Suasana di meja makan terlihat begitu harmonis dan tenang. Masing-masing menikmati makanan dengan nyaman tanpa tekanan. Bima, Eyang Wiryo, Reza, dan Candra benar-benar tampak seperti keluarga bahagia. Perselisihan dan perdebatan yang selama ini mewarnai seakan lenyap tanpa jejak saat itu. Di tengah kegiatan tersebut, seorang gadis datang. Menyapa dengan lembut diiringi senyuman kemudian mengisi satu kursi kosong setelah dipersilakan oleh sang empunya. “Buat dirimu nyaman,” ucap Eyang Wiryo dan gadis itu mengangguk. “Nadia?” Kening Reza mengkerut. Dia merasa cukup terkejut karena sebelumnya tak ada pemberitahuan tentang kedatangan gadis itu. Bahkan Candra dan Bima juga merasakan hal serupa. “Eyang meminta Nadia datang malam ini. Selain untuk ikut makan malam, eyang juga ingin membahas pertunangan kalian,” jelas Eyang Wiryo seraya melirik Nadia dan Reza secara bergantian. “Apa ini semacam acara perjodohan?” tanya Bima menyela. Beberapa saat berlalu dan tak ada yang menyahut. “Memang
Kesibukan membuat Reza dan Via jarang bertemu. Bahkan dalam satu minggu, terhitung hanya satu kali Reza datang ke Harua untuk menengok. Selebihnya, mereka berkabar lewat aplikasi pesan. Itu pun tidak selalu. Seperti yang Rivia harapkan, pernikahan ini hanyalah sebuah status. Namun, itu semua tidak menjadi masalah yang cukup penting untuk dibahas atau diperdebatkan oleh keduanya. Ikatan di antara mereka selama ini tak lebih hanya dari sekadar status, tak ada yang lebih jauh dari itu. Jadi, ketidakadaannya kabar bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Apalagi saat ini Via tengah sibuk mempersiapkan pembukaan kliniknya. Bangunan itu sudah memasuki tahap finishing dan tidak sampai satu minggu lagi akan selesai. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Di sisi lain, dia belum siap untuk tampil dan memperkenalkan diri sebagai pemilik karena merasa masih banyak hal yang harus dipelajari. Oleh karena itu, dia meminta bantuan seseorang. “Randi, apa aku bisa minta tolong?” tanya Via pada pria y
Waktu yang disepakati oleh Randi dan Via tiba. Masing-masing langsung menuju restoran yang telah disetujui dari tempat kerja. Tadinya, Randi ingin menjemput, tetapi Via menolak dan memilih untuk pergi sendiri karena jalan yang akan dilalui Randi cukup berputar jika harus menjemput dirinya terlebih dahulu. Rupanya, Randi sampai lebih dulu. Dia memanggil Via yang baru saja datang sambil melambai di parkiran. “Aku sudah memesan satu meja untuk kita,” ucapnya. Via mengangguk dan tersenyum. Namun, sebuah kerutan tiba-tiba muncul di dahinya saat melihat penampilan Randi yang di mata Via tidak seperti biasanya. “Apa kamu baru saja menghadiri sebuah acara?” tanya Via penasaran. “Tidak. Kenapa?” “Pakaianmu sangat rapi. Aku pikir kamu habis menghadiri acara pertunangan atau pernikahan seseorang.” Randi tersenyum canggung kemudian memperhatikan setelan jas yang dipakainya saat ini. Dalam hati pria itu merutuk karena jika diperhatikan jas yang dia pakai memang terlalu formal. Namun, tak ada
Randi mengantarkan Via dengan perasaan dongkol. Bukan pada Via, tapi pada Raysa yang dirasa merusak acaranya malam ini. Segala sesuatu yang dipersiapkan sebelumnya hancur begitu saja gara-gara kedatangan wanita itu. Tak hanya Randi, perasaan serupa juga dirasakan oleh Via. Dia harus merelakan perutnya tertunda untuk terisi gara-gara kehadiran saudara tirinya tersebut. Selain itu, kehadiran Bella turut merusak seleranya. Padahal dia cukup lapar saat tiba di restoran tadi. Sampai di depan gerbang rumah Via berpamitan untuk masuk. Namun, dia tidak mengajak Randi untuk sekadar istirahat karena posisinya itu bukanlah rumah dia sepenuhnya. Meski hanya sebatas status, tetapi Via merasa tidak pantas memasukkan laki-laki lain ke dalam rumah tanpa sepengetahuan dan persetujuan Reza. Saat hendak masuk, tiba-tiba Randi memegang pergelangan Via. Sebuah gerakan yang secara otomatis menghentikan langkah gadis itu. Via berbalik untuk memastikan apa yang sedang dilakukan Randi padanya. Sementara,
Sebelum datang ke Klinik, Via berkunjung ke kantor agensei penyalur Caregiver, setibanya di sana Via disodori beberapa dokumen tentang para perawat yang sudah siap. Tentu saja perawat yang direkomendasikan di sini khusus lansia dan pasien perawatan khusus. Dari beberapa dokumen itu, Via menemukan satu wajah yang tidak asing. “Lisa,” gumamnya. Nama dan wajah yang tertulis di kertas berisi data perawat itu, sangat cocok dengan teman masa kecilnya dahulu saat masih tinggal di kampung. Tanpa basa-basi, akhirnya Via menjatuhkan pilihan pada perawat yang bernama Lisa. Usai mengurus administrasi dan semua hal yang diperlukan, dia pun pamit karena harus segera datang ke klinik untuk urusan pekerjaan. “Aku tidak akan lama di sana, mungkin sekitar satu jam lagi aku sudah berada di rumah,” ucap Via pada operator agensi tersebut. Sesuai perjanjian, satu jam kemudian Via sudah berada di rumah. Selain ingin bertemu dengan perawat yang dia pesan sebelumnya, dia juga pulang untuk memastikan makan
Di rumah, keadaan terlihat normal dan tergolong sepi. Via tidak ditemukan di mana-mana, membuat Reza langsung masuk ke kamarnya untuk mengecek keberadaan sang istri. Saat mendengar suara shower yang menyala, Reza langsung menarik kedua sudut bibirnya, dia berpikir kalau Via ada di dalam kamar mandi.Terlebih lagi keadaan tempat tidur yang sedikit berantakan, membuatnya tahu kalau Via baru saja bangun. Reza duduk di ujung ranjang, matanya menatap lekat ke arah pintu kamar mandi menunggu sang istri keluar dari sana.Senyuman yang merekah indah itu terlukis sangat jelas di wajah Reza, tetapi seketika luntur saat matanya tak menemukan sosok yang ditunggunya. "Kamu siapa? Ngapain keluar dari kamar mandi kamar saya?" tanya Reza yang kemudian bangun.Seseorang keluar hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya, bahkan rambutnya masih basah, membuat Reza geram dibuatnya. Bisa-bisanya ada orang asing, bahkan seorang perempuan yang datang dari ruangan pribadinya."Maaf, A-anda siapa?""Saya yang
Reza melirik Lisa, kemudian menepis tangan perempuan itu dari pundaknya. Reza pun memilih kembali ke kamar, lagian dia ada pekerjaan, jadi tak mau menghabiskan waktu dengan menanggapi Lisa. Sementara perempuan bernama Lisa itu malah tersenyum puas, dia merasa yakin kalau Reza akan tergoda dengannya. Hanya tinggal menunggu waktu, dia pasti bisa mendapatkan Reza. Lisa pun kembali menyuapi Mama Diana.Terlihat Reza menghela napas, menyenderkan tubuhnya di kursi sembari memijat keningnya. Pekerjaannya kali ini cukup menguras pikirannya, tiba-tiba suara pintu terbuka membuatnya langsung mengalihkan pandangan. Ekspresinya berubah seketika begitu mendapati Lisa yang tersenyum manis padanya. “Mas Reza mau dibuatkan minuman?”“Tidak!” Jawaban singkat itu yang Lisa dapatkan.Bukannya pergi, Lisa malah melangkah semakin dekat yang membuat Reza memutar bola matanya karena jengah. Dia berusaha membuang muka, mengabaikan Lisa dengan sikapnya yang menjengkelkan itu. Lisa duduk di ujung tempat tidur
“Ngapain sih, aku lagi kesel sama kamu!” gerutu Via. “Aku gak ngapa-ngapain, malahan dia yang dari tadi rayu aku,” balas Reza. Reza menceritakan semuanya, mulai dari Lisa yang mandi di kamar mereka dan tiduran di tempat tidur mereka. Bahkan dia terus menggoda Reza. Semuanya Reza ceritakan, tetapi Via tidak percaya karena dia sudah mengenal Lisa cukup lama dan tahu bagaimana sifat juga karakter perawat yang dia rekrut itu. “Di teman kecil aku loh, kita sama-sama dari kampung dan aku tahu gimana dia!” ujar Via tak mau kalah. Wajahnya masih ditekuk dengan bibir yang sedikit maju. Via kesal, dia cemburu, tetapi tentu saja Via tak mau kalau Reza tahu soal perasaannya. Reza menghela napas, tak akan ada ujungnya berdebat dengan Via yang kini sedang marah. Yang ada istrinya itu akan tambah marah lagi dan tak mempercayai dirinya. Reza memegang tangan Via, walau menolak dan berulangkali ditarik kembali, tetapi Reza terus menarik tangan Via dan menggenggamnya dengan kuat. “Maaf, aku beneran
Di apartemennya, Randi termenung dengan pikiran yang berkecamuk. Fakta bahwa Johan adalah kakaknya tidak mudah ia cerna. Ia duduk di kursi, memandangi meja yang penuh dengan dokumen yang diberikan Johan sebelumnya, termasuk hasil tes DNA palsu."Kalau aku percaya Johan, apa yang akan terjadi dengan Via? Dengan Reza?" gumam Randi, suaranya berat.Namun, di tengah kebimbangannya, ponselnya berdering. Nama Johan muncul di layar. Dengan enggan, Randi mengangkat panggilan itu."Randi," suara Johan terdengar tajam, "aku butuh jawabanmu sekarang. Kamu di pihakku atau tidak?"Randi terdiam. "Johan, kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu harus membuat semua ini rumit?""Karena aku tidak akan diam sementara Reza mengambil semua yang seharusnya milik kita!" bentak Johan. "Dia hanya pura-pura baik, Randi. Dia memanfaatkan kamu dan Via!""Via nggak ada hubungannya dengan ini!" balas Randi, mulai kehilangan kesabaran."Oh, tentu saja ada," Johan tertawa sinis. "Kamu pikir dia benar-benar peduli pad
Malam itu, Randi berjalan sendirian di taman dekat apartemen. Ia mencoba mencerna semua yang terjadi—hubungan barunya dengan keluarga Reza, ancaman Johan, dan masa lalunya yang mulai kembali menghantuinya.Tiba-tiba, seseorang muncul dari bayangan. Itu Johan, dengan senyuman licik di wajahnya.“Randi,” panggil Johan dengan nada dingin.Randi terkejut. “Johan? Apa yang kamu lakukan di sini?”Johan mendekat, matanya memancarkan aura intimidasi. “Aku hanya ingin mengingatkan kamu sesuatu. Jangan terlalu percaya pada Reza. Dia hanya menggunakanmu.”Randi menatap Johan dengan bingung. “Maksudmu apa?”Johan tersenyum kecil. “Reza bukan pahlawan seperti yang kamu pikirkan. Dia hanya peduli pada keluarganya, bukan kamu. Kamu hanyalah alat baginya.”Randi terdiam, kata-kata Johan mulai memengaruhi pikirannya.“Aku bisa membantumu,” lanjut Johan. “Kita adalah keluarga, Randi. Aku adalah kakakmu, darah dagingmu. Kamu bisa memilih, tetap menjadi bayangan Reza, atau bergabung denganku dan mengambi
Malam itu, di tengah situasi yang semakin memanas, Reza memutuskan bahwa ia harus mengambil kendali. Tidak hanya demi keluarganya, tetapi juga untuk melindungi Via dari segala bahaya yang mungkin mendatanginya.Di ruang kerja kecil di apartemen Randi, Reza berdiri dengan tatapan serius di depan papan yang dipenuhi peta dan catatan strategi. Tangannya menggenggam spidol, mencoret-coret skema rencana yang rumit namun brilian.“Kita nggak bisa terus bertahan seperti ini,” ucap Reza dengan suara tegas. “Johan sudah melangkah terlalu jauh. Sekarang giliran kita yang memukul balik.”Randi dan Via memperhatikan dengan saksama. Bahkan Randi, yang biasanya penuh ide, memilih untuk mendengarkan. Ada sesuatu dalam nada suara Reza—keyakinan yang kuat, dan kepercayaan diri seorang pemimpin.“Langkah pertama, kita harus memastikan dokumen ini tetap aman,” lanjut Reza, menunjuk pada map yang berisi bukti transaksi ilegal Johan. “Aku akan menyerahkan salinannya ke pengacara keluarga kita besok pagi.
Kecurigaan BaruVia dan Randi mulai menyusun rencana untuk menyelidiki Johan. Meski awalnya ragu untuk bekerja sama lagi, Via menyadari bahwa pengalaman mereka sebelumnya bisa menjadi keunggulan. Randi, di sisi lain, merasa kesempatan ini adalah cara untuk melindungi Via dan membuktikan dirinya bukan ancaman bagi keluarga Wiryo.Malam itu, di sebuah apartemen kecil yang disewa Randi, mereka membahas dokumen dan informasi yang telah dikumpulkan Randi selama ini.“Johan ini lebih berbahaya dari yang kita kira,” ujar Randi sambil menunjukkan dokumen dengan tanda tangan palsu yang sempat ditemukan Chandra. “Dia memalsukan dokumen keuangan perusahaan keluarga kamu untuk mengalihkan dana ke rekening pribadinya. Tapi itu bukan yang paling parah.”Via mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”“Johan juga bekerja sama dengan beberapa pihak eksternal untuk mengambil alih aset keluarga kamu. Kalau rencananya berhasil, dia nggak cuma mencuri uang, tapi juga kendali penuh atas perusahaan.”Via menggigit
Sementara itu, di sudut kota yang jauh dari hiruk-pikuk rumah Eyang Wiryo, Johan duduk di ruang kantor kecilnya, mengamati dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Ia memegang salah satu dokumen utama yang berkaitan dengan aset keluarga Wiryo, khususnya properti yang baru saja dibeli oleh perusahaan mereka.“Jadi, keluarga besar itu memang punya banyak rahasia,” gumam Johan dengan senyum licik. “Aku cuma perlu satu langkah lagi untuk membuat semuanya berantakan.”Seorang pria dengan tubuh kekar masuk ke dalam ruangan. “Pak Johan, tim sudah siap. Tinggal tunggu perintah Bapak.”Johan mengangguk. “Bagus. Pastikan semua berjalan mulus. Kita harus buat mereka tertekan. Kalau keluarga itu mulai goyah, aku akan masuk dan mengambil apa yang seharusnya jadi milikku.”Pria itu mengangguk sebelum keluar meninggalkan Johan dengan rencana jahatnya.Via duduk di ruang tamu, termenung memikirkan kepergian Randi. Meski ia tahu keputusan itu yang terbaik, ada rasa bersalah yang masih mengganjal.
Johan tertawa. “Kalian pikir bisa menghentikanku? Semua ini sudah berjalan terlalu jauh. Keluarga kalian akan kehilangan segalanya, dan aku akan menikmati setiap detiknya.”Namun, sebelum Johan bisa melanjutkan, Via dengan tenang mengeluarkan rekaman suara dari ponselnya.“Kita sudah merekam semua pengakuanmu,” kata Via sambil menekan tombol putar.Johan langsung panik. “Kalian nggak punya bukti cukup untuk menjatuhkanku!”“Tunggu saja,” jawab Reza dingin. “Kami punya lebih dari yang kamu bayangkan.”Dengan bukti rekaman dan dokumen, keluarga Wiryo akhirnya memiliki dasar kuat untuk melaporkan Johan ke pihak berwajib. Namun, mereka tahu bahwa perjuangan belum selesai.Di tengah semua kekacauan itu, hubungan antara Via dan Randi semakin rumit. Randi, yang masih menyimpan perasaan untuk Via, mulai merasa sulit menyembunyikan emosinya.“Aku nggak tahu apa aku bisa tetap di sini setelah semua ini selesai,” kata Randi pada Via suatu malam.Via menatapnya dengan penuh pengertian. “Kenapa ka
Malam itu, Reza memutuskan untuk menghubungi seorang teman lamanya yang bekerja di kepolisian untuk meminta bantuan. Temannya, Pak Anton, menyarankan agar mereka mengatur pertemuan rahasia untuk mendiskusikan langkah selanjutnya.Di sisi lain, Randi merasa bersalah karena semua ini terjadi akibat masa lalu ibunya. Ia mendekati Via yang sedang duduk di teras rumah.“Via, aku nggak tahu apakah semua ini layak diperjuangkan. Kalau aku tahu ibuku memang salah, aku nggak akan terus mencari,” katanya dengan suara rendah.Via menatapnya dengan penuh empati. “Randi, kamu nggak bisa menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi di masa lalu. Yang penting sekarang adalah mencari kebenaran. Kalau kamu menyerah sekarang, itu artinya kamu membiarkan mereka menang.”Randi tersenyum tipis, meski rasa cemas masih menyelimuti hatinya. “Kamu benar. Aku nggak akan mundur. Terima kasih, Via.”Namun, di balik percakapan itu, Reza memperhatikan mereka dari kejauhan. Ada perasaan tak nyaman di hatinya seti
Randi berdiri termenung di depan rumah Bu Diana, memandangi surat yang baru saja diberikan Chandra. Perasaan campur aduk menghantuinya. Ia tahu ia harus menemukan kebenaran, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk membersihkan nama ibunya.Di sisi lain, Via merasa tidak tenang setelah berbicara dengan Randi. Ia melihat ketulusan di mata pria itu, namun situasi yang rumit membuatnya tak bisa berbuat banyak.“Via, aku nggak tahu siapa lagi yang bisa aku percaya,” kata Randi ketika Via kembali menghampirinya. “Aku cuma punya satu orang di pikiranku yang mungkin bisa bantu menjelaskan semuanya. Tapi aku butuh bantuanmu.”Via mengernyit. “Siapa?”“Pak Surya, mantan rekan kerja ibuku. Dia yang tahu banyak tentang masa lalu keluarga kami,” jawab Randi. “Tapi aku nggak tahu di mana dia sekarang. Kalau kamu bisa bantu aku menemukannya, aku janji ini nggak akan lama.”Via ragu, tapi ia tahu bahwa Randi memang membutuhkan bantuan. “Oke. Aku akan coba cari informasi tentang Pak Surya.”Semen
Suasana di rumah Bu Diana kembali memanas. Randi datang untuk berbicara dengan Reza dan keluarganya. Kehadirannya langsung menciptakan ketegangan. Chandra, yang sejak awal menaruh curiga pada Randi, memutuskan untuk tidak ikut berkumpul, tetapi memantau dari jauh.Bu Diana duduk di sofa dengan Via di sampingnya. Wajahnya tegang, tetapi ia mencoba untuk menjaga sikap. Reza berdiri di depan Randi, ekspresinya sulit ditebak.“Aku tahu kalian masih sulit menerima aku,” Randi membuka pembicaraan. Suaranya tenang, tetapi penuh ketegangan. “Tapi aku nggak punya niat jahat. Aku hanya ingin menemukan tempatku di sini, keluarga yang selama ini aku cari.”Bu Diana menghela napas panjang. “Randi, aku paham kalau kamu merasa begitu. Tapi yang kamu harus tahu, keluarga ini punya luka yang masih sulit sembuh. Kehadiranmu… membawa banyak kenangan buruk.”Randi menunduk sejenak, lalu menatap Bu Diana. “Aku nggak berniat membuka luka itu lagi, Tante. Tapi aku punya hak untuk tahu siapa aku sebenarnya.