"Charlie?" Eleanor berkedip dan berjalan ke arah Charlie tanpa ragu. Namun, dalam sekejap, tubuh tinggi Jeremy berdiri di depan dan menghalangi jalannya. Langkah Eleanor terhenti.Alicia dan Patrick juga segera keluar dari kamar. Alicia menatap dengan ekspresi tak percaya. Bisa-bisanya ada orang yang berani menerobos ke rumah Keluarga Adrian? Apa orang ini sudah bosan hidup?Tatapan Charlie yang tajam dan dingin tertuju pada Jeremy dan wajahnya sarat akan niat membunuh. "Akulah yang menculik Yoana. Eleanor sama sekali nggak tahu apa-apa. Kalau mau balas dendam, datanglah padaku."Eleanor tertegun sejenak. Yoana ternyata diculik oleh Charlie!Wajah Jeremy berubah gelap seketika.Mendengar hal itu, Alicia melangkah maju dengan marah. "Kamu? Kenapa kamu melukai putriku? Apa salahnya padamu?""Dia tahu apa yang dia lakukan," jawab Charlie dingin. "Kalian seharusnya berterima kasih aku nggak langsung mengirimnya ke neraka."Aura Charlie begitu menakutkan hingga Alicia merasa tertekan, kata-
Ekspresi Yoana seketika wajah. "Bukan begitu, Jeremy. Waktu itu aku cuma terlalu emosi, jadi aku mengatakan hal-hal seperti itu.""Apa yang dia lakukan sampai membuatmu marah?" Jeremy menatapnya dengan dingin. "Berdiri di pinggir jalan sampai membuatmu marah? Atau karena dia nggak berdiri diam supaya bisa kamu tabrak, itu yang membuatmu marah?""Bukan aku yang mau menabraknya. Waktu itu Tiara nggak sengaja memutar setir, jadi hampir menabrak Bu Eleanor. Kami juga sangat menyesalinya," jawab Yoana dengan munafik.Tidak sengaja, hampir, menyesal."Oh ya? Aku nggak melihat sedikit pun penyesalan." Jeremy melemparkan tablet kepada Andy di sampingnya dengan dingin.Rekaman itu menunjukkan dengan jelas niat mobil tersebut. Wajah Yoana dan Tiara saat turun dari mobil penuh dengan penyesalan karena tidak berhasil mengenai Eleanor. Seolah-olah mereka ingin menuliskan "Sayang sekali tidak kena" di wajah mereka.Yoana mengepalkan tangannya erat-erat, hingga hampir membuat telapak tangannya berdar
"Cuma butuh empat miliar, 'kan? Kamu nggak sanggup mengeluarkan uang sebanyak itu?" Jeremy bertanya dengan senyum dingin.Eleanor tersenyum tipis. "Bisa saja, asalkan Bu Yoana nggak menyalahkanku ketika dia sampai di neraka."Wajah Yoana seketika pucat pasi, keringat deras bercucuran dari dahinya dan menetes ke pipi."Nggak! Aku nggak mau!" Dia langsung berteriak menolak.Eleanor pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membalas dendam. Ditambah dengan sikap Jeremy yang seperti ini, dia tahu Eleanor tidak akan melepaskan kesempatan untuk membunuhnya. Dia tidak mau mati."Hm?" Tatapan tajam Jeremy beralih ke arah Yoana yang pucat. "Bukannya ini usulanmu? Kenapa sekarang menolak?""Aku ... aku nggak menyalahkan Bu Eleanor lagi. Kita anggap semuanya selesai," Yoana tergagap karena tidak berani mempertaruhkan nyawanya. Dia tidak senekat itu bermain-main dengan hidupnya sendiri."Berani menabrak orang lain, tapi takut kalau ditabrak balik?" Jeremy mengangkat alisnya dengan sikap mengeje
Eleanor mengangkat tangannya dengan tenang dan menyentuh wajahnya yang masih terasa hangat akibat tamparan sebelumnya. "Sudah kubalas, ayo pergi sekarang."Di luar rumah Keluarga Adrian.Begitu masuk ke dalam mobil, ekspresi Yoana dan orang tuanya langsung berubah masam. Alicia menggertakkan giginya dan berkata penuh amarah."Sialan! Jeremy begitu melindungi wanita jalang itu. Apa maksudnya? Dia diguna-guna wanita itu ya? Dan pria berpakaian hitam itu, siapa sebenarnya dia? Berani sekali bertingkah begitu arogan."Patrick yang sedang menyetir berkata dengan wajah dingin. "Sebaiknya jangan macam-macam sama dia."Alicia mengerutkan alisnya. "Siapa dia sebenarnya?""Orang yang nggak mudah dihadapi," jawab Patrick dengan nada berat.Yoana yang duduk di belakang, tiba-tiba menyela. "Dia membantu Eleanor!"Yoana teringat kejadian malam itu ketika dia pergi ke apartemen Eleanor dan secara misterius dicegah oleh pria itu. Sekarang, dia menyadari bahwa pria itu memang berada di pihak Eleanor.W
Yoana kini benar-benar kacau, dia tidak bisa lagi memedulikan hal lainnya."Ada apa lagi? Kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Patrick dengan nada datar."Masih soal perusahaan parfum Stelea itu. Pemiliknya misterius sekali, begitu juga dengan peracik parfumnya. Sampai sekarang, aku masih nggak tahu siapa pesaing yang terus menekan kita ini," jawab Yoana sambil menghela napas panjang."Stelea? Perusahaan kecil nggak penting, aku saja nggak pernah dengar namanya," kata Alicia dengan nada mengejek.Namun, Patrick mengerutkan alis. Divisi parfum memang selalu tertinggal dibandingkan dengan bagian lain dari perusahaan mereka. Dia sendiri sering mendengar tentang Stelea dari beberapa orang di industri.Dalam beberapa tahun saja, perusahaan itu telah meraih pencapaian yang cukup baik."Aku dengar, mereka mau dapatin tempat di mal milik Jeremy?" tanya Patrick."Ya. Mereka bahkan mencoba bersaing sama kita untuk mendapatkan duta merek yang sama. Tapi untungnya, aku sudah mengamankan duta merek
Charlie mengerutkan alisnya, lalu menginjak pedal gas dalam-dalam. Mobil melesat cepat meninggalkan tempat itu.Eleanor hanya bisa melongo di tempatnya. 'Aku benar-benar sudah gila .... Kenapa aku harus menyulut emosinya tadi?'Eleanor bersumpah tidak akan bicara sembarangan lagi.Selama perjalanan, Charlie tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tampak sedang memendam kekesalannya sendiri.Eleanor mengusap keningnya karena merasa lelah dengan situasi ini. Mobil berhenti mendadak di depan apartemen dan membuat tubuhnya sedikit terhuyung."Terima kasih," katanya sambil membuka sabuk pengaman dan berniat turun dari mobil. Namun, sebelum dia sempat keluar, tangan Charlie sudah menariknya kembali."Jangan pernah bilang terima kasih padaku."Nada bicaranya penuh dengan kemarahan, keras, dan dominan. Mata hitamnya menatap Eleanor dengan tajam.Eleanor mengerjapkan matanya dengan bingung. Jadi, apa yang harus dia katakan? Haruskah dia mengatakan, "Kerja bagus, ini memang tugasmu"?Charlie ter
Eleanor menatap dalam-dalam mata Daniel yang penuh dengan harapan, tetapi juga ketakutan. Hatinya semakin terenyuh melihat anak kecil itu.Daniel memiliki kepribadian yang sangat berbeda dengan Harry. Harry ceria, ramah, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Sebaliknya, Daniel yang tumbuh besar di keluarga Jeremy, sering diintimidasi dan dihina dengan sebutan "anak haram".Lima tahun hidup dalam lingkungan seperti itu tentu membuatnya tumbuh dengan rasa takut, rendah diri, dan cemas kehilangan apa yang dimilikinya.Eleanor merasa bersalah pada dirinya sendiri. Seandainya dia tahu keberadaan anak ini lebih awal, Daniel tentu tidak perlu menanggung semua penderitaan itu.Eleanor mengangguk tegas. "Tentu saja, Daniel. Mulai sekarang, kamu bisa tinggal sama Mama."Ekspresi wajah Daniel tetap tenang, tapi matanya berbinar dengan kebahagiaan. Dia memeluk Eleanor erat-erat. "Terima kasih, Mama."Kata-kata itu membuat Eleanor tak mampu lagi menahan air matanya. Membiarkan Daniel tinggal bersama
Jeremy menatap Harry sejenak, alisnya semakin berkerut. "Panggilkan dokter," perintahnya kepada Andy.Andy langsung beranjak untuk memanggil dokter.Namun, Harry yang mendengar itu, semakin panik. Dia buru-buru menarik ujung baju Jeremy. "Jangan! Aku ... tiba-tiba nggak sakit lagi."Jeremy memandang anak kecil yang jelas-jelas tidak berkata jujur itu, lalu melambaikan tangan pada Andy agar membatalkan panggilan dokter. Andy mengangguk dan mundur dengan tenang.Jeremy kemudian menggendong Harry dan meletakkannya di sofa di sebelahnya. Dia kembali bertanya dengan serius, "Belum waktu pulang sekolah. Kenapa kamu pulang lebih awal?"Harry mencoba mencari alasan. Setelah beberapa saat, dia menghela napas pelan. "Karena ... karena aku nggak suka sekolah. Papa, aku sudah bisa semua yang diajarkan di sekolah. Aku boleh nggak usah sekolah lagi nggak?"Jeremy terdiam sejenak. Dia tahu Harry sangat pintar dan cepat belajar. Semua pelajaran juga sudah dikuasainya. Namun, alasan utama dia mengirim
Yoana merasakan sakit yang luar biasa. Dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari Jeremy benar-benar akan memperlakukannya seperti ini demi Eleanor.Saat Jeremy menembak 3 kali, Andy yang berdiri di samping hanya bisa menyaksikan dengan ngeri. Akhirnya, dia maju dan mengingatkan, "Bos, kalau terus menembaknya, dia akan mati. Takutnya, pihak Keluarga Pratama nggak akan tinggal diam."Bagaimanapun, Yoana adalah Nona Besar Keluarga Pratama. Jika dia mati seperti ini, mereka pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.Jeremy melirik Yoana yang tergeletak di lantai seperti seonggok daging tak bernyawa, matanya dipenuhi dengan kebencian yang dalam. Dia melemparkan pistol di tangan ke Andy, lalu mengambil saputangan yang diberikan Andy. Sambil mengelap tangan, dia berucap dengan suara dingin, "Kematian terlalu mudah baginya."Kematian sering kali merupakan bentuk pembebasan terbaik. Saat ini, Yoana bahkan tidak pantas untuk mati."Panggil dokter untuk mengobatinya. Nggak perlu menggunakan
"Bu Vivi, bos kami juga sangat sedih. Tolong tenang." Andy maju untuk menarik Vivi menjauh.Vivi tiba-tiba terjatuh di atas pasir, wajahnya penuh air mata. "Dosa apa yang telah Eleanor lakukan sampai harus bertemu denganmu? Sebenarnya keuntungan apa yang dia dapatkan?""Semua ini salahmu, salahmu! Berengsek! Untuk apa kamu berlutut di sini? Saat dia masih ada, kamu nggak menghargainya. Sekarang dia sudah nggak ada, untuk apa kamu pura-pura sedih di sini?"Entah kalimat mana yang memicu emosi Jeremy, tetapi cahaya di matanya semakin dingin. Akhirnya, dia mendongak dan menatap Vivi dengan tegas, "Dia nggak mati. Dia hanya marah padaku dan sembunyi. Aku akan menemukannya. Aku pasti akan menemukannya dan membawanya pulang."Jeremy meyakinkan dirinya sendiri. Eleanor hanya sedang marah dan tidak mau memaafkannya. Selama amarahnya reda, dia pasti akan kembali.Selama Eleanor kembali, apa pun yang wanita itu inginkan akan diberi, entah itu orang atau nyawa, semuanya akan diberikan. Asalkan di
"Ah! Jangan pukul lagi .... Lepaskan, ah ... ah! Tolong! Tolong ....""Aku akan membunuhmu, Yoana! Kamu memang pembawa sial! Kamu berkali-kali mencelakai Jeremy! Aku akan membunuhmu!" pekik Bella.Simon memegang keningnya, menutup mata, dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia melambaikan tangan dengan tak berdaya. "Seret dia.""Segera siapkan mobil, panggil semua orang untuk mencari! Cepat, cepat sedikit!"....Jeremy mencari di laut selama setengah jam penuh. Tidak ditemukan! Tidak ada yang ketemu!Jeremy terus memperluas area pencariannya. Permukaan laut terasa sunyi dan mencekam, tak seorang pun berani bersuara.Semua orang tahu, dengan ombak yang begitu besar tadi, orang yang terluka dan tersapu ombak selama setengah jam tanpa ditemukan ... tidak akan berakhir baik."Nggak mungkin, Eleanor bisa berenang! Dia akan baik-baik saja, pasti baik-baik saja ...." Jeremy terus mencari tanpa lelah.....Eleanor tidak tahu bagaimana akhirnya dia bisa sampai ke tepian. Ombak dingin terus
Justin segera menopang tubuh Simon dengan kedua tangannya dan menepuk dada Simon untuk menenangkan dirinya. "Tuan Simon? Tuan Simon? Tuan, bertahanlah. Cepat panggil dokter. Cepat!"Namun, dua menit kemudian, sebuah kabar datang lagi lebih cepat daripada datangnya dokter. "Tuan Simon, ada kabar dari sana bilang Tuan Jeremy baik-baik saja. Dia tidak jatuh ke laut."Simon pun menarik napas dalam-dalam dengan bantuan Justin, tatapannya akhirnya terlihat kembali bersinar. Dia langsung memerintah dengan lantang dan suara yang serak, "Jadi, dia sudah kembali? Uhuk uhuk. Dia sudah kembali? Cepat suruh dia pulang!"Pada saat itu, seorang pengawal lainnya yang baru saja menutup telepon bergegas masuk ke ruangan itu. "Tuan Simon, Tuan Jeremy ...."Simon segera maju dan bertanya, "Ada apa dengan dia?""Nona Eleanor jatuh ke laut, jadi Tuan Jeremy ikut melompat untuk mengejarnya," jawab pengawal itu.Wajah Simon yang baru saja pulih pun kembali pucat, Justin juga segera menopang tubuhnya dengan si
Eleanor menahan napasnya saat melihat tangan besar yang sedang mencengkeram belati yang tajam itu. Darah pun terus menetes ke wajahnya dari ujung belati itu.Jeremy berdiri di sana dengan wajah yang pucat dan kening serta pipi kanannya terluka akibat benturan. Bahkan pakaiannya pun sudah robek karena tergores benda tajam. Penampilannya terlihat sangat berantakan.Melihat Jeremy yang menggigit bibirnya dan menatapnya dengan tatapan yang dingin, pria yang tadi mencoba menusuk Eleanor langsung ketakutan dan melepaskan belatinya. Dia secara refleks mundur. Namun, di detik berikutnya, belati itu langsung memelesat ke lehernya.Melihat kejadian itu, pemimpin kelompok itu langsung tercengang saat melihat Jeremy tidak mati. "Tuan ... Jeremy?"Eleanor juga menatap Jeremy dengan tidak percaya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya memanggil nama Jeremy.Jeremy segera membungkuk dan memeriksa kondisi Eleanor. Melihat tubuh Eleanor yang penuh dengan luka, dia langsung menyipitkan matanya. Dia m
Para pria itu mulai merasa waspada. Mereka mengangkat belati mereka dan perlahan-lahan mendekati Eleanor.Meskipun tubuhnya penuh dengan luka, amarah di hati Eleanor membuatnya tetap bertahan. Dia juga tidak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Saat para pria itu mengarahkan belati mereka ke arahnya, dia kembali mengayunkan tongkat kayu di tangannya.Namun kali ini, para pria itu sudah mempersiapkan diri mereka. Mereka mengarahkan belati mereka untuk menyerang Eleanor dari arah yang berbeda. Mereka menyerang bagian yang tidak mematikan, tetapi cukup membuat Eleanor kesakitan.Gerakan Eleanor yang terluka parah sudah tidak secepat dan sekuat sebelumnya lagi, sehingga tongkat kayunya berhasil ditendang terlepas dari tangannya dan lengannya terluka karena ditebas. Dia hanya bisa merintih kesakitan, membuat pria yang memimpin kelompok itu tertawa terbahak-bahak."Jangan biarkan dia mati terlalu cepat," kata pemimpin kelompok itu."Heh." Eleanor yang terhuyung-huyung pun menundukkan kepal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o