“Jadi, akan dikirim ke mana barang itu?” tanya Reza dengan suara rendah, tetapi penuh tekanan. Dia menatap tajam ketiga pria yang tengah duduk di hadapan. Berusaha mengintimidasi orang-orang itu guna mendapatkan sebuah pengakuan untuk sesuatu yang menjadi kecurigaan. Namun, tak ada sedikit pun jawaban yang keluar. Dua sopir dan satu kernet itu masih memilih bungkam. Dani yang melihat hal tersebut semakin dibuat geram. Pasalnya ketiga orang itu tidak menunjukan gelagat yang baik untuk bisa diajak kerja sama. “Sebaiknya kalian mengaku jika tak mau urusan ini menjadi panjang,” ucap Dani yang sudah merasa tidak sabar. Pasalnya bukti yang memberatkan mereka sudah ada, didapatkan Dani selama masa pengintaian. Tinggal butuh pengakuan dan bukti pengiriman, maka semuanya akan benar-benar terang. Akan tetapi, seperti yang terjadi sebelumnya. Jawaban itu tak kunjung didapatkan karena sopir dan kernet tersebut masih tidak mau bersuara. Sampai akhirnya, Dani melakukan sedikit gertakan dengan me
Pegawai mall Anggrek sudah sibuk sejak pagi. Berita tentang kedatangan bos besar telah sampai kepada para staf dan mereka tengah mempersiapkan semuanya. Di akhir persiapan, semua pegawai berdiri di kanan dan kiri pintu masuk untuk menyambut kedatangan Eyang Wiryo. Sesuai jadwal, apa yang ditunggu akhirnya datang. Tak terkecuali Reza yang akan menjadi pemeran utama untuk acara hari ini. Namun, dia datang terpisah karena mobil yang ditumpangi terjebak sedikit lebih lama di lampu merah. Sambil menunggu, Eyang Wiryo ditemani beberapa ajudannya berkeliling untuk melihat-lihat. Di sisi lain, Reza sudah terlihat di parkiran dan mulai memasuki area dalam bangunan mall. Tepat di pintu masuk, dia bertemu dengan Bella.Bella ternganga untuk beberapa saat melihat penampilan Reza yang tidak seperti biasanya. Setelan jas abu yang dipadukan dengan sepatu hitam sangat cocok dan membuat pria itu terlihat tampan. “Astaga, aku hampir tidak bisa mengenali kamu dengan pakaian ini,” ucap Bella sambil men
Reza menanyakan keadaan Bella pada Dani dan meminta asistennya tersebut untuk membawa Bella ke ruangannya karena ada sesuatu yang harus dibicarakan. Tanpa banyak bertanya, Dani mengiyakan permintaan Reza kemudian pamit untuk menemui Bella dan membawa gadis itu ke hadapan Reza. “Bos ingin bertemu denganmu, ikut aku ke ruangannya,” ucap Dani begitu dia bertemu dengan Bella. Mendengar itu, Bella merasa takut. Dia khawatir Raza akan marah dan membuat dirinya kehilangan pekerjaan. Namun, tak punya kuasa juga untuk menolak sehingga pada akhirnya mau tidak mau Bella tetap mengikuti langkah Dani. Sesampainya di ruangan Reza, Dani mempersilakan dan pamit untuk menunggu di luar. Membiarkan Reza dan Bella berbicara secara langsung tanpa pihak ketiga. Sementara itu, Bella terus menarik napas dan mengembusnya dengan pelan guna menyembunyikan kegugupan. “Duduklah,” ucap Reza seraya mengulurkan tangan, mempersilakan. “Emh, eh, i-iya.” Bella merespon dengan canggung. Pikiran dan hatinya dipenuhi
Seseorang mengetuk pintu ruang kerja di mana Reza berada. “Masuk.” Reza menyahut. Tak lama, pintu terbuka dan memperlihatkan Dani beserta satu orang pria lainnya berdiri di ambang pintu. Reza melirik ke arah mereka kemudian mengangguk. Dani mempersilahkan pria itu masuk dan pamit untuk melakukan pekerjaan yang lain. “Selamat datang, duduklah,” ucap Reza menyapa. Pria yang tak lain adalah Candra itu menanggapi sapaan Reza dengan dingin. Dia duduk di sofa tamu setelah menarik kedua ujung jasnya dengan penuh keangkuhan. Sementara Reza hanya menatap itu dengan senyum. “Aku yakin kamu sudah tahu tujuanku datang ke sini,” ucap Candra tanpa basa-basi. “Tentu saja. Selama ini kita tidak pernah saling sapa atau bermain bersama karena kesibukan masing-masing. Dan aku senang karena kamu mau menemuiku di saat kamu sedang berada di sini. Sungguh, aku merasa terhormat.” Reza berucap dengan nada sarkas yang terlihat jelas. Candra membuang napas kasar, dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruan
"Via, kamu kenapa, Nak?" Suara serak itu membuyarkan lamunan Via.Seketika Via langsung melirik dan tersenyum pada sosok wanita yang tengah duduk di kursi roda. Tatapan penuh rasa khawatir itu membuat Via langsung tersenyum, sekadar mengurangi rasa cemas ibunya. Via memegang tangan ibunya dan kembali menatapnya dengan tersenyum. "Aku gak apa-apa, Bu. Ibu sudah bosan? Mau kembali ke tempat tidur atau jalan-jalan?" tanyanya.Ibunya Via menggeleng, kemudian menunjuk tempat tidur di mana dia memilih untuk beristirahat. Via langsung mendorong kursi roda dan membantu ibunya untuk beristirahat.Via menghela napas, pikirannya saat ini tengah kusut. Dia harus merawat ibunya di panti jompo, sementara dirinya sendiri tidak memiliki pekerjaan. Di ibu kota mencari pekerjaan sangatlah sulit. Walau dia lulusan terbaik, tetap saja masuk ke sebuah perusahaan atau mendapatkan pekerjaan biasa pun akan sulit di era sekarang ini.Kaki Via melangkah keluar panti jompo, dia duduk di taman sembari menatap la
"Riviya!" panggil seorang wanita berseragam hitam. Seketika Riviya tersenyum dan masuk ke dalam ruangan bersama 3 pelamar lainnya yang sebelumnya sudah masuk di dalam ruangan. Via menghentikan langkahnya, ketika melihat sosok pria yang sebelumnya ia temui-Chandra. "Riviya!" panggilan yang diabaikan gadis berambut panjang itu, hingga sang wanita berbaju hitam sebelumnya menepuk punggungnya. "Maaf!" Riviya duduk sembari kedua tangannya mengepal karena tegang. Tentu saja gadis itu sangat berharap dengan pekerjaan ini, agar bisa membiayai perawatan ibunya. Tatapan Chandra fokus menatap kecantikan Via hingga sang manager di sampingnya pun lirih memanggil Chandra beberapa kali. Beberapa kali Via selalu bisa membawa pertanyaan yang di pertanyakan oleh sang penguji. Hal itu membuat Chandra semakin kagum. "Silakan keluar dan tunggu, nanti kami akan mengumumkannya."Mereka berempat pun keluar ruangan, dan setelah keluar, Via pun ingin marah pada dirinya sendiri. "Kenapa sih aku soal bange
Pagi tiba dan Eyang Wiryo mengajak Andre untuk ke taman karena ingin berolahraga. Sebagai pengawal, tentu saja Andre mengiyakan permintaan tersebut dan mengantar sang majikan sesuai keinginan. Namun, sebelum mulai berolahraga, Andre pergi ke minimarket untuk membeli air mineral. Sementara Eyang Wiryo, duduk di halte yang berada di seberang taman. Di saat menunggu, tiba-tiba seorang pria tak dikenal mendekat dan dengan cepat mengambil tas kecil yang disimpan Eyang Wiryo di sebelahnya. Otomatis, Eyang Wiryo pun menjerit meminta pertolongan. Beberapa orang yang lewat menoleh, tetapi hanya satu dua orang yang peduli. Di sisi lain, seorang gadis yang hendak menuju halte mendengar sekaligus melihat kejadian. Dia yang mengenali si pencopet dengan segera mengejar guna mendapatkan tas kecil milik Eyang Wiryo kembali. Dibantu beberapa orang, akhirnya dia mendapatkan tas itu. “Terima kasih,” ucap gadis tersebut pada orang-orang yang ikut membantu. Kemudian, dia bergegas menemui Eyang Wiryo un
“Kita harus memeriksa semua ini secara langsung agar tahu lebih jelas.” Reza kembali membaca laporan bahan baku kosmetik yang ditemukannya tidak wajar itu. Mempelajarinya berkali-kali guna memastikan jika memang ada kejanggalan di sana. “Benar, kita tak bisa hanya menebak-nebak,” sahut Dani menyetujui pemikiran Reza. Bagaimanapun, selain catatan bukti fisik juga diperlukan untuk memperkuat dugaan. Maka tanpa menunggu lebih lama, Reza memutuskan untuk pergi ke Harua. Sebelum pergi, dia menemui Bima untuk menyampaikan maksudnya tersebut. Selain itu, posisi direktur sementara akan kosong di sana maka dari itu, dia perlu menekankan beberapa pada Bima selaku wakil agar bisa mengatasi segala hal yang berkaitan dengan perusahaan selama dirinya di Harua. Namun, respon Bima tidak terlalu bagus. Pria itu mempertanyakan maksud Reza yang ingin pergi Harua dan menuduh jika Reza seharusnya mempercayakan semua perusahaan yang ada di Harua pada Candra. “Kamu benar-benar tidak percaya pada sepupu s