"Begitu luasnya negara ini, kenapa aku harus bertemu lagi denganmu di sini," ucap Raysa memandang sinis kepada Reza yang mengenakan baju keamanan.Sayangnya, Reza memilih diam dan menatap sang mantan dengan senyuman. “Aku akui kamu tampan, sayangnya nasibmu tidak setampan itu,” ucap Raysa dengan senyum dan tatapan merendahkan. Usai berkata demikian, dia langsung membuang muka dan benar-benar pergi. Andai bukan di kantor polisi, ingin rasanya Reza meremas mulut kurang ajar mantan isterinya tersebut. “Sabar,” ucap Reza seraya mengelus dadanya sendiri. Di sisi lain, Bella terus berusaha menyanggah dan membantah. Meskipun usahanya itu sia-sia. Dengan alasan tidak adanya saksi dan bukti maka laporan yang dibuat untuk mereka tetap harus diproses. “Kalau memang begitu, bawalah bukti ke hadapan kami agar kalian bisa bebas,” ucap petugas polisi yang melayani laporan terhadap Bella dan Via. “Andai aku tahu akan berakhir seperti ini, daripada melawan lebih baik aku videokan saja saat dia m
“Jangan terlalu banyak pikiran. Aku pasti akan segera menyelesaikan masalah ini. Tetap semangat,” ucap Randi seraya menepuk pelan bahu kiri Via. “Terima kasih. Maaf karena aku sudah merepotkan.” Via berkata dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah. Matanya beberapa kali berkedip, menahan air mata yang terus mendesak dan membuat kedua matanya terasa panas.“Jangan begitu. Kamu tidak perlu sungkan padaku. Sebagai atasan, ini sudah jadi kewajibanku untuk melindungi karyawan. Selain itu, kita ini teman dari zaman kuliah. Jadi, kamu tidak perlu merasa tidak enak.” “Entahlah. Aku hanya…, “ Via menarik napas dan menjeda sejenak ucapannya. “Apa pun itu, terima kasih,” ucapnya kemudian. Sementara itu, Reza masih tetap berdiam diri di tempat semula dengan tatapan yang tak sedetik pun lepas dari Via. Sampai akhirnya, Bella keluar dan menghentikan keadaan tersebut. Reza buru-buru membuang muka ke arah lain saat dia sadar bahwa Via mulai menoleh padanya. “Ah, ini benar-benar menyebalkan. Aku
Seseorang mengendap-endap, dari satu mobil ke mobil lainnya. Dia menguping laporan sopir pada setiap penjual yang menerima kiriman barang tersebut. Siapa lagi kalau bukan Reza, laki-laki itu memang sengaja ingin melihat transaksi para pemasok dengan penjual di mall-nya ini, setelah menyelesaikan masalah Via.Reza memicingkan mata, saat dia melihat seorang karyawan di bagian gudang menerima uang dari sopir pengangkut. Seperti ada sesuatu di antara mereka, membuat Reza kini melangkah mendekat, dia ingin mendengar percakapan mereka."Mereka ngapain bisik-bisik kayak gitu, ini pasti ada yang gak bener.""Kenapa dia ngasih uang, apa semua yang terjadi di toko-toko memang disengaja? Ini ulah Chandra atau ulah para karyawan yang pengen punya keuntungan?" tanya Reza lagi pada dirinya sendiri.Reza mengeluarkan ponselnya, memotret adegan di depan sana. Namun, dia tidak hanya membutuhkan bukti ini, tapi harus juga merekam percakapan mereka untuk memastikan kalau ini memang benar-benar sebuah ke
Reza tengah duduk di kursi kerjanya, dengan tangan yang memegang bolpoin yang di ketuk-ketukkan ke kepalanya sendiri. Reza benar-benar sedang menunggu hasil kerja Dani, tentang dua orang yang harus dicari tahu identitasnya.Suara langkah kaki dan juga pintu yang dibuka membuyarkan lamunan Reza, membuatnya melirik ke sumber suara. Tatapan mata Reza yang tengah serius membuat Dani sontak menundukkan pandangannya. "Maaf Tuan Muda, saya datang untuk memberi kabar soal ....""Jangan bicara terlalu formal, duduk dulu dan katakan semuanya!" ucap Reza yang mana kini dia melemparkan senyuman.Rupanya Reza memang tengah berpikir keras, membuat ekspresi seriusnya terkesan sangat menyeramkan. Itulah kenapa Dani tiba-tiba menundukkan kepalanya. Namun, saat Reza kembali ramah dengan tersenyum manis itu membuat Dani sedikit lega.Mungkin karena Reza memang cucu Eyang Wiryo, kesan berwibawa sangat kuat, membuat Reza terlihat sangat menyeramkan saat sedang serius. Reza menaikan sebelah alisnya, menata
Randi menatap sebuah amplop berisi surat peringatan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kasus yang menimpa Via. Sebagai manajer di perusahaan tersebut, Randi dibebankan sebuah tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Dia harus turun tangan secara langsung dan meminta maaf pada Raysa agar masalah ini tidak berlarut-larut. Dibacanya sekali lagi surat tersebut kemudian Randi bangkit dari kursi kerjanya dan bergegas setelah meletakkan surat tersebut di meja. Randi memutuskan untuk pergi menemui Raysa dan meminta maaf pada wanita tersebut. Bagaimanapun dia tak mau masalah ini terus bergulir dan berdampak buruk bagi perusahaan dan tentu saja bagi Via juga. Melihat Randi yang keluar dari ruang kerja dengan wajah yang ditekuk, Bella merasa penasaran. Dia pun bertanya pada pria tersebut, tetapi tak mendapat jawaban sesuai keinginan. “Pekerjaan.” Hanya itu yang keluar dari mulut Randi sebagai jawaban. Karena tidak merasa puas, Bella pun menggali informasi lebih lanjut kepada beberapa rekan
Raysa terus memupuk kebencian dalam hatinya untuk Via, bahkan tak puas dengan hanya membuat gadis itu bersujud, kini Raysa mengambil segelas minuman yang dia pesan sebelumnya dan menumpahkan itu tepat di kepala Via. Sambil terus melakukan live streaming di media sosial. Reza yang melihat itu semakin geram dan tak tahan. Akan tetapi, keadaan saat ini tak memungkinkan dirinya untuk berperan sebagai pahlawan. Sampai di titik saat ini, dia masih harus bersabar. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Randi yang seketika berdiri. Merasa kaget dengan apa yang dilakukan Raysa pada Via. “Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Segelas minuman tadi, anggap saja sebagai pembersih untuk kesalahannya,” jawab Raysa tanpa beban. Sementara Via tertunduk dengan perasaan kesal bercampur sedih. Bukan tak ingin melawan, hanya saja saat ini Raysa tengah melakukan live dan melakukan perlawanan hanya akan membuat keadaan semakin runyam. Sesak memenuhi perasaan Via, rasa panas menyerang mata diiringi tet
Reza terdiam. Lalu, setelah Via berpamitan, pria itu tiba-tiba menawarkan Via untuk berjalan-jalan sejenak sekadar menghilangkan penat. Via pun merasa bahwa ide itu tidak buruk, dia pun setuju dan meminta Reza untuk menunggu. “Mau ke mana kita?” tanya Via sesaat setelah selesai bersiap. “Pantai bagaiamana?” “Sepertinya bagus.” Tanpa basa-basi lagi, Reza pun melajukan sepeda motornya ke arah pantai dengan jarak tempuhnya yang lumayan. Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam akhirnya mereka sampai dan memilih batu karang di pinggir pantai sebagai tempat untuk menikmati pemandangan. “Ini.” Reza menyodorkan satu kotak sosis bakar dan segelas es coklat untuk camilan. “Bukankah kamu sudah terbukti tidak bersalah. Lantas kenapa mereka masih memecatmu?" tanya Reza sembari melirik Via yang sedang memanyunkan bibirnya. "Itulah yang di harapkan Raysa!" "Maksudnya? Apa kamu kenal dia sebelumnya." Via menganggukkan kepalanya, dan kembali terdiam sembari mengedarkan pandangan ke seluru
Mata Reza beberapa kali melirik ke arah Via, di mana perempuan itu pun curi-curi pandang ke arahnya. Reza pura-pura batuk, kemudian berjalan ke sisi lain untuk mengindari tatapan dari Via."Sa-saya bisa tidur di sofa ini, kamu tidur di sana.""Ya udah, sini!" ucap Via yang sontak membuat Reza langsung mendongak dan menatapnya.Via mengulurkan bantal dan selimut, membuat Reza tersenyum. Reza menggelengkan kepala, saat dia sadar kalau Via hanya memberikan benda itu bukan mengajaknya tidur bersama. Reza membawa bantal dan selimut ke sofa, kemudian berbaring di sana. Posisinya memang tidak nyaman, tetapi dia juga tak mungkin tidur satu ranjang yang sama dengan Via.Bukan takut khilaf, Reza hanya merasa tidak enak saja. Mereka baru kenal dan kini malah ditempatkan di satu ruangan yang sama, bahkan harus tidur di ranjang yang sama. Jadi Reza mengalah, memilih tidur di sofa dengan posisi yang sama sekali tidak nyaman.Melihat Reza yang meringkuk membuat Via sedikit tidak enak. "Gimana kalau
Bab: Janji yang BeratSetelah konfrontasi dengan Pak Bima, Reza kembali ke rumah dengan wajah yang tegang. Ia langsung mencari Via, yang saat itu sedang duduk di ruang keluarga. Via tengah berusaha menenangkan diri dengan membaca buku, tetapi pikirannya tetap gelisah. Begitu melihat raut wajah suaminya, ia tahu ada sesuatu yang serius."Reza, apa yang terjadi?" tanyanya sambil menutup buku dan meletakkannya di pangkuan.Reza berjalan mendekat, duduk di sampingnya, dan langsung meraih tangannya. Ia menatap Via dengan penuh kesungguhan. "Aku sudah bertemu dengan Pak Bima. Dia tidak akan berhenti begitu saja, Via. Tapi aku berjanji, aku akan melindungimu dari semua ini."Via mengangguk pelan, tetapi hatinya masih dipenuhi kekhawatiran. Janji Reza adalah penguat, tetapi tidak cukup untuk menghilangkan rasa takut yang terus menghantuinya."Reza," katanya pelan, mencoba meredam suaranya agar tidak terdengar gemetar, "aku percaya padamu. Tapi... aku takut. Semua ini terasa terlalu berat untu
Konfrontasi di Perusahaan Di kantor, suasana menegang saat Reza memanggil Chandra ke ruangannya. Chandra, yang awalnya terlihat percaya diri, mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres dari ekspresi dingin sepupunya. “Chandra,” suara Reza terdengar tenang, namun sarat dengan ketegasan, “Aku ingin kita berbicara serius hari ini. Tentang kamu, Raysa, dan segala permainan yang kalian jalankan di belakangku.” Wajah Chandra langsung berubah pucat. Ia mencoba menyangkal. “Saya tidak mengerti maksudmu. Apa yang akmu bicarakan?” Reza meletakkan flash drive di atas meja. “Aku punya rekaman percakapanmu dengan Raysa. Kau pikir aku akan membiarkan kalian terus menghancurkan hidupku dan Via?” Chandra tercekat, berusaha mencari alasan. “Om, itu bukan seperti yang terlihat. Saya hanya...” Reza memotong dengan nada dingin, “Hanya ikut campur dalam urusan pribadiku? Hanya berusaha menghancurkan istri yang kucintai? Cukup, Chandra! Aku sudah cukup bersabar dengan semua ini.” Reza berdiri,
Malam itu, Reza duduk di ruang kerja dengan laptopnya terbuka. Ia memeriksa rekaman yang diberikan Lisa kepada Via, mencatat setiap detail penting. Ada sesuatu yang memberinya ide—rekaman ini bisa menjadi kunci untuk membalikkan keadaan.Namun, saat Reza berencana untuk melibatkan pengacaranya, Via tiba-tiba masuk ke ruang kerja dengan tatapan penuh tekad.“Aku ingin menghadapi Raysa sendiri,” katanya.Reza menoleh, terkejut. “Via, ini bukan hanya tentangmu. Ini tentang kita. Biarkan aku menangani ini.”Via menggeleng. “Sudah terlalu lama aku diam, Reza. Aku selalu mengandalkanmu untuk melindungiku, tapi aku sadar, jika aku terus begini, mereka akan berpikir aku lemah. Aku ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku juga bisa bertarung.”Reza terdiam sesaat, lalu mengangguk perlahan. “Baik, tapi kita hadapi ini bersama.”Via dan Reza memutuskan untuk mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi semua rumor yang beredar. Dalam ruangan yang dipenuhi wartawan, Via berdiri di depan podi
Via berdiri di kamar dengan ponsel Reza di tangannya. Pesan dari Raysa tampak mencolok di layar:"Aku tahu kamu masih peduli padaku, Reza. Jangan bohongi dirimu sendiri. Aku akan menunggu kapan pun kamu siap kembali."Pesan itu membuat darah Via mendidih. Selama ini, ia sudah mencoba bertahan di tengah segala hinaan dan fitnah. Namun, pesan itu membuatnya merasa seolah-olah semua perjuangannya sia-sia.Saat Reza masuk ke kamar, ia melihat Via menatapnya dengan mata penuh amarah dan rasa sakit. “Reza, apa maksud semua ini?” Via menunjukkan layar ponselnya.Reza mengernyit. Ia mendekat untuk melihat pesan tersebut, lalu menghela napas berat. “Via, dengarkan aku. Aku tidak pernah membalas pesannya, apalagi memiliki hubungan apa pun dengannya.”Namun, Via sudah terlalu lelah untuk menerima penjelasan. “Kalau begitu, kenapa dia masih berani menghubungimu seperti ini? Apa yang membuat dia merasa punya hak untuk mengatakan semua itu?”Reza mencoba mendekati Via, tapi istrinya mundur selangka
Malam itu, setelah konferensi pers selesai, Via tidak bisa tidur. Ia merasa semua tindakan Reza untuk membelanya hanya memperburuk keadaan. Berita dan komentar di media sosial semakin menjadi-jadi. Bahkan, beberapa pasien di kliniknya mulai membatalkan jadwal konsultasi dikliniknha, membuatnya merasa reputasi kliniknya juga ikut hancur. Banyak pelanggan mengkritik meminta Via untuk di pecat. Pagi harinya, saat Via duduk di meja makan dengan tatapan kosong, Lisa datang untuk mengecek kondisi Bu Diana. Melihat Via yang tampak tidak bersemangat, Lisa langsung bertanya, “Vi, kamu kelihatan makin drop. Ada apa lagi? Aku dengar berita itu viral lagi.”Via hanya mengangguk lemah. “Aku lelah, Lis. Aku gak tahu lagi harus gimana.”Lisa menghela napas panjang. “Vi, kamu harus tegas. Kalau ini memang ulah Raysa, kamu gak bisa terus-menerus diam dan biarkan dia menang. Aku yakin Reza juga akan mendukungmu.”Namun, Via menggeleng. “Aku tidak yakin, Lis. Semakin Reza mencoba membelaku, semakin ban
Malam itu, ketika Reza tiba di rumah, ia langsung mencari Via untuk membicarakan kejadian di kantor. Namun, ia mendapati istrinya sedang duduk di ruang tamu dengan wajah lelah dan pandangan kosong. Raut wajah Via sudah cukup bagi Reza untuk tahu bahwa istrinya telah mendengar sesuatu yang buruk lagi.“Via, ada apa? Apa yang terjadi hari ini?” tanya Reza, mencoba mendekati istrinya.Via mengangkat pandangan, matanya sudah basah oleh air mata yang tertahan. “Reza, apa kamu tahu seberapa jauh Raysa mencoba menghancurkan aku? Aku merasa tidak punya tempat lagi di dunia ini.”Reza terkejut mendengar nada suara Via yang begitu hancur. “Apa maksudmu? Apa dia melakukan sesuatu lagi?”Via mengangguk perlahan. “Hari ini, aku mendengar gosip dari beberapa orang di klinik. Mereka membicarakan skandal lama kita… saat aku dan kamu ditangkap di hotel. Mereka mengaitkannya dengan statusku sebagai istrimu sekarang, seolah-olah aku adalah wanita murahan yang merebutmu dari Raysa. Aku malu, Reza... Aku
Setelah acara berakhir, dalam perjalanan pulang, Via tak mampu menahan lagi emosinya. Di dalam mobil, ia menatap Reza dengan mata berkaca-kaca. “Aku lelah, Reza. Selalu dihina, dianggap rendah… semua hanya karena aku menikah denganmu. Sampai kapan aku harus bertahan seperti ini?”Reza menggenggam tangannya, mencoba menenangkan hati istrinya. "Aku akan selalu melindungimu, Via. Apa pun yang terjadi, aku akan memastikan mereka berhenti meremehkanmu. Bahkan jika itu berarti aku harus meninggalkan semua ini demi kita."Namun di lubuk hati, Via mulai mempertanyakan apakah cinta mereka mampu bertahan di tengah tekanan seperti ini, dan apakah Reza benar-benar mampu mengatasi ambisi keluarga besar Wijaya yang penuh intrik demi dirinya.Sesampainya di rumah, Via merasa benar-benar lelah dan tertekan. Semua perkataan hinaan, tatapan tajam, dan sindiran selama acara tadi masih terngiang di kepalanya. Sejak pernikahannya dengan Reza, ia tak pernah merasa diterima penuh oleh lingkungan keluarga be
Konflik yang dihadapi Via dan Reza mulai meruncing, terutama setelah Raysa dan Chandra semakin berani menjalankan rencana mereka. Raysa, yang tahu betul titik lemah Via, mulai menyusun skenario untuk mempermalukan dan menyudutkan Via di depan publik.Suatu pagi di klinik, Via menerima telepon dari seorang wartawan yang menanyakan kabar tentang "Masa lalu Raza," dan posisinya sebagai istri pewaris Wijaya Nikel. Wartawan itu, yang jelas-jelas telah mendapat bocoran dari Raysa atau Chandra, berusaha memancing Via untuk memberikan pernyataan resmi tentang tuduhan merebut suami orang, Via yang terkejut dengan pertanyaan tersebut, langsung menyadari bahwa sesuatu sedang dipermainkan.Namun masalah ini tak berhenti di situ. Setelah hari yang melelahkan, Via menerima undangan acara amal dari perusahaan Reza, di mana ia diharapkan hadir sebagai pendampingnya. Reza berharap kehadiran mereka sebagai pasangan akan memulihkan citra mereka. Via, meski ragu, akhirnya setuju demi menjaga kehormatan s
Tak ingin melewatkan kesempatan untuk balas dendam, Raysa mulai menyusun rencana. Dengan hati penuh amarah dan dendam pada Reza, yang menurutnya telah menghancurkan hidupnya, ia memutuskan untuk mendekati Chandra. Baginya, Chandra adalah sekutu sempurna yang bisa membantu menjatuhkan Reza dan mengusir Via dari hidup Reza.Suatu sore, Raysa mengundang Chandra bertemu di sebuah kafe yang cukup tersembunyi. Ketika Chandra tiba, ia terlihat penasaran namun juga hati-hati. Raysa, yang tampak anggun dan tenang, memulai percakapan dengan santai."Chandra, aku tahu kamu mungkin bingung kenapa aku memintamu bertemu di sini," kata Raysa, tersenyum penuh arti.Chandra mengangguk, memasang ekspresi serius. "Benar. Ada apa, Raysa? Ada sesuatu yang perlu kita bahas?"Raysa menghela napas panjang sebelum menjawab, “Kamu dan aku sama-sama tahu bahwa Reza tidak pantas mendapatkan semuanya. Aku tahu kamu juga merasakan ketidakadilan ini. Dia hanya bermain perasaan dengan banyak orang, mempermainkan hat