Eleanor mengelus kepala anaknya, lalu memberi tahu, "Mama nggak marah kok. Mama senang Harry bisa datang. Tenang saja, Mama pasti akan melindungimu."Daniel mengangguk dengan semangat ketika menimpali, "Aku juga akan melindungi Mama."Tatapan Eleanor terlihat lembut. Dia bertanya sambil tersenyum puas. "Harry sudah makan?"Daniel menggeleng, lalu menjawab, "Belum."Berhubung sibuk kabur dari pengawal dan merencanakan sesuatu dengan Harry, dia sampai lupa makan."Kalau begitu, Mama buatkan mi kesukaanmu ya," ucap Eleanor.Daniel mengangguk berulang kali, lalu berucap, "Ma, aku mau bantu."Eleanor memberi tahu, "Oke. Oh ya Harry, kita akan tinggal di sini untuk waktu yang lama. Jadi, besok Mama akan ajak kamu pilih sekolah."Daniel kembali mengangguk dengan patuh, lalu membalas, "Oke, aku nurut saja."Melihat anaknya yang sangat nurut, Eleanor merasa ada yang aneh. Sebelumnya, Harry memang anak yang baik, tapi hari ini sikapnya lebih manis dari biasanya. Dia terus menempel padanya, bahka
Jadi, perintah Daniel memang tidak bisa mereka abaikan. Seorang pembantu bertanya pada pembantu yang paling berpengalaman di antara mereka, "Haruskah kita cabut?"Orang itu menjawab, "Cabut saja. Kita cuma mengikuti perintah Tuan Daniel. Kalau sampai Tuan Jeremy marah, itu bukan salah kita." Mendengar itu, para pembantu langsung mulai mencabut bunga-bunga di taman.Yoana tahu bahwa Jeremy masih marah padanya. Hanya saja dia khawatir jika masalah ini dibiarkan, hubungan mereka akan menjadi makin renggang.Itu sebabnya, pagi-pagi sekali Yoana datang ke rumah Keluarga Adrian untuk menemui Jeremy. Baru saja masuk ke halaman depan, dia langsung menjerit."Berhenti! Semuanya, berhenti! Kalian lagi apa?" tanya Yoana. Melihat bunga-bunganya yang hampir habis dicabut, dia terpaku di tempat.Para pembantu yang masih memegang bunga mawar yang sudah dicabut, bingung ketika melihat Yoana. Salah satu pembantu membalas, "Nona Yoana ... ini ...."Yoana sangat marah hingga tubuhnya gemetar. Dia pun ber
Harry menggertakkan giginya. Dari caranya yang sangat terlatih, dia bisa memastikan bahwa wanita jahat ini pasti sering mencubit kakaknya seperti itu.Harry melirik ke arah para pembantu di sekitarnya. Beberapa tidak memperhatikan dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sementara yang lain jelas melihat tetapi sengaja menunduk. Mereka berpura-pura tidak tahu.Dari sini, Harry yakin bahwa sebagian pembantu di rumah ini telah disogok oleh Yoana. Dia juga percaya bahwa Daniel pasti sudah pernah melaporkan perlakuan buruk wanita ini pada Jeremy, tetapi ayah mereka tidak percaya. Itu sebabnya, wanita jahat ini bisa bertindak sesuka hati.Melihat anak ini diam saja, Yoana merasa puas. Dia yakin sudah berhasil menakuti bocah itu lagi. Beraninya Daniel berusaha melawannya?Bahkan Eleanor saja bisa Yoana injak-injak, apalagi anak ini. Yoana percaya bahwa dia bisa menekan mereka berdua selamanya."Sudah sadar harus patuh, 'kan?" tanya Yoana dengan nada penuh ancaman.Harry berpura-pura menyera
"Kalau begitu, peluk aku dong," ucap Vivi sambil membuka kedua lengannya lebar-lebar.Daniel melirik Eleanor sambil bertanya dengan matanya. Dia tidak terlalu terbiasa berinteraksi dengan orang lain.Namun mengingat sifat hangat Harry, Daniel merasa harus berpura-pura agar tidak ketahuan. Akhirnya, dia mendekat dan memeluk Vivi sebentar.Vivi terlihat sangat gembira sampai-sampai tidak bisa berhenti tersenyum. Dia bertanya, "Oh ya. Eleanor, sudah ketemu sekolah buat Harry?"Eleanor menjawab seraya mengangguk, "Sudah. Lusa, dia bisa mulai sekolah.""Bagus. Kamu pasti sibuk sama pekerjaan nanti. Gimana kalau kita bergantian untuk jemput Harry?" usul Vivi.Eleanor sudah mempertimbangkan masalah antar jemput. Usulan Vivi memang bagus, tetapi Eleanor tidak ingin terus merepotkannya.Eleanor menolak, "Kamu adalah CEO perusahaan, pasti lebih sibuk daripada aku. Aku berencana mencari pengasuh untuk mengantar jemput Harry. Kurasa, lebih praktis begitu."Vivi pun mengangguk, lalu berucap, "Biar
"Suruh Daniel turun." Suara Jeremy terdengar berat. Di sisi lain, Yoana dan Rina saling bertukar senyum secara diam-diam.Yoana berjalan mendekati Jeremy, lalu menghela napas panjang sebelum berujar, "Sudahlah, Remy. Aku nggak marah sama Daniel. Dia itu masih anak-anak, wajar kalau belum mengerti. Nanti kalau dia turun, jangan marahi dia ya. Bicaralah baik-baik."Di sudut tangga, Harry yang bergerak santai memperhatikan Yoana mulai berakting. Dia tentu tidak bisa kalah dalam hal ini.Dengan langkah lambat, Harry mendekati Jeremy. Dia melirik sekilas ke arah Yoana, lalu langsung bersembunyi di belakang Jeremy dengan ekspresi ketakutan, tanpa menunggu reaksi orang lain.Pakaian yang dikenakan anak itu sangat tipis. Ditambah sikapnya yang terlihat gemetar, Harry terlihat sangat lemah dan menyedihkan.Yoana memicingkan mata. Dia memikirkan trik apa lagi yang ingin dimainkan anak ini. Jeremy berucap dengan serius, "Daniel, ke sini!"Harry mendongak dengan hati-hati dan melirik Jeremy yang s
Harry menyeka air matanya sambil menggerutu pelan, "Bibi cuma bilang yang sebenarnya. Dia orang paling baik yang pernah aku temui. Mana mungkin dia jahat? Aku yang salah. Aku harus introspeksi diri. Kenapa aku cuma jadi pengganggu setelah bertahun-tahun di rumah ini?"Ekspresi Jeremy menjadi makin muram. Dia bertanya pada Yoana, "Kamu yang bilang semua itu padanya?""Aku ... aku nggak ...." Yoana menatap Jeremy dengan cemas. Dia tahu sudah dijebak oleh anak itu dan sekarang tidak ada cara untuk membela diri.Yoana pun melirik ke arah Rina untuk meminta bantuan dengan ekspresi penuh kecemasan. Rina yang tanggap langsung berbicara, "Tuan Jeremy, kali ini memang Tuan Daniel yang salah duluan. Nona Yoana sudah sangat bersabar terhadapnya."Tatapan dingin Jeremy menyapu Rina, lalu dia berujar, "Kamu jago sekali membelanya."Rina terdiam. Suaranya mulai bergetar ketika membalas, "Tuan Jeremy ... aku cuma menyampaikan apa yang kulihat dengan jujur."Jeremy menoleh ke arah Yoana. Wanita itu me
Malam itu, sebenarnya Jeremy ingin menyelidiki siapa pria yang pernah berhubungan dengan Eleanor, tetapi ternyata dia tidak menemukan apa-apa. Tatapan Jeremy menjadi gelap dan raut wajahnya sangat kesal."Kalau Papa sudah tahu, kenapa tetap membantuku?" tanya Harry.Jeremy mengangkat alisnya yang tajam sambil menjawab, "Karena menurutku, kamu nggak sepenuhnya salah."Kalau bukan orang dewasa yang memberi tahu, mana mungkin anak kecil bisa tahu kata-kata kejam seperti itu?Di rumah ini, Jeremy sudah tegas melarang siapa pun untuk membicarakan masalah itu. Satu-satunya yang berani adalah Yoana.Sejak Jeremy memutuskan untuk mengadopsi Daniel, itu artinya Daniel adalah anaknya. Jeremy tidak akan membiarkan siapa pun menindas anaknya.Jeremy memberi tahu, "Ingat. Kalau ada yang bicara begitu lagi, jangan dengarkan. Kamu adalah anakku selamanya. Rumah ini juga akan selamanya menjadi rumahmu."Harry menatap mata Jeremy dalam-dalam. Meski ayahnya biasanya terlihat galak, tatapan matanya kali
Setelah pengobatan setengah jalan, tiba-tiba ingin berhenti. Apa maksud Jeremy? Main-main dengan kesehatannya?"Um ... Ini ...." Andy juga tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran Jeremy. Andy memang labil, terutama sejak kabar kematian Eleanor bertahun-tahun yang lalu.Andy sudah terbiasa dengan perubahan ini. Dia memberi tahu, "Nona Eleanor, aku juga nggak tahu pasti. Mungkin hari ini suasana hati Bos lagi buruk. Mungkin kalau suasana hatinya membaik, dia akan membiarkan kamu melanjutkan pengobatannya."Eleanor tersenyum sinis. Membiarkan dia melanjutkan pengobatan? Bukankah sebelumnya Jeremy yang memintanya untuk mengobatinya?Kenapa sekarang jadi seolah-olah Eleanor yang memaksakan diri untuk mengobatinya? Eleanor kehabisan kata-kata. Dia hanya ingin bertemu dengan anak itu, kenapa harus sesulit ini?"Nona Eleanor, silakan kembali," ucap Andy sebelum berbalik dan pergi.Eleanor menatap jendela besar di depan rumah itu, lalu melepaskan beberapa pukulan kombinasi ke arah jendela se