"Via, aku seperti pernah melihatnya!" bisik Bella penasaran, namun via tak menjawab. "Jika Anda hanya ingin menghina produk kami, silakan pergi," ucap Via sembari tersenyum paksa. “Tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya bicara tentang fakta yang ada. Baik produk ataupun kalian, sama-sama meragukan,” jawab Raysa dengan nada merendahkan yang tak bisa begitu saja diabaikan oleh telinga Bella. Bella berjalan mendekati Raysa dan berbisik di telinga wanita tersebut. “Kalau begitu, silahkan pergi. Lagipula untuk apa Anda datang ke sini? Bukankah Anda sendiri punya produk yang sama dengan kami?” Sebuah senyum sinis tercetak di wajah Raysa. “Setiap orang punya hak untuk menjadi seorang pembeli. Daripada membahas hal lain, lebih baik kalian bekerja lebih giat dan promosikan produk dengan benar.” “Sebenarnya apa tujuan Anda?” tanya Bella lagi dengan nada dan gestur tubuh yang masih berusaha dibuat sopan. Dia sama sekali tidak habis pikir dengan kedatangan Raysa yang tiba-tiba berperan sebagai p
"Begitu luasnya negara ini, kenapa aku harus bertemu lagi denganmu di sini," ucap Raysa memandang sinis kepada Reza yang mengenakan baju keamanan.Sayangnya, Reza memilih diam dan menatap sang mantan dengan senyuman. “Aku akui kamu tampan, sayangnya nasibmu tidak setampan itu,” ucap Raysa dengan senyum dan tatapan merendahkan. Usai berkata demikian, dia langsung membuang muka dan benar-benar pergi. Andai bukan di kantor polisi, ingin rasanya Reza meremas mulut kurang ajar mantan isterinya tersebut. “Sabar,” ucap Reza seraya mengelus dadanya sendiri. Di sisi lain, Bella terus berusaha menyanggah dan membantah. Meskipun usahanya itu sia-sia. Dengan alasan tidak adanya saksi dan bukti maka laporan yang dibuat untuk mereka tetap harus diproses. “Kalau memang begitu, bawalah bukti ke hadapan kami agar kalian bisa bebas,” ucap petugas polisi yang melayani laporan terhadap Bella dan Via. “Andai aku tahu akan berakhir seperti ini, daripada melawan lebih baik aku videokan saja saat dia m
“Jangan terlalu banyak pikiran. Aku pasti akan segera menyelesaikan masalah ini. Tetap semangat,” ucap Randi seraya menepuk pelan bahu kiri Via. “Terima kasih. Maaf karena aku sudah merepotkan.” Via berkata dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah. Matanya beberapa kali berkedip, menahan air mata yang terus mendesak dan membuat kedua matanya terasa panas.“Jangan begitu. Kamu tidak perlu sungkan padaku. Sebagai atasan, ini sudah jadi kewajibanku untuk melindungi karyawan. Selain itu, kita ini teman dari zaman kuliah. Jadi, kamu tidak perlu merasa tidak enak.” “Entahlah. Aku hanya…, “ Via menarik napas dan menjeda sejenak ucapannya. “Apa pun itu, terima kasih,” ucapnya kemudian. Sementara itu, Reza masih tetap berdiam diri di tempat semula dengan tatapan yang tak sedetik pun lepas dari Via. Sampai akhirnya, Bella keluar dan menghentikan keadaan tersebut. Reza buru-buru membuang muka ke arah lain saat dia sadar bahwa Via mulai menoleh padanya. “Ah, ini benar-benar menyebalkan. Aku
Seseorang mengendap-endap, dari satu mobil ke mobil lainnya. Dia menguping laporan sopir pada setiap penjual yang menerima kiriman barang tersebut. Siapa lagi kalau bukan Reza, laki-laki itu memang sengaja ingin melihat transaksi para pemasok dengan penjual di mall-nya ini, setelah menyelesaikan masalah Via.Reza memicingkan mata, saat dia melihat seorang karyawan di bagian gudang menerima uang dari sopir pengangkut. Seperti ada sesuatu di antara mereka, membuat Reza kini melangkah mendekat, dia ingin mendengar percakapan mereka."Mereka ngapain bisik-bisik kayak gitu, ini pasti ada yang gak bener.""Kenapa dia ngasih uang, apa semua yang terjadi di toko-toko memang disengaja? Ini ulah Chandra atau ulah para karyawan yang pengen punya keuntungan?" tanya Reza lagi pada dirinya sendiri.Reza mengeluarkan ponselnya, memotret adegan di depan sana. Namun, dia tidak hanya membutuhkan bukti ini, tapi harus juga merekam percakapan mereka untuk memastikan kalau ini memang benar-benar sebuah ke
Reza tengah duduk di kursi kerjanya, dengan tangan yang memegang bolpoin yang di ketuk-ketukkan ke kepalanya sendiri. Reza benar-benar sedang menunggu hasil kerja Dani, tentang dua orang yang harus dicari tahu identitasnya.Suara langkah kaki dan juga pintu yang dibuka membuyarkan lamunan Reza, membuatnya melirik ke sumber suara. Tatapan mata Reza yang tengah serius membuat Dani sontak menundukkan pandangannya. "Maaf Tuan Muda, saya datang untuk memberi kabar soal ....""Jangan bicara terlalu formal, duduk dulu dan katakan semuanya!" ucap Reza yang mana kini dia melemparkan senyuman.Rupanya Reza memang tengah berpikir keras, membuat ekspresi seriusnya terkesan sangat menyeramkan. Itulah kenapa Dani tiba-tiba menundukkan kepalanya. Namun, saat Reza kembali ramah dengan tersenyum manis itu membuat Dani sedikit lega.Mungkin karena Reza memang cucu Eyang Wiryo, kesan berwibawa sangat kuat, membuat Reza terlihat sangat menyeramkan saat sedang serius. Reza menaikan sebelah alisnya, menata
Randi menatap sebuah amplop berisi surat peringatan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kasus yang menimpa Via. Sebagai manajer di perusahaan tersebut, Randi dibebankan sebuah tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Dia harus turun tangan secara langsung dan meminta maaf pada Raysa agar masalah ini tidak berlarut-larut. Dibacanya sekali lagi surat tersebut kemudian Randi bangkit dari kursi kerjanya dan bergegas setelah meletakkan surat tersebut di meja. Randi memutuskan untuk pergi menemui Raysa dan meminta maaf pada wanita tersebut. Bagaimanapun dia tak mau masalah ini terus bergulir dan berdampak buruk bagi perusahaan dan tentu saja bagi Via juga. Melihat Randi yang keluar dari ruang kerja dengan wajah yang ditekuk, Bella merasa penasaran. Dia pun bertanya pada pria tersebut, tetapi tak mendapat jawaban sesuai keinginan. “Pekerjaan.” Hanya itu yang keluar dari mulut Randi sebagai jawaban. Karena tidak merasa puas, Bella pun menggali informasi lebih lanjut kepada beberapa rekan
Raysa terus memupuk kebencian dalam hatinya untuk Via, bahkan tak puas dengan hanya membuat gadis itu bersujud, kini Raysa mengambil segelas minuman yang dia pesan sebelumnya dan menumpahkan itu tepat di kepala Via. Sambil terus melakukan live streaming di media sosial. Reza yang melihat itu semakin geram dan tak tahan. Akan tetapi, keadaan saat ini tak memungkinkan dirinya untuk berperan sebagai pahlawan. Sampai di titik saat ini, dia masih harus bersabar. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Randi yang seketika berdiri. Merasa kaget dengan apa yang dilakukan Raysa pada Via. “Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Segelas minuman tadi, anggap saja sebagai pembersih untuk kesalahannya,” jawab Raysa tanpa beban. Sementara Via tertunduk dengan perasaan kesal bercampur sedih. Bukan tak ingin melawan, hanya saja saat ini Raysa tengah melakukan live dan melakukan perlawanan hanya akan membuat keadaan semakin runyam. Sesak memenuhi perasaan Via, rasa panas menyerang mata diiringi tet
Reza terdiam. Lalu, setelah Via berpamitan, pria itu tiba-tiba menawarkan Via untuk berjalan-jalan sejenak sekadar menghilangkan penat. Via pun merasa bahwa ide itu tidak buruk, dia pun setuju dan meminta Reza untuk menunggu. “Mau ke mana kita?” tanya Via sesaat setelah selesai bersiap. “Pantai bagaiamana?” “Sepertinya bagus.” Tanpa basa-basi lagi, Reza pun melajukan sepeda motornya ke arah pantai dengan jarak tempuhnya yang lumayan. Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam akhirnya mereka sampai dan memilih batu karang di pinggir pantai sebagai tempat untuk menikmati pemandangan. “Ini.” Reza menyodorkan satu kotak sosis bakar dan segelas es coklat untuk camilan. “Bukankah kamu sudah terbukti tidak bersalah. Lantas kenapa mereka masih memecatmu?" tanya Reza sembari melirik Via yang sedang memanyunkan bibirnya. "Itulah yang di harapkan Raysa!" "Maksudnya? Apa kamu kenal dia sebelumnya." Via menganggukkan kepalanya, dan kembali terdiam sembari mengedarkan pandangan ke seluru
Malam itu, Randi berjalan sendirian di taman dekat apartemen. Ia mencoba mencerna semua yang terjadi—hubungan barunya dengan keluarga Reza, ancaman Johan, dan masa lalunya yang mulai kembali menghantuinya.Tiba-tiba, seseorang muncul dari bayangan. Itu Johan, dengan senyuman licik di wajahnya.“Randi,” panggil Johan dengan nada dingin.Randi terkejut. “Johan? Apa yang kamu lakukan di sini?”Johan mendekat, matanya memancarkan aura intimidasi. “Aku hanya ingin mengingatkan kamu sesuatu. Jangan terlalu percaya pada Reza. Dia hanya menggunakanmu.”Randi menatap Johan dengan bingung. “Maksudmu apa?”Johan tersenyum kecil. “Reza bukan pahlawan seperti yang kamu pikirkan. Dia hanya peduli pada keluarganya, bukan kamu. Kamu hanyalah alat baginya.”Randi terdiam, kata-kata Johan mulai memengaruhi pikirannya.“Aku bisa membantumu,” lanjut Johan. “Kita adalah keluarga, Randi. Aku adalah kakakmu, darah dagingmu. Kamu bisa memilih, tetap menjadi bayangan Reza, atau bergabung denganku dan mengambi
Malam itu, di tengah situasi yang semakin memanas, Reza memutuskan bahwa ia harus mengambil kendali. Tidak hanya demi keluarganya, tetapi juga untuk melindungi Via dari segala bahaya yang mungkin mendatanginya.Di ruang kerja kecil di apartemen Randi, Reza berdiri dengan tatapan serius di depan papan yang dipenuhi peta dan catatan strategi. Tangannya menggenggam spidol, mencoret-coret skema rencana yang rumit namun brilian.“Kita nggak bisa terus bertahan seperti ini,” ucap Reza dengan suara tegas. “Johan sudah melangkah terlalu jauh. Sekarang giliran kita yang memukul balik.”Randi dan Via memperhatikan dengan saksama. Bahkan Randi, yang biasanya penuh ide, memilih untuk mendengarkan. Ada sesuatu dalam nada suara Reza—keyakinan yang kuat, dan kepercayaan diri seorang pemimpin.“Langkah pertama, kita harus memastikan dokumen ini tetap aman,” lanjut Reza, menunjuk pada map yang berisi bukti transaksi ilegal Johan. “Aku akan menyerahkan salinannya ke pengacara keluarga kita besok pagi.
Kecurigaan BaruVia dan Randi mulai menyusun rencana untuk menyelidiki Johan. Meski awalnya ragu untuk bekerja sama lagi, Via menyadari bahwa pengalaman mereka sebelumnya bisa menjadi keunggulan. Randi, di sisi lain, merasa kesempatan ini adalah cara untuk melindungi Via dan membuktikan dirinya bukan ancaman bagi keluarga Wiryo.Malam itu, di sebuah apartemen kecil yang disewa Randi, mereka membahas dokumen dan informasi yang telah dikumpulkan Randi selama ini.“Johan ini lebih berbahaya dari yang kita kira,” ujar Randi sambil menunjukkan dokumen dengan tanda tangan palsu yang sempat ditemukan Chandra. “Dia memalsukan dokumen keuangan perusahaan keluarga kamu untuk mengalihkan dana ke rekening pribadinya. Tapi itu bukan yang paling parah.”Via mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”“Johan juga bekerja sama dengan beberapa pihak eksternal untuk mengambil alih aset keluarga kamu. Kalau rencananya berhasil, dia nggak cuma mencuri uang, tapi juga kendali penuh atas perusahaan.”Via menggigit
Sementara itu, di sudut kota yang jauh dari hiruk-pikuk rumah Eyang Wiryo, Johan duduk di ruang kantor kecilnya, mengamati dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Ia memegang salah satu dokumen utama yang berkaitan dengan aset keluarga Wiryo, khususnya properti yang baru saja dibeli oleh perusahaan mereka.“Jadi, keluarga besar itu memang punya banyak rahasia,” gumam Johan dengan senyum licik. “Aku cuma perlu satu langkah lagi untuk membuat semuanya berantakan.”Seorang pria dengan tubuh kekar masuk ke dalam ruangan. “Pak Johan, tim sudah siap. Tinggal tunggu perintah Bapak.”Johan mengangguk. “Bagus. Pastikan semua berjalan mulus. Kita harus buat mereka tertekan. Kalau keluarga itu mulai goyah, aku akan masuk dan mengambil apa yang seharusnya jadi milikku.”Pria itu mengangguk sebelum keluar meninggalkan Johan dengan rencana jahatnya.Via duduk di ruang tamu, termenung memikirkan kepergian Randi. Meski ia tahu keputusan itu yang terbaik, ada rasa bersalah yang masih mengganjal.
Johan tertawa. “Kalian pikir bisa menghentikanku? Semua ini sudah berjalan terlalu jauh. Keluarga kalian akan kehilangan segalanya, dan aku akan menikmati setiap detiknya.”Namun, sebelum Johan bisa melanjutkan, Via dengan tenang mengeluarkan rekaman suara dari ponselnya.“Kita sudah merekam semua pengakuanmu,” kata Via sambil menekan tombol putar.Johan langsung panik. “Kalian nggak punya bukti cukup untuk menjatuhkanku!”“Tunggu saja,” jawab Reza dingin. “Kami punya lebih dari yang kamu bayangkan.”Dengan bukti rekaman dan dokumen, keluarga Wiryo akhirnya memiliki dasar kuat untuk melaporkan Johan ke pihak berwajib. Namun, mereka tahu bahwa perjuangan belum selesai.Di tengah semua kekacauan itu, hubungan antara Via dan Randi semakin rumit. Randi, yang masih menyimpan perasaan untuk Via, mulai merasa sulit menyembunyikan emosinya.“Aku nggak tahu apa aku bisa tetap di sini setelah semua ini selesai,” kata Randi pada Via suatu malam.Via menatapnya dengan penuh pengertian. “Kenapa ka
Malam itu, Reza memutuskan untuk menghubungi seorang teman lamanya yang bekerja di kepolisian untuk meminta bantuan. Temannya, Pak Anton, menyarankan agar mereka mengatur pertemuan rahasia untuk mendiskusikan langkah selanjutnya.Di sisi lain, Randi merasa bersalah karena semua ini terjadi akibat masa lalu ibunya. Ia mendekati Via yang sedang duduk di teras rumah.“Via, aku nggak tahu apakah semua ini layak diperjuangkan. Kalau aku tahu ibuku memang salah, aku nggak akan terus mencari,” katanya dengan suara rendah.Via menatapnya dengan penuh empati. “Randi, kamu nggak bisa menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi di masa lalu. Yang penting sekarang adalah mencari kebenaran. Kalau kamu menyerah sekarang, itu artinya kamu membiarkan mereka menang.”Randi tersenyum tipis, meski rasa cemas masih menyelimuti hatinya. “Kamu benar. Aku nggak akan mundur. Terima kasih, Via.”Namun, di balik percakapan itu, Reza memperhatikan mereka dari kejauhan. Ada perasaan tak nyaman di hatinya seti
Randi berdiri termenung di depan rumah Bu Diana, memandangi surat yang baru saja diberikan Chandra. Perasaan campur aduk menghantuinya. Ia tahu ia harus menemukan kebenaran, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk membersihkan nama ibunya.Di sisi lain, Via merasa tidak tenang setelah berbicara dengan Randi. Ia melihat ketulusan di mata pria itu, namun situasi yang rumit membuatnya tak bisa berbuat banyak.“Via, aku nggak tahu siapa lagi yang bisa aku percaya,” kata Randi ketika Via kembali menghampirinya. “Aku cuma punya satu orang di pikiranku yang mungkin bisa bantu menjelaskan semuanya. Tapi aku butuh bantuanmu.”Via mengernyit. “Siapa?”“Pak Surya, mantan rekan kerja ibuku. Dia yang tahu banyak tentang masa lalu keluarga kami,” jawab Randi. “Tapi aku nggak tahu di mana dia sekarang. Kalau kamu bisa bantu aku menemukannya, aku janji ini nggak akan lama.”Via ragu, tapi ia tahu bahwa Randi memang membutuhkan bantuan. “Oke. Aku akan coba cari informasi tentang Pak Surya.”Semen
Suasana di rumah Bu Diana kembali memanas. Randi datang untuk berbicara dengan Reza dan keluarganya. Kehadirannya langsung menciptakan ketegangan. Chandra, yang sejak awal menaruh curiga pada Randi, memutuskan untuk tidak ikut berkumpul, tetapi memantau dari jauh.Bu Diana duduk di sofa dengan Via di sampingnya. Wajahnya tegang, tetapi ia mencoba untuk menjaga sikap. Reza berdiri di depan Randi, ekspresinya sulit ditebak.“Aku tahu kalian masih sulit menerima aku,” Randi membuka pembicaraan. Suaranya tenang, tetapi penuh ketegangan. “Tapi aku nggak punya niat jahat. Aku hanya ingin menemukan tempatku di sini, keluarga yang selama ini aku cari.”Bu Diana menghela napas panjang. “Randi, aku paham kalau kamu merasa begitu. Tapi yang kamu harus tahu, keluarga ini punya luka yang masih sulit sembuh. Kehadiranmu… membawa banyak kenangan buruk.”Randi menunduk sejenak, lalu menatap Bu Diana. “Aku nggak berniat membuka luka itu lagi, Tante. Tapi aku punya hak untuk tahu siapa aku sebenarnya.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, suasana di rumah Bu Diana mulai terasa lebih tegang. Reza berusaha untuk tetap tenang, namun semakin banyak waktu berlalu, semakin sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa Randi benar-benar ingin menjadi bagian dari keluarga mereka.Suatu malam, setelah makan malam yang canggung bersama, Reza duduk di balkon rumah, menatap kosong ke luar. Via datang, duduk di sampingnya, dan menggenggam tangan suaminya."Mas, kamu masih khawatir soal Randi?" tanya Via lembut.Reza mengangguk, matanya tertuju pada bintang yang tampak bersinar di langit malam. "Aku nggak tahu lagi harus gimana, Via. Aku merasa terjebak di tengah semuanya."Via menghela napas. "Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi kita nggak bisa menghindar dari kenyataan. Randi punya hak untuk mencari tahu siapa dirinya, meskipun kehadirannya mungkin mempengaruhi banyak hal."Reza menatap Via. "Tapi apakah kamu siap kalau dia terus ada di sekitar kita, bahkan mungkin mencoba lebih dekat lagi?"Via