Via masih termenung, memikirkan nasib yang seakan ingin membuatnya berada dalam titik terendah dalam satu hentakan. Setelah dipermalukan Raysa, dipecat dari pekerjaan, kini dirinya harus mengunjungi kantor polisi lagi karena penggerebekan beberapa waktu lalu. Sebuah peristiwa yang membuatnya terancam dinikahkan oleh dinas sosial setempat sebagai konsekuensi. Sementara Reza terus berpikir keras agar dia dan Via bisa keluar dari kantor polisi dan pulang. Setelah keadaan lebih tenang, dia mendatangi polisi seorang diri dan coba melakukan sesuatu. Meminta ponselnya kembali untuk menghubungi pihak keluarga yang mungkin bisa datang untuk menjamin dirinya dan Via. Namun, nyatanya tidak semulus itu karena polisi yang menyita ponsel miliknya seakan tak percaya. Dia menganggap Reza hanya ingin lari dari tanggung jawab dan menelepon sembarang orang. Akan tetapi, Reza terus meyakinkan polisi yang menginterogasinya tersebut bahkan sampai bersumpah.“Bapak yang bilang agar pihak keluarga datang s
Ruangan untuk perempuan dan laki-laki memang dibedakan. Jadi di malam itu Reza dan Via berada di tempat yang berbeda. Reza sudah menghubungi Dani dan memintanya untuk segera menjemputnya. Sementara Via hanya meringkuk dengan tas yang dijadikan bantalan kepala.Seorang petugas lewat ke sel di mana Via meringkuk, sontak dia pun bangun. "Bu, maaf saya mau tanya!" ucapnya menahan langkah polisi wanita."Laki-laki yang tadi bersama saya, apa dia masih ada di ruangannya?""Reza? Dia sudah pulang, tadi dijemput oleh keluarganya," jawab si polisi yang membuat mata Via langsung membulat."Masa, Bu! Dia beneran keluar sama keluarganya?" tanya Via lagi untuk memastikan rasa kecewanya.Polisi itu mengangguk kembali dengan yakin, membuat Via seketika tersenyum hampa. Dia berbalik menatap para perempuan yang kini mendongak menatap rasa kecewanya. Via terduduk sembari memeluk kakinya, isi kepalanya mulai berputar, memikirkan bagaimana caranya dia bisa cepat keluar dari tempat tersebut.Walau rasa ke
Derap langkah seseorang mengisi kekosongan sebuah mansion di tengah Kota Aru Malaca. Saat tangannya memegang handel pintu, seseorang tampak tengah merapihkan sesuatu di meja ketua, tentunya membuat sosok yang masuk tadi menaikkan sebelah alisnya."Apa yang kamu lakukan di sini, Kak? Di mana Ketua? Di mana Nyonya Wiryo berada?" tanyanya.Dia adalah Dani, orang kepercayaan Eyang Wiryo yang kini ditugaskan terus berada di sisi Elreza. Dani terlihat cemas, raut wajahnya jelas menggambarkan itu, membuat siapa pun tahu kalau ada hal buruk yang mungkin terjadi.Sosok itu menepuk pundak Dani dan memintanya untuk merahasiakan apa yang terjadi saat ini. "Eyang berada di luar negeri, katakan seperti apa yang aku ucapkan saja. Eyang baik-baik saja!" tegasnya."Apa ini karena berita yang terjadi?" tanya Dani lagi.Anggukan kecil dari Andre membuat Dani memelas. Sudah dia duga kalau kejadian yang menimpa Reza dan Via di hotel kemarin akan berdampak pada kesehatan Eyang Wiryo. Namun, lagi-lagi dia h
"Bagaimana Tuan Muda, hanya kencan buta saja. Kalau Anda tidak ingin melanjutkannya pun tak apa, tapi tolong temui Nona Nadia di restoran ini," ucap Dani yang memberikan alamat restoran pada Reza.Ini bukan pilihan, melainkan sebuah keharusan. Reza melirik alamat itu dan kembali diam. Dia masih belum bisa kalau harus menjalin hubungan, apalagi atas dasar perjodohan.Di jam makan siang, Reza sudah disiapkan pakaian semi formal. Dia mengenakan celana hitam, sepatu kerja, dan juga kemeja hitam lengan panjang yang sebenarnya lengannya dia gulung sampai siku lengan."Kamu benar-benar tampan, Tuan Muda.""Aku tahu itu Dani, jadi kamu mau jadi sopir atau aku pergi sendiri? Jangan memata-matai aku, lebih baik kamu ikut saja!" ucap Reza yang dia sudah tahu kalau Dani tak akan mungkin membiarkannya pergi sendiri.Dani langsung tersenyum dan mereka pun pergi bersama, ke restoran yang sudah Nadia tentukan. Kebetulan saat tiba, meja itu masih kosong, yang mana Reza harus menunggu Nadia datang.Rez
Dani dan Reza kini tengah membungkuk di balik salah satu mobil yang terparkir. Dani berjalan lebih dulu ke gudang, kemudian dia menyapa penjaga di sana dengan senyuman. "Selamat malam," sapa Dani sembari mengangguk memberi hormat. Namun, saat sosok penjaga itu hendak merespon, Dani dengan cepat memukul rahangnya yang membuat penjaga gudang langsung terjengkang. Dia menyeret tubuhnya dan membawanya ke satu sisi. Dani dengan cepat memberi sinyal dengan menghubungi Reza, menandakan kalau di dalam sudah aman dan waktunya Reza bergerak. Tak lama Reza datang dan melihat penjaga gudang sudah terkapar di bawah. "Ganti pakaiannya, Tuan Muda!""Sudah kubilang jangan panggil Tuan Muda!" "Tapi!" "Tidak ada tapi-tapi. Atau kamu bisa memanggilku Kakak. bukankah aku satu tahun lebih tua darimu." Dani hanya tersenyum simpul sambil memanggil "kakak!" Reza pun tersenyum, lalu menepuk bahu Dani sembari mengganti pakaiannya menjadi si penjaga gudang, sementara Dani langsung menyeretnya ke sisi la
“Jadi, akan dikirim ke mana barang itu?” tanya Reza dengan suara rendah, tetapi penuh tekanan. Dia menatap tajam ketiga pria yang tengah duduk di hadapan. Berusaha mengintimidasi orang-orang itu guna mendapatkan sebuah pengakuan untuk sesuatu yang menjadi kecurigaan. Namun, tak ada sedikit pun jawaban yang keluar. Dua sopir dan satu kernet itu masih memilih bungkam. Dani yang melihat hal tersebut semakin dibuat geram. Pasalnya ketiga orang itu tidak menunjukan gelagat yang baik untuk bisa diajak kerja sama. “Sebaiknya kalian mengaku jika tak mau urusan ini menjadi panjang,” ucap Dani yang sudah merasa tidak sabar. Pasalnya bukti yang memberatkan mereka sudah ada, didapatkan Dani selama masa pengintaian. Tinggal butuh pengakuan dan bukti pengiriman, maka semuanya akan benar-benar terang. Akan tetapi, seperti yang terjadi sebelumnya. Jawaban itu tak kunjung didapatkan karena sopir dan kernet tersebut masih tidak mau bersuara. Sampai akhirnya, Dani melakukan sedikit gertakan dengan me
Pegawai mall Anggrek sudah sibuk sejak pagi. Berita tentang kedatangan bos besar telah sampai kepada para staf dan mereka tengah mempersiapkan semuanya. Di akhir persiapan, semua pegawai berdiri di kanan dan kiri pintu masuk untuk menyambut kedatangan Eyang Wiryo. Sesuai jadwal, apa yang ditunggu akhirnya datang. Tak terkecuali Reza yang akan menjadi pemeran utama untuk acara hari ini. Namun, dia datang terpisah karena mobil yang ditumpangi terjebak sedikit lebih lama di lampu merah. Sambil menunggu, Eyang Wiryo ditemani beberapa ajudannya berkeliling untuk melihat-lihat. Di sisi lain, Reza sudah terlihat di parkiran dan mulai memasuki area dalam bangunan mall. Tepat di pintu masuk, dia bertemu dengan Bella.Bella ternganga untuk beberapa saat melihat penampilan Reza yang tidak seperti biasanya. Setelan jas abu yang dipadukan dengan sepatu hitam sangat cocok dan membuat pria itu terlihat tampan. “Astaga, aku hampir tidak bisa mengenali kamu dengan pakaian ini,” ucap Bella sambil men
Reza menanyakan keadaan Bella pada Dani dan meminta asistennya tersebut untuk membawa Bella ke ruangannya karena ada sesuatu yang harus dibicarakan. Tanpa banyak bertanya, Dani mengiyakan permintaan Reza kemudian pamit untuk menemui Bella dan membawa gadis itu ke hadapan Reza. “Bos ingin bertemu denganmu, ikut aku ke ruangannya,” ucap Dani begitu dia bertemu dengan Bella. Mendengar itu, Bella merasa takut. Dia khawatir Raza akan marah dan membuat dirinya kehilangan pekerjaan. Namun, tak punya kuasa juga untuk menolak sehingga pada akhirnya mau tidak mau Bella tetap mengikuti langkah Dani. Sesampainya di ruangan Reza, Dani mempersilakan dan pamit untuk menunggu di luar. Membiarkan Reza dan Bella berbicara secara langsung tanpa pihak ketiga. Sementara itu, Bella terus menarik napas dan mengembusnya dengan pelan guna menyembunyikan kegugupan. “Duduklah,” ucap Reza seraya mengulurkan tangan, mempersilakan. “Emh, eh, i-iya.” Bella merespon dengan canggung. Pikiran dan hatinya dipenuhi