Setelah berkendara beberapa waktu, Via dan Randi akhirnya sampai di rumah. Suasana malam itu tenang, dengan langit berwarna gelap, tetapi tetap cantik karena taburan bintang, dan angin lembut yang meniup dedaunan di halaman. Mobil Randi berhenti di depan rumah Via dan ia segera mematikan mesin. Via tersenyum, lega akhirnya sampai di rumah.“Terima kasih sudah mengantar,” ucap Via sambil membuka pintu mobil.Namun, ketika ia berusaha keluar, tasnya tersangkut di kursi. Ia menariknya perlahan, tapi talinya malah semakin kusut.“Sebentar, biar aku bantu,” ujar Randi dengan nada lembut. Ia memiringkan badannya, mendekati Via untuk membantu melepaskan tali tas yang kusut. Mereka berdua terdiam beberapa detik, berada begitu dekat satu sama lain. Randi dengan cepat menyelesaikan masalahnya, dan Via pun bisa turun dari mobil.Namun, dari balik jendela rumah, Reza, yang rupanya telah sampai terlebih dulu tengah memperhatikan mereka, menatap dengan alis terangkat. Dari sudut pandangnya, posisi
Reza terus melanjutkan obrolan dengan Lisa, seolah tak peduli. Dia sesekali tertawa lebih keras dari biasanya, mencoba memastikan Via mendengar dan melihat semuanya. Namun, saat Via keluar dari kamar ibunya, wajahnya tetap sama—tenang dan dingin, tak ada tanda-tanda cemburu. Ini justru membuat Reza semakin bingung. Dia berharap ada reaksi, tapi Via tampak tak terpengaruh sama sekali.Reza akhirnya menyerah. Tanpa berkata apa-apa pada Lisa, dia berdiri dan menyusul Via ke kamar. Begitu pintu tertutup di belakangnya, sikapnya langsung berubah. Tidak ada lagi senyuman, tidak ada lagi kepura-puraan. Lisa hanyalah alat untuk membuat Via cemburu, dan sekarang ia tidak membutuhkannya lagi.Sementara itu, Lisa yang masih duduk di ruang tamu, merasa bingung. Tadi, sejenak, ia merasa senang karena Reza akhirnya bersikap baik padanya. Tapi kenyataannya, kebahagiaan itu hanya sesaat. Begitu Reza pergi, suasana kembali dingin. Lisa terdiam, memandang cangkir teh yang belum habis. Kecewa kembali me
Reza tidur di sofa dengan gelisah, pandangan menerawang ke langit-langit, pikirannya tidak sepenuhnya berada di sana. Sejak tadi, detak jantungnya terus berpacu lebih cepat dari biasanya. Pikirannya kembali pada makan malam dengan Nadia beberapa hari lalu, dan kini ia dihantui pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawabannya. Bagaimana Via bisa tahu?Reza tahu dirinya tak bersalah. Ia dan Nadia memang makan malam bersama, tetapi itu tidak seperti yang dipikirkan oleh Via. Kekhawatiran Reza kian bertambah. Bukan hanya soal Via yang mengetahui makan malam itu, tetapi juga rasa takut kalau-kalau istrinya mendengar percakapannya dengan Nadia.Apa yang sebenarnya Via dengar? Pikirannya terus berputar-putar. Apakah Via mendengar pembicaraan tentang lamaran yang direncanakan oleh eyang Wiryo, atau lebih dari itu, apakah ia mendengar hal-hal pribadi yang mungkin disalahartikan?Reza menghela napas panjang. Malam sudah larut, dan rasa penasarannya semakin menekan. Ia tidak mungkin terus sepert
Suasana di kantin mall pagi itu terasa hangat, dengan aroma kopi yang menguar dari setiap sudut. Reza duduk di pojok ruangan, di sebuah meja kecil dengan dua kursi berhadapan. Matanya tertuju pada jam tangannya, sesekali menghela napas, seperti menunggu momen yang sudah lama diantisipasi namun juga dihindarinya. Tidak lama kemudian, Nadia tiba dengan anggun, mengenakan blus putih dan jeans hitam yang sederhana namun elegan. Mereka saling tersenyum singkat, seperti dua orang yang saling mengenal cukup lama. Namun, masih menyimpan banyak pertanyaan."Terima kasih sudah mau bertemu," ucap Nadia sambil duduk dan meluruskan rambutnya yang tertiup angin."Ya, aku tahu kita harus membicarakan ini," jawab Reza, agak canggung, meski suaranya tetap terdengar tenang.Mereka memesan masing-masing segelas kopi tanpa banyak bicara lagi. Saat pelayan datang membawa kopi mereka, Nadia memecah keheningan."Aku hanya ingin memastikan, Reza. Tentang rencana lamaran yang diusulkan oleh Eyang Wiryo kemari
"Pagi tadi, aku bertemu dengan Reza. Kami membicarakan banyak hal, dan aku ingin kamu tahu bahwa antara aku dan Reza benar-benar tidak ada hubungan yang spesial. Semua ini hanya urusan pekerjaan," kata Nadia dengan tegas.Via menatap Nadia tajam, tak langsung menjawab. Namun, Nadia tahu dia harus melanjutkan."Aku dijodohkan oleh keluargaku dan jujur saja, aku tidak menginginkan perjodohan itu. Jadi, aku meminta tolong pada Reza untuk berpura-pura di depan orang tuaku. Ini hanya sementara, aku janji, dan aku minta maaf karena tidak berbicara denganmu lebih dulu. Aku tidak bermaksud melibatkan kalian dalam situasi ini tanpa izin," Nadia mengakhiri penjelasannya dengan suara yang mulai terdengar penuh penyesalan.Via, yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama, merasa dadanya mulai panas. "Kamu minta maaf sekarang? Seharusnya kamu dan Reza membicarakan ini denganku dulu, Nadia. Bagaimanapun, aku dan Reza sudah menikah. Ada batasan-batasan yang harus dijaga. Ini bukan sekadar masalah p
Sementara itu, di sisi lain kota, Reza tengah dalam perjalanan menjemput Via di klinik kecantikan tempatnya bekerja. Sore itu seharusnya mereka bertemu untuk berbicara, setidaknya, itulah niat Reza. Dia ingin memperbaiki keadaan, atau setidaknya mencoba menjelaskan semuanya dari awal.Saat melewati jalan yang biasa Via lalui untuk pulang, Reza tak sengaja melihat sebuah mobil hitam yang mencurigakan berhenti di dekat trotoar. Matanya menyipit saat melihat gerakan di dalam bayang-bayang, dan seketika hatinya berdegup kencang. Itu Via! Namun, semuanya terjadi begitu cepat. Penculik itu sudah mendorong Via ke dalam mobil sebelum Reza bisa melakukan apa pun.“Via!” Reza berteriak, tapi suaranya tertelan oleh deru mesin yang tiba-tiba meraung kencang. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan debu yang beterbangan di belakangnya. Tanpa pikir panjang, Reza segera berbalik arah, mengejar mobil itu dengan mobilnya sendiri. Kakinya menekan pedal gas dengan sekuat tenaga, otaknya b
Di dalam rumah, kedua penculik langsung bereaksi. Penculik yang sedang menelepon langsung menghentikan percakapannya, sementara yang lain bangkit dari kursi dengan ekspresi bingung. "Apa itu?" salah satu dari mereka bertanya, tampak waspada. Tanpa menunggu jawaban, mereka segera menuju pintu depan, membuka pintu dan keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.Begitu mereka berdua menghilang dari pandangan, Reza segera berlari mendekati pintu yang setengah terbuka. Jantungnya berdegup kencang, tapi kepalanya tetap dingin. Dengan langkah cepat tapi hati-hati, Reza masuk ke rumah itu. Di sana, dia melihat Via yang masih terikat di bangku kayu. Matanya terbuka setengah, tapi kesadarannya belum sepenuhnya pulih.Reza bergegas mendekat dan dengan cepat mulai membuka ikatan di pergelangan tangan dan kaki Via. Saat simpul terakhir terlepas, Via mengerang pelan, kesadarannya mulai kembali. "Reza…," bisiknya lemah."Shh, aku di sini," jawab Reza dengan tenang. "Aku akan membawamu keluar dari
Setelah kejadian mendebarkan itu, Reza dan Via pulang ke rumah. Meskipun tubuh mereka lelah, hati mereka terasa lebih ringan. Via bersandar pada bahu Reza di sofa ruang tamu, menikmati kehangatan yang baru ia temukan dalam hubungan mereka. Perlahan, Via mulai tertidur, merasakan ketenangan yang sudah lama hilang. Reza hanya tersenyum lembut, memeluknya erat-erat, seolah-olah ia berjanji tak akan pernah membiarkan apa pun menyakiti Via lagi.Mereka tak menyadari bahwa di sudut lain ruangan, Lisa perawat pribadi ibunya Via memandangi mereka dengan pandangan penuh iri. Sudah beberapa minggu Lisa bekerja di rumah itu, dan selama itu pula dia memperhatikan Reza dengan tatapan berbeda. Bukan hanya karena dia tampan dan perhatian, tapi karena selama ini Lisa menyimpan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.Tatapannya terpaku pada Reza yang dengan penuh kasih sayang mengusap lembut rambut Via. Lisa menghela napas dalam-dalam. Sebenarnya, dia tidak pernah berniat untuk menyimpan perasaan ini,
“Aku rasa semua laporannya sudah sesuai, aku tidak menemukan kesalahan sejauh ini,” ucap Via seraya merapikan kembali berkas laporan bulanan yang dia periksa bersama Randi. Sebuah pekerjaan yang di mana sebenarnya itu hanyalah akal-akalan Randi untuk menahan Via. “Kamu benar. Maaf jadi merepotkan, aku hanya merasa takut jika ada data yang tidak sesuai. Bagaimanapun aku tidak ingin kamu sampai berpikir macam-macam tentangku,” kata Randi. Via tertawa renyah. “Apa maksudnya itu? Aku memintamu untuk menjadi wajah perusahaan, berarti aku permata padamu. Namun, aku menghargai ketakutanmu itu. Terima kasih,” kata Via. “Iya,” balas Randi dengan senyum mengembang. Sangat cerah, secerah perasaannya saat melihat dan mendengar tawa Via. Kemudian, Randi melirik jam tangan. Sadar bahwa waktu makan siang sebenarnya lagi akan selesai. “Astaga, waktu makan siang hampir habis. Maaf Via, aku membuatmu sibuk.” Randi pura-pura terkejut, pada hal dari awal itu memang rencananya. Menjebak Via agar tak b
Suasana mall itu cukup ramai, tetapi Reza tetap berjalan santai karena telah memiliki janji temu dengan Nadia. Ada beberapa hal tentang pekerjaan yang harus mereka bahas. Maka, setelah mengantar Via, dia pun langsung bergegas menemui Nadia. [Langsung ke ruangan saja.] Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Reza, dan itu dari Nadia. [Oke!] balas Reza cepat. Saat berjalan sambil menatap ponsel, tiba-tiba Reza bertabrakan dengan seseorang. Dia yang kaget seketika mengalihkan perhatian dan refleks memegangi tubuh wanita yang bertabrakan dengannya. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya seraya membantu wanita itu berdiri. “Iya. Terima kasih,” balas wanita yang tak lain adalah Raysa. Sebuah kebetulan karena mereka bertemu di sana. Rasa senang tentu saja memenuhi hati Raysa. Dia merasa bahwa dewi keberuntungan berpihak dengan sangat baik padanya. Ketika dia cukup bingung untuk membuat pertemuan secara alami dengan Reza, semesta seolah-olah memberinya jalan itu dengan sukarela. Reza hanya meresp
Mobil Reza memasuki area parkir gedung klinik kecantikan, ketika kendaraan itu benar-benar berhenti, Reza turun. Dia melihat sekeliling, kemudian mengirimkan pesan pada Via. Memberitahu bahwa dirinya sudah sampai. Sambil menunggu, Reza membuka aplikasi sosial media dan berselancar di sana. Tanpa tahu, bahwa seseorang tengah memperhatikan dari balik kaca bagian dalam klinik. Tak lain dan tak bukan, orang itu adalah Randi. Sejak mendengar percakapan Via dan Reza di telepon, Randi menjadi gelisah. Dia beberapa kali melihat area parkir untuk memastikan kedatangan Reza. Dia berencana untuk keluar bersama dengan Via, memperlihatkan kedekatan di antara mereka pada Reza. Beberapa saat kemudian, Via yang sudah selesai dengan persiapannya untuk pulang, mendekat ke arah Randi yang menang sengaja menunggu di dekat pintu masuk. Melihat wanita yang ditunggu ya datang, Randi pun berpura-pura sibuk dengan ponsel agar tidak terlalu mencurigakan. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Via begitu dirinya be
Raysa termenung di tepi jendela kamarnya, menatap matahari yang mulai condong ke barat untuk menyentuh peraduan. Warna kuning keemasan menghias langit dengan indah, tetapi tak mampu mengindahkan perasannya saat ini. Fakta tentang Reza yang ternyata merupakan salah satu anggota keluarga kaya dan kini telah sukses sebagai pengusaha, menampar keras kebodohannya di masa lalu yang dengan sengaja membuang pria itu dari hidupnya. Andai bisa lebih sabar, Reza pasti saat ini masih menjadi miliknya. Namun, apa mau dikata, semua sudah terjadi dan waktu tak bisa diulang kembali. Rasa sesal menggerogoti hati Raysa tanpa ampun. Dia benar-benar menjadi sangat tidak terima dengan kenyataan bahwa Reza kini telah menjadi suami Via dan secara tidak langsung, dia sendirilah yang menjadi jembatan untuk kedua orang tersebut. “Aaarrrggght!” Raysa menjambak rambutnya, rahang wanita itu mengeras, seiring gigi yang berbunyi karena saling beradu. Embusan napasnya tak lagi terdengar santai, penyesalan dan ra
Bab: Janji yang BeratSetelah konfrontasi dengan Pak Bima, Reza kembali ke rumah dengan wajah yang tegang. Ia langsung mencari Via, yang saat itu sedang duduk di ruang keluarga. Via tengah berusaha menenangkan diri dengan membaca buku, tetapi pikirannya tetap gelisah. Begitu melihat raut wajah suaminya, ia tahu ada sesuatu yang serius."Reza, apa yang terjadi?" tanyanya sambil menutup buku dan meletakkannya di pangkuan.Reza berjalan mendekat, duduk di sampingnya, dan langsung meraih tangannya. Ia menatap Via dengan penuh kesungguhan. "Aku sudah bertemu dengan Pak Bima. Dia tidak akan berhenti begitu saja, Via. Tapi aku berjanji, aku akan melindungimu dari semua ini."Via mengangguk pelan, tetapi hatinya masih dipenuhi kekhawatiran. Janji Reza adalah penguat, tetapi tidak cukup untuk menghilangkan rasa takut yang terus menghantuinya."Reza," katanya pelan, mencoba meredam suaranya agar tidak terdengar gemetar, "aku percaya padamu. Tapi... aku takut. Semua ini terasa terlalu berat untu
Konfrontasi di Perusahaan Di kantor, suasana menegang saat Reza memanggil Chandra ke ruangannya. Chandra, yang awalnya terlihat percaya diri, mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres dari ekspresi dingin sepupunya. “Chandra,” suara Reza terdengar tenang, namun sarat dengan ketegasan, “Aku ingin kita berbicara serius hari ini. Tentang kamu, Raysa, dan segala permainan yang kalian jalankan di belakangku.” Wajah Chandra langsung berubah pucat. Ia mencoba menyangkal. “Saya tidak mengerti maksudmu. Apa yang akmu bicarakan?” Reza meletakkan flash drive di atas meja. “Aku punya rekaman percakapanmu dengan Raysa. Kau pikir aku akan membiarkan kalian terus menghancurkan hidupku dan Via?” Chandra tercekat, berusaha mencari alasan. “Om, itu bukan seperti yang terlihat. Saya hanya...” Reza memotong dengan nada dingin, “Hanya ikut campur dalam urusan pribadiku? Hanya berusaha menghancurkan istri yang kucintai? Cukup, Chandra! Aku sudah cukup bersabar dengan semua ini.” Reza berdiri,
Malam itu, Reza duduk di ruang kerja dengan laptopnya terbuka. Ia memeriksa rekaman yang diberikan Lisa kepada Via, mencatat setiap detail penting. Ada sesuatu yang memberinya ide—rekaman ini bisa menjadi kunci untuk membalikkan keadaan.Namun, saat Reza berencana untuk melibatkan pengacaranya, Via tiba-tiba masuk ke ruang kerja dengan tatapan penuh tekad.“Aku ingin menghadapi Raysa sendiri,” katanya.Reza menoleh, terkejut. “Via, ini bukan hanya tentangmu. Ini tentang kita. Biarkan aku menangani ini.”Via menggeleng. “Sudah terlalu lama aku diam, Reza. Aku selalu mengandalkanmu untuk melindungiku, tapi aku sadar, jika aku terus begini, mereka akan berpikir aku lemah. Aku ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku juga bisa bertarung.”Reza terdiam sesaat, lalu mengangguk perlahan. “Baik, tapi kita hadapi ini bersama.”Via dan Reza memutuskan untuk mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi semua rumor yang beredar. Dalam ruangan yang dipenuhi wartawan, Via berdiri di depan podi
Via berdiri di kamar dengan ponsel Reza di tangannya. Pesan dari Raysa tampak mencolok di layar:"Aku tahu kamu masih peduli padaku, Reza. Jangan bohongi dirimu sendiri. Aku akan menunggu kapan pun kamu siap kembali."Pesan itu membuat darah Via mendidih. Selama ini, ia sudah mencoba bertahan di tengah segala hinaan dan fitnah. Namun, pesan itu membuatnya merasa seolah-olah semua perjuangannya sia-sia.Saat Reza masuk ke kamar, ia melihat Via menatapnya dengan mata penuh amarah dan rasa sakit. “Reza, apa maksud semua ini?” Via menunjukkan layar ponselnya.Reza mengernyit. Ia mendekat untuk melihat pesan tersebut, lalu menghela napas berat. “Via, dengarkan aku. Aku tidak pernah membalas pesannya, apalagi memiliki hubungan apa pun dengannya.”Namun, Via sudah terlalu lelah untuk menerima penjelasan. “Kalau begitu, kenapa dia masih berani menghubungimu seperti ini? Apa yang membuat dia merasa punya hak untuk mengatakan semua itu?”Reza mencoba mendekati Via, tapi istrinya mundur selangka
Malam itu, setelah konferensi pers selesai, Via tidak bisa tidur. Ia merasa semua tindakan Reza untuk membelanya hanya memperburuk keadaan. Berita dan komentar di media sosial semakin menjadi-jadi. Bahkan, beberapa pasien di kliniknya mulai membatalkan jadwal konsultasi dikliniknha, membuatnya merasa reputasi kliniknya juga ikut hancur. Banyak pelanggan mengkritik meminta Via untuk di pecat. Pagi harinya, saat Via duduk di meja makan dengan tatapan kosong, Lisa datang untuk mengecek kondisi Bu Diana. Melihat Via yang tampak tidak bersemangat, Lisa langsung bertanya, “Vi, kamu kelihatan makin drop. Ada apa lagi? Aku dengar berita itu viral lagi.”Via hanya mengangguk lemah. “Aku lelah, Lis. Aku gak tahu lagi harus gimana.”Lisa menghela napas panjang. “Vi, kamu harus tegas. Kalau ini memang ulah Raysa, kamu gak bisa terus-menerus diam dan biarkan dia menang. Aku yakin Reza juga akan mendukungmu.”Namun, Via menggeleng. “Aku tidak yakin, Lis. Semakin Reza mencoba membelaku, semakin ban