanti harus pergi pun eyang merasa tenang.”Wanita paruh baya bernama Wiryo itu menatap kedua cucunya yang duduk berseberangan. Dia sengaja memanggil mereka untuk membahas pernikahan yang ingin dia saksikan sebelum ajal menjemput. Entah kapan, tetapi sebelum itu dirinya ingin melihat Reza dan Candra memiliki pendamping.“Kata-kata apa itu, Eyang? Eyang belum setua itu,” ucap Reza. Eyang Wiryo tersenyum. “Mungkin benar, tetapi namanya ajal, siapa yang tahu. Jadi, Eyang harap kalian segera menikah. Selain itu, eyang ingin memastikan sesuatu pada kalian. Tentang saham dan semua hal yang kita punya saat ini, tolong jangan bertengkar hanya karena harta. “ Reza dan Candra saling bertukar pandangan. Namun, dengan perasaan berbeda. Jika Reza mengiyakan keinginan eyang Wiryo, maka Candra
Eyang Wiryo terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, dan oksigen di hidungnya membuat semua orang yang hadir semakin khawatir. Suasana ruang perawatan terasa begitu tegang.Di sekelilingnya, berkumpul seluruh anggota keluarga yang selama ini terlibat dalam konflik warisan. Ada Reza, Via, Randi, Johan, Chandra, dan Bima, sang dalang dari semua kekacauan ini.Dengan suara bergetar, Eyang Wiryo berbicara, memecah kesunyian, "Aku tidak pernah membayangkan keluargaku akan berantakan seperti ini... Apa yang kalian semua cari? Harta? Kekuasaan? Apa semua itu lebih berharga dari keluarga kita?"Tak ada yang menjawab. Mereka hanya menunduk, entah karena merasa bersalah atau masih menyimpan amarah masing-masing.Eyang Wiryo menghela napas panjang. "Aku akan mengatakan sesuatu yang harus kalian dengar baik-baik. Reza adalah pemilik sah dari perusahaan keluarga kita. Semua harta yang kalian perebutkan berasal dari suamiku yang pertama, dan Bima... kamu bukan anak dari suami pertama
Chandra melangkah dengan cepat menuju kediaman ayahnya, Bima. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang berputar tanpa henti. Fakta bahwa Randi adalah saudara tirinya, dan Johan juga bagian dari skema besar ayahnya, membuatnya tidak bisa diam saja.Saat ia memasuki ruang kerja Bima, pria itu tampak tenang, duduk di balik meja besar dengan segelas teh di tangannya. Seakan tidak ada yang terjadi."Chandra," sapa Bima tanpa ekspresi. "Kau datang dengan wajah penuh amarah. Apa yang kau inginkan?"Chandra mengepalkan tangannya. "Aku ingin jawaban. Aku ingin tahu kenapa kau menyembunyikan fakta bahwa Randi adalah saudaraku! Kenapa kau memalsukan hasil DNA-nya?!"Bima meletakkan gelasnya dengan tenang, lalu menatap Chandra dalam-dalam. "Karena aku tidak pernah berniat mengakui Randi sebagai bagian dari keluarga ini."Chandra terhenyak. "Apa maksudmu?! Dia anakmu!"Bima mendengus kecil. "Dan itu adalah kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi."Chandra semakin geram. "Bagaimana dengan Joh
Setelah Johan berhasil ditangkap, Reza bersama Randi dan Via kembali ke tempat persembunyian mereka. Namun, meski Johan kini berada di tangan pihak berwenang, Reza masih merasa ada sesuatu yang belum selesai. Di tengah malam yang sunyi, Reza duduk di ruang kerja kecilnya, membaca kembali dokumen-dokumen yang mereka sita dari Johan. Namun, semakin ia membaca, semakin ia menyadari bahwa ada sosok lain yang lebih besar di balik ini semua. Nama Bima, pamannya sendiri, terus muncul dalam berbagai transaksi dan laporan rahasia. Reza menggertakkan giginya, tangannya mengepal. "Jadi selama ini… Paman Bima yang mengatur semuanya?" Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuatnya tersadar. Randi masuk dengan wajah penuh kebingungan. "Ada apa, Reza? Kau terlihat tegang," tanya Randi. Reza mengangkat salah satu dokumen dan melemparkannya ke meja. "Lihat ini. Nama Paman Bima ada di setiap transaksi ilegal Johan. Dia bukan hanya mengetahui semua ini, dia adalah dalangnya!" Randi membaca do
Pagi itu, Reza menerima pesan dari Bayu. Isinya singkat, tetapi cukup membuat adrenalin Reza meningkat."Johan mulai bergerak. Dia tahu tentang dokumen itu. Hati-hati."Reza duduk di kursi, menatap papan penuh strategi di depannya. Ia tahu bahwa Johan tidak akan tinggal diam setelah mengetahui dokumen itu ada di tangan yang aman. Kini, semua yang telah ia persiapkan harus berjalan sempurna, atau semuanya akan sia-sia.Via muncul dari dapur, membawa secangkir teh untuk Reza. Ia menatap wajah Reza yang terlihat semakin lelah namun tetap penuh keyakinan.“Kamu yakin bisa mengatasi ini, Reza?” tanya Via pelan, duduk di depannya.Reza menatap Via dengan tatapan lembut namun penuh tekad. “Aku harus yakin, Via. Kalau aku nggak bergerak sekarang, Johan akan terus menghancurkan segalanya. Aku nggak akan membiarkan itu terjadi.”Via terdiam sejenak, lalu menggenggam tangan Reza. “Kalau kamu butuh bantuan, aku di sini. Jangan terlalu memaksakan diri, Reza.”Reza tersenyum kecil. Sentuhan Via mem
Malam itu, Reza duduk di ruang tamu yang remang. Di depannya terdapat tumpukan dokumen penting yang baru saja ia dapatkan dari salah satu informannya. Wajahnya serius, penuh konsentrasi, membaca setiap detail yang bisa menjadi kelemahan Johan.“Reza, apa ini cukup untuk melawan dia?” tanya Randi sambil mendekati meja, pandangannya menyapu dokumen tersebut.“Ini lebih dari cukup,” jawab Reza, menutup map dengan tegas. “Dokumen ini adalah bukti nyata bahwa Johan terlibat dalam penyelundupan besar. Kalau kita bisa menyerahkannya ke pihak yang tepat, itu akan menghancurkan dia.”Via yang duduk di sofa terlihat gelisah. “Tapi Johan nggak akan tinggal diam. Dia pasti sudah tahu bahwa kita sedang bergerak melawannya.”Reza menatap Via dengan tatapan penuh keyakinan. “Aku tahu itu, Via. Tapi aku nggak akan biarkan dia menang. Ini tentang keadilan, bukan hanya untuk kita, tapi untuk semua orang yang sudah dia rugikan.”Pagi harinya, Reza mengumpulkan Randi dan Via di sebuah kafe kecil yang jau
Keesokan paginya, Reza kembali ke apartemen dengan penampilan yang terlihat lelah, namun tatapannya masih penuh keyakinan. Via yang tengah duduk di ruang tamu langsung berdiri begitu melihat Reza masuk.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Via, mendekat dengan nada penuh kekhawatiran.“Aku baik,” jawab Reza singkat. “Dokumen itu sudah aman. Sekarang kita hanya perlu menunggu langkah Johan berikutnya.”Randi, yang sejak tadi mengamati dengan cemas, akhirnya bersuara. “Reza, aku nggak ngerti kenapa kamu nggak membiarkan aku ikut tadi malam. Kalau mereka menyerang kamu di tengah jalan, gimana?”Reza menatap Randi dengan serius. “Karena aku butuh kamu di sini. Tugasmu menjaga Via, memastikan dia aman. Kalau aku gagal, setidaknya masih ada kamu di sini untuk melindungi dia.”Via yang mendengar ucapan itu merasa hatinya bergetar. Meskipun Reza tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung, tindakan dan ucapannya selalu menunjukkan betapa ia peduli.Sore itu, ketika suasana sedikit tenang, p
Reza dan Via mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mengikuti lokasi yang dikirimkan Randi. Jalanan malam yang sepi memberikan suasana mencekam. Via terus memperhatikan ponsel, memastikan mereka tidak kehilangan jejak.“Dia ada di jalan dekat gudang tua di pelabuhan,” ujar Via sambil menunjuk layar ponselnya.Reza mengangguk. “Kita harus berhati-hati. Jika Johan sudah mempersiapkan jebakan, tempat seperti itu ideal untuk menyergap.”Ketika mereka hampir sampai, Reza memperlambat mobilnya. Dari kejauhan, ia melihat sosok Randi berlari sambil membawa map dokumen. Dua pria mengejarnya dengan senjata di tangan.“Pegang erat,” ujar Reza singkat pada Via.Tanpa ragu, Reza menginjak pedal gas dan meluncur ke arah para pengejar. Kedua pria itu terkejut dan melompat menghindar saat mobil Reza mendekat.Randi segera naik ke dalam mobil, napasnya tersengal. “Mereka nggak akan berhenti. Mereka tahu dokumen ini terlalu penting untuk dilepaskan.”Reza hanya mengangguk. Ia berbalik, menatap Via
Reza mengintip dari jendela dan melihat dua mobil hitam berhenti di depan rumah. Beberapa pria keluar dengan ekspresi serius."Johan," gumam Reza, menyadari siapa yang mengirim mereka.Randi mulai panik. "Apa yang harus kita lakukan? Mereka pasti sudah tahu kita di sini."Reza menatap Randi dengan tajam. "Kita tidak akan lari. Kali ini, kita lawan."Pria-pria itu mulai mendekati pintu, mengetuknya keras. "Buka pintunya, Reza! Kami tahu kamu ada di dalam!"Reza mengambil napas dalam-dalam. "Randi, siapkan dokumen-dokumen itu. Kalau aku gagal, kamu harus pergi dari sini dan serahkan semuanya ke Pak Hendra.""Reza, kamu serius? Kamu mau melawan mereka sendirian?""Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil apa yang sudah kita perjuangkan," kata Reza dengan mantap.Ia membuka pintu perlahan, berdiri di hadapan para pria itu dengan tatapan dingin."Kalian mencari aku?" tanya Reza sambil tersenyum tipis.Tanpa basa-basi, salah satu pria mencoba menyerang Reza. Namun, Reza dengan sigap mengh
Di apartemennya, Randi termenung dengan pikiran yang berkecamuk. Fakta bahwa Johan adalah kakaknya tidak mudah ia cerna. Ia duduk di kursi, memandangi meja yang penuh dengan dokumen yang diberikan Johan sebelumnya, termasuk hasil tes DNA palsu."Kalau aku percaya Johan, apa yang akan terjadi dengan Via? Dengan Reza?" gumam Randi, suaranya berat.Namun, di tengah kebimbangannya, ponselnya berdering. Nama Johan muncul di layar. Dengan enggan, Randi mengangkat panggilan itu."Randi," suara Johan terdengar tajam, "aku butuh jawabanmu sekarang. Kamu di pihakku atau tidak?"Randi terdiam. "Johan, kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu harus membuat semua ini rumit?""Karena aku tidak akan diam sementara Reza mengambil semua yang seharusnya milik kita!" bentak Johan. "Dia hanya pura-pura baik, Randi. Dia memanfaatkan kamu dan Via!""Via nggak ada hubungannya dengan ini!" balas Randi, mulai kehilangan kesabaran."Oh, tentu saja ada," Johan tertawa sinis. "Kamu pikir dia benar-benar peduli pad