"Via, kamu kenapa, Nak?" Suara serak itu membuyarkan lamunan Via.Seketika Via langsung melirik dan tersenyum pada sosok wanita yang tengah duduk di kursi roda. Tatapan penuh rasa khawatir itu membuat Via langsung tersenyum, sekadar mengurangi rasa cemas ibunya. Via memegang tangan ibunya dan kembali menatapnya dengan tersenyum. "Aku gak apa-apa, Bu. Ibu sudah bosan? Mau kembali ke tempat tidur atau jalan-jalan?" tanyanya.Ibunya Via menggeleng, kemudian menunjuk tempat tidur di mana dia memilih untuk beristirahat. Via langsung mendorong kursi roda dan membantu ibunya untuk beristirahat.Via menghela napas, pikirannya saat ini tengah kusut. Dia harus merawat ibunya di panti jompo, sementara dirinya sendiri tidak memiliki pekerjaan. Di ibu kota mencari pekerjaan sangatlah sulit. Walau dia lulusan terbaik, tetap saja masuk ke sebuah perusahaan atau mendapatkan pekerjaan biasa pun akan sulit di era sekarang ini.Kaki Via melangkah keluar panti jompo, dia duduk di taman sembari menatap la
"Riviya!" panggil seorang wanita berseragam hitam. Seketika Riviya tersenyum dan masuk ke dalam ruangan bersama 3 pelamar lainnya yang sebelumnya sudah masuk di dalam ruangan. Via menghentikan langkahnya, ketika melihat sosok pria yang sebelumnya ia temui-Chandra. "Riviya!" panggilan yang diabaikan gadis berambut panjang itu, hingga sang wanita berbaju hitam sebelumnya menepuk punggungnya. "Maaf!" Riviya duduk sembari kedua tangannya mengepal karena tegang. Tentu saja gadis itu sangat berharap dengan pekerjaan ini, agar bisa membiayai perawatan ibunya. Tatapan Chandra fokus menatap kecantikan Via hingga sang manager di sampingnya pun lirih memanggil Chandra beberapa kali. Beberapa kali Via selalu bisa membawa pertanyaan yang di pertanyakan oleh sang penguji. Hal itu membuat Chandra semakin kagum. "Silakan keluar dan tunggu, nanti kami akan mengumumkannya."Mereka berempat pun keluar ruangan, dan setelah keluar, Via pun ingin marah pada dirinya sendiri. "Kenapa sih aku soal bange
Pagi tiba dan Eyang Wiryo mengajak Andre untuk ke taman karena ingin berolahraga. Sebagai pengawal, tentu saja Andre mengiyakan permintaan tersebut dan mengantar sang majikan sesuai keinginan. Namun, sebelum mulai berolahraga, Andre pergi ke minimarket untuk membeli air mineral. Sementara Eyang Wiryo, duduk di halte yang berada di seberang taman. Di saat menunggu, tiba-tiba seorang pria tak dikenal mendekat dan dengan cepat mengambil tas kecil yang disimpan Eyang Wiryo di sebelahnya. Otomatis, Eyang Wiryo pun menjerit meminta pertolongan. Beberapa orang yang lewat menoleh, tetapi hanya satu dua orang yang peduli. Di sisi lain, seorang gadis yang hendak menuju halte mendengar sekaligus melihat kejadian. Dia yang mengenali si pencopet dengan segera mengejar guna mendapatkan tas kecil milik Eyang Wiryo kembali. Dibantu beberapa orang, akhirnya dia mendapatkan tas itu. “Terima kasih,” ucap gadis tersebut pada orang-orang yang ikut membantu. Kemudian, dia bergegas menemui Eyang Wiryo un
“Kita harus memeriksa semua ini secara langsung agar tahu lebih jelas.” Reza kembali membaca laporan bahan baku kosmetik yang ditemukannya tidak wajar itu. Mempelajarinya berkali-kali guna memastikan jika memang ada kejanggalan di sana. “Benar, kita tak bisa hanya menebak-nebak,” sahut Dani menyetujui pemikiran Reza. Bagaimanapun, selain catatan bukti fisik juga diperlukan untuk memperkuat dugaan. Maka tanpa menunggu lebih lama, Reza memutuskan untuk pergi ke Harua. Sebelum pergi, dia menemui Bima untuk menyampaikan maksudnya tersebut. Selain itu, posisi direktur sementara akan kosong di sana maka dari itu, dia perlu menekankan beberapa pada Bima selaku wakil agar bisa mengatasi segala hal yang berkaitan dengan perusahaan selama dirinya di Harua. Namun, respon Bima tidak terlalu bagus. Pria itu mempertanyakan maksud Reza yang ingin pergi Harua dan menuduh jika Reza seharusnya mempercayakan semua perusahaan yang ada di Harua pada Candra. “Kamu benar-benar tidak percaya pada sepupu s
Via kembali memalingkan wajahnya saat Reza berpindah tempat ke hadapannya. Dia benar-benar dibuat kesal, bagaimana bisa gelang miliknya hilang begitu saja. Itu gelang peninggalan ibunya, satu-satunya barang berharga yang dimilikinya saat ini."Aku tahu aku salah, nanti aku cari lagi. Aku beneran gak sengaja ngilanginnya, aku yakin itu masih ada di—" Sontak Reza mengulum bibirnya sendiri, saat Via menatapnya dengan sinis.Mungkin dia terkesan berlebihan, tetapi itu barang peninggalan ibunya yang seharusnya tidak dia hilangkan. Via benar-benar ceroboh, bisa-bisanya dia menjadikan gelang berharga itu sebagai jaminan. Jika akan seperti ini, Via tidak akan pernah memberikannya pada Reza.Via kembali mengubah posisi duduknya, membelakangi Reza. Mulutnya masih terkunci dengan ekspresi yang tentu saja marah. Reza mengakui kalau dirinya salah, jadi dia pun tak bisa membela dirinya. Dia sudah mencari gelang Via di kamar Raysa, tetapi dia tidak menemukannya, dan sebe
Nadia sontak bangun saat Reza mulai berjalan mendekat, dia juga melemparkan senyuman menyambut tunangannya itu. Sementara Chandra memicingkan matanya, merasa heran dengan reaksi Nadia. "Kamu di sini, Nad?" tanya Reza."Kamu kenal Nadia?" tanya balik Chandra.Keduanya saling mengangguk, membuat Chandra semakin bingung. Sejak kapan keduanya saling mengenal, dia sudah bersahabat dengan Nadia cukup lama, dan tak pernah tahu kalau Nadia mengenal sepupunya.Tentu saja ini sesuatu yang mendadak, di acara penting Nadia selama ini pun Chandra tak pernah menemukan Reza. Jadi kedekatan sekarang ini membuatnya terkejut. "Kenapa latinnya kayak gitu?""Enggak, maksudnya kenapa tiba-tiba banget kalian kenal atau kalian udah kenal lama?" tanya Chandra pemasaran. "Oh tunggu, Eyang minta kalian buat kerjasama? Bisnis apa yang lagi kalian kerjain?" Chandra berusaha menebak, yang mana dia hanya mendapatkan gelengan kepala dari Nadia.Sementara Reza
Reza berjalan santai menuju ruang kerja milik Candra. Namun, tanpa diduga begitu sampai di koridor dirinya melihat Via keluar dari ruang kerja sepupunya tersebut. Seketika Reza pun menghentikan langkah karena terkejut. Tak yakin dengan situasi yang ada, Reza memilih untuk berbalik arah dan kembali untuk menemui Candra nanti setelah Via tidak ada. Akan tetapi, Via terlanjur melihat dirinya dan bahkan memanggil tanpa basa-basi. Gadis itu mendekat kemudian menggandeng Reza tanpa beban. “Mau ke mana kamu?” tanya Via. “A-aku ada urusan di sini. Perintah bos,” jawab Reza sekenanya. Via mengangguk pelan kemudian mengajak Reza untuk bertemu sepulang kerja nanti karena ada hal yang harus dibicarakan. “Ingat kamu tidak bisa lari dariku. Kamu itu laki-laki dan sudah seharusnya kamu bertanggung jawab untuk apa yang sudah kamu perbuat.” Perkataan Via berhasil membuat tubuh Reza berkeringat. ‘Tanggung jawab macam apa?’ batin Reza bertanya-tanya te
Keadaan Via yang sendirian di halte nyatanya tak bisa begitu saja hilang dalam benak Reza. Pria itu tiba-tiba merasa gelisah dan takut terjadi sesuatu. Pada akhirnya dia meminta Dani untuk menghentikan laju mobil yang baru berjarak sekitar lima ratus meter dari halte itu. “Ada apa?” tanya Dani.“Ada sesuatu yang harus aku urus. Jalanlah lebih dulu dan cari tempat tinggal. Kemudian, hubungi aku setelah menemukannya. Aku akan langsung ke sana.” Dani terdiam untuk beberapa saat. Sebenarnya dia merasa penasaran, tetapi cukup tahu batasan. Terkadang ada hal-hal yang seharusnya tidak dia campuri. “Baiklah. Hati-hati,” ucap Dani. Reza mengangguk. Dia mengambil payung hitam yang sebelumnya di bawa dari kantor Candra kemudian turun dari mobil. Bergegas menuju halte karena rasa khawatir terhadap Via semakin besar. Namun, sesampainya di tempat tujuan. Dia melihat Randi sedang mengenakan jas kerjanya kepada Via. Reza yang tinggal bebera