Di dalam rumah, kedua penculik langsung bereaksi. Penculik yang sedang menelepon langsung menghentikan percakapannya, sementara yang lain bangkit dari kursi dengan ekspresi bingung. "Apa itu?" salah satu dari mereka bertanya, tampak waspada. Tanpa menunggu jawaban, mereka segera menuju pintu depan, membuka pintu dan keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.Begitu mereka berdua menghilang dari pandangan, Reza segera berlari mendekati pintu yang setengah terbuka. Jantungnya berdegup kencang, tapi kepalanya tetap dingin. Dengan langkah cepat tapi hati-hati, Reza masuk ke rumah itu. Di sana, dia melihat Via yang masih terikat di bangku kayu. Matanya terbuka setengah, tapi kesadarannya belum sepenuhnya pulih.Reza bergegas mendekat dan dengan cepat mulai membuka ikatan di pergelangan tangan dan kaki Via. Saat simpul terakhir terlepas, Via mengerang pelan, kesadarannya mulai kembali. "Reza…," bisiknya lemah."Shh, aku di sini," jawab Reza dengan tenang. "Aku akan membawamu keluar dari
Setelah kejadian mendebarkan itu, Reza dan Via pulang ke rumah. Meskipun tubuh mereka lelah, hati mereka terasa lebih ringan. Via bersandar pada bahu Reza di sofa ruang tamu, menikmati kehangatan yang baru ia temukan dalam hubungan mereka. Perlahan, Via mulai tertidur, merasakan ketenangan yang sudah lama hilang. Reza hanya tersenyum lembut, memeluknya erat-erat, seolah-olah ia berjanji tak akan pernah membiarkan apa pun menyakiti Via lagi.Mereka tak menyadari bahwa di sudut lain ruangan, Lisa perawat pribadi ibunya Via memandangi mereka dengan pandangan penuh iri. Sudah beberapa minggu Lisa bekerja di rumah itu, dan selama itu pula dia memperhatikan Reza dengan tatapan berbeda. Bukan hanya karena dia tampan dan perhatian, tapi karena selama ini Lisa menyimpan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.Tatapannya terpaku pada Reza yang dengan penuh kasih sayang mengusap lembut rambut Via. Lisa menghela napas dalam-dalam. Sebenarnya, dia tidak pernah berniat untuk menyimpan perasaan ini,
Siang itu, ketika Reza dan Via sedang berbincang di ruang keluarga, tiba-tiba Bu Diana muncul dari kamarnya. Wajahnya kusut dan matanya tajam memandang Via, seperti seorang gadis remaja yang cemburu. Tanpa memperdulikan suasana, Bu Diana langsung mendekat, berdiri di antara Reza dan Via, lalu menatap Via dengan pandangan penuh kecurigaan."Kenapa kamu selalu duduk dekat-dekat dengan Reza?" tanya Bu Diana dengan nada keras, seolah-olah Via adalah seorang pesaing, bukan putrinya sendiri. "Dia itu suami aku!"Via terkejut, tak menyangka akan diserang seperti itu oleh ibunya. "Bu, Reza itu menantu Ibu. Dia suami aku," jawab Via lembut, berusaha menenangkan ibunya.Namun, Bu Diana tidak peduli. Matanya menyipit, dan dia menarik Reza mendekat, seakan mencoba menjauhkan suaminya dari Via. "Tidak! Reza milikku! Dia suamiku! Kamu jangan ganggu kami!" Suara Bu Diana semakin tinggi dan histeris, membuat suasana di ruangan itu tegang.Reza mencoba meredakan s
Di dalam kamar yang remang-remang, Reza duduk di tepi ranjang dengan wajah mengantuk tapi penuh harap. Sejak pernikahan mereka, Via dan Reza belum pernah benar-benar tidur bersama dalam satu ranjang karena berbagai alasan, terutama rasa canggung di antara mereka. Malam ini, Reza berharap bisa melepas semua kecanggungan itu, namun Via masih duduk di meja kecilnya, sibuk dengan pekerjaan. Tangannya mengetik di laptop, seolah-olah lupa bahwa suaminya menunggu di belakangnya.Reza mulai menguap lebar. Dia memalingkan wajah ke arah Via yang masih fokus pada layarnya. "Via... udah malam, kamu nggak capek?" tanyanya dengan nada berharap, mencoba memancing agar Via segera menyusulnya ke ranjang.Via yang sebenarnya sudah melihat Reza menunggu, hanya menjawab dengan suara datar tanpa menoleh, "Sebentar lagi. Kamu tidur duluan aja."Reza menghela napas, mencoba bersabar, tapi rasa kantuk sudah menyerangnya habis-habisan. "Sebentar lagi" sudah diulang Via berkali-kal
Via tersenyum dalam pelukan Reza, merasa hangat dan nyaman. Kata-kata Reza yang penuh cinta tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya, membuat hatinya berdebar. "Aku juga, Reza," bisik Via, suaranya penuh emosi. Matanya berkaca-kaca saat dia menatap suaminya, merasakan cinta yang mendalam dan tulus. "Aku juga mencintaimu."Reza tersenyum lega, lalu menariknya lebih dekat, seolah takut melepaskan momen itu. Mereka berdua terdiam dalam keheningan yang nyaman, menikmati kehangatan satu sama lain. Sepertinya, malam ini akan menjadi malam yang sempurna.Namun, di tengah keheningan, Reza tampak tiba-tiba teringat sesuatu. Senyum di wajahnya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi ragu. Dia menatap Via dengan sedikit canggung, tetapi tetap memutuskan untuk bertanya."Via... aku sebenarnya ada yang mau ditanyain," ujar Reza hati-hati. "Kemarin, aku lihat Randi nganter kamu pulang... dan—" Dia terdiam sejenak, mencari kata yang tepat. "Aku kayaknya lihat dia nyiu
Reza memandang keluar jendela, menatap bulan yang berkilau di langit malam. Di dalam rumah Candra, suasana ramai karena persiapan pertunangan dengan Nadia sudah hampir selesai. Namun, kepala Reza penuh dengan pikiran yang berkecamuk. Hatinya tak tenang. Bagaimana mungkin dia berada di sini, mempersiapkan pertunangan, sementara hatinya tertinggal di rumah bersama Via, istrinya yang belum tahu apa-apa.Baru saja beberapa jam yang lalu, Via melepaskannya dengan wajah manja, meski tampak jelas dia enggan berpisah. Reza berpura-pura akan kembali ke Aru Malaca, tempatnya bekerja, namun kenyataannya dia berada di sini untuk menjalani rencana yang tak pernah benar-benar diinginkannya. Semuanya terasa salah, tapi Reza tak tahu harus berbuat apa.Suara langkah kaki pelan terdengar mendekat. Eyang Wiryo, nenek Reza yang penuh kasih sayang, masuk ke dalam kamar dengan senyum hangat. "ElReza, kamu kelihatan melamun dari tadi. Apa yang kamu pikirkan, Nak?" tanyanya lembut, duduk
Setelah pertunangan selesai, Reza merasa lega, meski beban di pundaknya belum sepenuhnya hilang. Namun, keesokan harinya, situasi menjadi lebih rumit. Nadia mengadakan jumpa wartawan untuk mengumumkan pertunangannya. Dalam konferensi pers tersebut, Nadia dengan senang hati memberitahu seluruh dunia bahwa dia sudah bertunangan—tanpa menyebutkan siapa pria yang menjadi tunangannya. Wajah Reza sengaja ditutupi dalam foto-foto yang ditampilkan kepada wartawan, menambah misteri di balik sosok pria yang dikabarkan akan menikahi Nadia. Desas-desus segera menyebar di Harua, Warga mulai membicarakan siapa gerangan pria kaya yang berhasil memenangkan hati Nadia. Nama Reza memang belum terungkap, tetapi spekulasi sudah mulai muncul di kalangan masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya, siapa pria beruntung yang akan menjadi suami dari Nadia, pewaris perusahaan besar itu? Di rumah, Via mendengar berita tersebut dan mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Kenapa Reza tidak memberi tahu tentang pertunan
Setelah pulang ke Aru Malaca, Reza langsung disambut dengan suasana yang penuh ketegangan. Pamannya, Bima, menatapnya dengan dingin, sudah terlihat jelas bahwa ada masalah yang menunggu. Mereka duduk di ruang kerja, dan suasana pun semakin memanas ketika Bima mulai berbicara dengan nada yang penuh kritik. "Kamu pikir, ElReza, semua ini bisa kamu lewati begitu saja? Tugas-tugas yang sudah diberikan ke Candra, sekarang harus kamu ambil alih? Kamu mau hancurin hubungan keluarga lagi?" Bima menyelidik, nada suaranya tajam. Reza mencoba tetap tenang, meskipun jantungnya berdegup kencang. "Paman, aku nggak pernah berniat merusak apa pun. Aku cuma menjalankan tugas sesuai perintah perusahaan. Ini keputusan bersama." Bima mengerutkan dahi. "Jangan beralasan, Reza. Kamu tahu Candra kecewa berat dengan keputusan ini. Dan sekarang, kamu malah harus mengurus perusahaan di Harua. Apa kamu pikir semua ini akan selesai dengan mudah?" Reza terdiam. Ia tahu situasinya sulit, tapi tak ada piliha