Bima hanya mampu menatap El dengan sinis, keponakan yang dia anggap sudah mati itu kini kembali lagi. Tak tanggung-tanggung, bahkan kini El menjadi ancaman besar baginya. Mungkin sekarang Eyang Wiryo masih bisa dia tangani, tetapi esok atau lusa Bima tak tahu apa yang mungkin akan terjadi. Terlebih lagi soal El, Bima belum bisa menebak bagaimana karakter keponakannya ini. Walau dia anak dari adik tirinya, tetap saja Bima tidak bisa menganggapnya remeh. "Oke, aku bisa saja membantunya, tapi Ibu jangan protes soal pekerjaan apa yang Bima kasih sama El. Itu untuk progres dia ke depannya. Bima mau dia bisa mengambil semua proyek dan mengatasinya dengan baik. Kalau dia berhasil, dia pantas menjadi penggantiku, tapi jika tugas ini dia tidak bisa membereskannya, maka jabatan ini tidak pantas untuknya," ucap Bima. Bima masih tidak setuju saat Eyang Wiryo meminta Elreza menjadi direktur. Baginya posisi itu tak pantas, secara Reza tak memiliki pemahaman tentang dunia kerja, apalagi dunia
Via merenung di mobil, dalam perjalanan menuju lokasi bazar, kali ini dia berharap penuh bisa menjual produk skincare agar bonus tutup tahun bisa keluar. “Wah, tempat ini benar-benar indah,” ucap teman wanita Via begitu sampai di tempat bazar. Gadis itu tak bisa berhenti menyapukan pandangan ke sekitar karena memang tempatnya sebagus itu. Airnya yang biru membias sempurna begitu cahaya matahari menyapa. Ombak yang tidak begitu besar, membuat kesan segar itu terasa nyata. Sebuah pulau kecil yang terletak di tengah-tengah juga menjadi salah satu daya tarik yang tak bisa diabaikan begitu saja. Jangan lupakan pohon kelapa yang tumbuh di pinggir pantai, selain memberi kesejukan lewat sapuan nyiurnya yang melambai, dia juga menjadi ciri khas yang tak bisa dipisahkan. Untuk yang satu ini, Via sangat setuju dengan temannya tersebut. Tempat ini memang indah dan memenangkan. Andai dia tak datang untuk bekerja, maka tak akan ragu dirinya guna mendatangi air laut dan bermanja di sana. Melepas
Menyamar sebagai petugas keamanan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Reza harus benar-benar bersiap untuk segala kemungkinan yang ada. Mulai dari kasus ringan hingga berat seperti terkadang pencurian, pelecehan, dan sebagainya. Namun, dari semua hal itu, yang paling berat menurut Reza adalah godaan dari pengunjung. Karena penampilan yang berbeda dari petugas keamanan lainnya Reza menjadi pusat perhatian. Mulai dari para gadis muda sampai wanita dewasa selalu ternganga dan terpesona olehnya. Rambut gondrong dan wajah dengan potongan rahang tegas, hidung mancung, dan mata dengan tatapan dingin itu tak ada satu pun yang mampu berpaling begitu saja. “Hey, lihat. Bukankah dia sangat tampan?” Seorang gadis menyenggol lengan temannya seraya menunjuk ke arah Reza yang tengah berdiri dengan posisi istirahat di tempat. Reza yang sejatinya menyadari gerak-gerik dan mendengar perkataan tersebut hanya menanggapi dengan berpura-pura tidak mendengar. Acuh tak acuh. Walau dalam hati dia mer
“Selamat siang,” ucap Dani begitu sampai di hadapan Via. “Selamat siang. Anda ingin membeli produk kami?” Dani terdiam kemudian mengangguk. Sementara Via menjelaskan dengan penuh semangat mengenai khasiat dan kegunaan skincare yang dijualnya. Bahkan dia juga menjelaskan bagaimana cara pemakaian yang benar agar hasil memuaskan. Dani yang sejatinya tidak terlalu mengerti dan peduli hanya mengangguk dan sesekali mengiyakan. Lagipula dia pergi ke sana atas perintah Reza. Sehingga tak perlu repot mengerti dan tahu lebih jauh mengenai produk tersebut. “Baiklah. Saya mau sepuluh paket,” ucap Dani tanpa basa-basi. Mata Via melebar, mulut menganga mendengar angka sepuluh yang disebutkan oleh Dani. Begitu pula dengan kedua rekannya. Di sisi lain, Reza yang melihat ekspresi tak percaya di wajah Via hanya terkekeh geli. Ikut merasa senang. “Se-sepuluh?” tanya Via terbata karena masih tidak menyangka. Dani mengangguk yakin. Maka tanpa menunggu lebih lama, Via langsung membungkus pesanan Dan
Senyuman di wajah tampan Reza Pratama, pria tinggi berhidung mancung yang saat ini berusia 30 tahun tak pernah luntur, sekalipun gundukan ‘luka’ tumbuh di tenggorokannya, yang kini perlahan membuatnya sesak.Dia masih berusaha bersikap manis, sekalipun hatinya sudah babak belur karena sikap istri dan keluarganya. Seperti halnya saat ini, dia hanya berdiri dengan senyum yang mulai hampa, kala istrinya berdandan dengan cantik.Bukan tak senang, hanya saja penampilan cantik itu ditunjukkan sang istri untuk orang lain, bukan dirinya. "Sa, aku temenin kamu, ya!"Raysa melirik Reza dengan ekor matanya, kemudian dia memutar bola matanya dengan jengah. Sudah bosan mendengar ucapan Reza yang menurutnya tidak masuk diakal."Kamu mau mempermalukan aku atau gimana sih. Jangan menghayal, kamu itu gak sekelas sama kita!" "Tapi, bukankah orang lain ditemani suaminya. Jadi—"Belum sempat Reza menyelesaikan kalimatnya, Rasya langsung keluar dari kamar sembari membawa tas branded berwarna hitam metal
Reza meminta dua pria misterius itu menjauh dari keramaian dan dari kejauhan Raysa melihatnya. Reza kini berada di parkiran, masih menatap penasaran dengan dua orang yang kini berada di hadapannya. Jangankan orang lain, dia sendiri pun tidak tahu siapa mereka."Tunggu, sepertinya kalian salah orang. Saya benar-benar tidak mengenal kalian berdua. Apa kalian mengenaliku?" tanyanya lagi."Tentu saja, Tuan Muda. Nama asli Anda Elreza Arkha Wijaya!" jawabnya sembari sedikit menunduk memberi hormat pada Elreza.“Tuan, kami sudah mencari Anda selama ini dan beruntung bisa bertemu Anda di sini." Kalimat itu membuat Elreza mengerutkan keningnya, dia mundur beberapa langkah untuk mengamati kembali siapa dua orang yang kini berbicara dengannya.Elreza masih berdiri dengan dompet milik istrinya di tangan, dia dibuat bergeming di tempat dengan banyaknya ingatan di masa lalunya. Tentang kecelakaan dua puluh tahun yang lalu, tentang dia yang kehilangan separuh ingatannya, tentang perempuan yang meny
Reza membuang napasnya dengan kasar, saat melihat keadaan halaman belakang yang sangat berantakan. Rumput yang sudah tinggi dan dedaunan yang berserakan di tanah membuat keadaan di sana sangat kotor, berantakan, dan sudah dipastikan dialah yang harus membersihkan semuanya.Namun, mengeluh pun dia tak bisa karena memang pria tampan itu dituntut untuk segala bisa. Reza tengah memotong rerumputan, mengumpulkannya, dan memasukannya ke dalam lubang sampah yang nantinya akan dibakar. Keadaannya saat ini sangat kotor dan bau asap.Sesekali pria berambut gondrong sebahu itu mengusap keringat di wajahnya dengan tangannya yang kotor, yang mana membuat wajah tampannya itu ikut kotor juga. "Heh, kalau anak saya telepon itu diangkat. Kamu ngapain aja sih, dari tadi Raysa telepon kamu!" teriak Marsha.Reza sontak mendongak, dia kemudian bangun sembari merogoh ponselnya yang ada di saku celananya. Dia memang mematikan dering ponsel, membuat panggilan dari Raysa tidak didengarnya."Ada 'kan? Dasar s
Senyum merekah saat kedua mata menangkap pemandangan indah di pantulan cermin. Wajah cantik dengan warna kulit khas wanita Indonesia. Terlebih bibir itu tak pernah absen tersenyum, pada siapa pun juga dia selalu bersikap ramah. Membuatnya semakin terlihat indahTubuh tinggi semampai itu sudah dibalut pakaian kerja, khas seorang SPG kecantikan. Rambut panjangnya dicepol dan dipakaikan harnet pita berwarna hitam merah muda. Cantik. Itulah kata yang menggambarkan seorang Riviya Pandhita.High heels dia kenakan begitu keluar dari kamar kosnya, sembari mengunci pintu dia menundukkan kepalanya memberi salam pada setiap orang yang melihatnya. “Selamat pagi, selamat beraktifitas!”“Via mau berangkat ke mall?”“Iya, Mbak Naura mau jaga toko juga di mall?” tanyanya balik dengan senyum yang masih merekah indah.Percakapan singkat antara sesama penghuni kos-kosan. Via memang terkenal ramah dan sangat murah senyum, dia juga merupakan lulusan sarjana yang nasibnya sedikit kurang baik. Di mana buka