Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.
Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari."Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa."Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari."Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara."Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fania.Satu tangan Fania terangkat memegang ponselnya tinggi-tinggi."Kalau cuma minjemin handuk, lalu kenapa PACAR kamu ini ikutan masuk ke kamar kamu?" Rosa malah semakin menambahkan agar Marwan lebih mempercayai Fania.Marwan yang mulai terpengaruh pun menatap marah Mentari yang kembali menunduk."Siniin HP kamu, Nia! Ayah mau liat." Dengan rahang mengeras Marwan meminjam ponsel Fania untuk melihat sendiri bukti apa yang Fania punya."Ini, Yah. Tapi jangan dibanting ya HP, Nia! Ini tuh handphone mahal soalnya," peringati Fania sebelum memberikan ponselnya kepada Marwan.Marwan tidak menggubris, ia mengambil ponsel milik Fania tanpa banyak bicara.Rahang Marwan semakin mengeras saat bisa melihat jelas sebuah foto tidak senonoh yang di dalamnya adalah anak kandungnya sendiri.Darah Marwan seketika mendidih bersamaan dengan wajah dan matanya yang memerah menandakan kemarahan yang luar biasa."DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI!"DegMentari memejamkan mata saat bentakan itu diberikan oleh ayahnya sendiri. Satu-satunya keluarga kandung yang masih Mentari miliki setelah ibunya meninggal beberapa tahun silam.Tapi, ini bukanlah hal baru lagi bagi Mentari, Ia sudah terbiasa dengan sikap kasar ayahnya semenjak sang ibu meninggal dunia apalagi sejak ayahnya itu beristri baru."Sekarang kalian berdua ikut saya!"Setelah mengatakan itu Marwan berlalu begitu saja disusul oleh Fania dan ibunya yang sempat-sempatnya melempar senyum miring kepada Menteri.Sebenarnya tadi kedua ibu dan anak itu sudah melihat bahwa Gala tak sengaja terjatuh diatas tubuh Mentari dari jendela. Tapi mereka membuat drama seolah-olah itu adalah kesengajaan yang Mentari perbuat.Percepat saja, kini mereka semua sudah berada di ruang tamu."Hebat kamu, Mentari." Marwan menatap nyalang putrinya yang masih menunduk. "Bukannya membalas jasa saya yang telah bersusah payah membesarkan kamu, kamu malah berbuat hal yang tak senonoh di rumah saya.""Tari bisa jelasin Ayah. Ini hanya salah paham." Mentari mencoba membela diri.Saat ini Mentari tengah berdiri disamping Gala yang sama sekali tidak bersuara dari tadi.Meskipun ini hanya kesalahpahaman, namun Gala tau letak kesalahannya di mana. Tidak seharusnya Gala masuk kedalam kamar seorang gadis disaat rumah gadis itu tengah kosong."Saya kecewa sama kamu, Mentari. Saya menyesal telah punya anak seperti kamu, kenapa kamu tidak bisa menjadi seperti adikmu. Dia selalu tahu bagaimana caranya membahagiakan orang tua."Air mata Mentari semakin mengalir deras saat lagi dan lagi dirinya dibanding-bandingkan dengan adik tirinya."Tari kurang apa lagi, Yah? Harus bagaimana lagi caranya supaya Tari bahagiain, Ayah? Hiks ... Ta-Tari udah bisa masuk kampus favorit dengan beasiswa, Tari juga udah dapet piala dan berbagai piagam dari berbagai kejuaraan. Tari harus gimana lagi, hiks?"Kadang Mentari heran sendiri, sebenarnya apa kelebihan Fania daripada dirinya? Kenapa Fania selalu dianggap sempurna sedangkan dirinya yang selalu mencoba untuk menjadi lebih baik selalu tidak dihargai.Setahu Mentari, Fania tidak memiliki prestasi apapun kecuali hobi shopping dan menghambur-hamburkan uang.Apakah Itu yang harus ia tiru?"Kalau kamu memang mau membahagiakan ayah kamu, lalu kenapa kamu memasukkan laki-laki ke dalam kamar kamu disaat rumah dalam keadaan kosong, Mentari?"Rosa sok memasang wajah kecewanya menatap Mentari seolah-olah dirinya ikut kecewa dengan apa yang Mentari lakukan.Padahal aslinya ia sudah tertawa puas dalam hati melihat Mentari sudah berada dalam masalah besar."Tapi Bu---""DIAM KAMU MENTARI! SAYA SUDAH MUAK MELIHAT WAJAH KAMU!" bentak Marwan sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Melihat itu, Gala mengepalkan tangannya kuat-kuat saat satu-satunya orang yang ia sayangi di dunia ini kini dibentak dan dihina di depan matanya.Terlebih, kala adik dan ibu tiri kembali berdrama."Kak Mentari sebagai Kakak aku harusnya berikan contoh yang baik sama aku. Kalau udah gini Ayah sama ibu juga yang bakal malu sama tetangga, mau tarok dimana muka mereka kalau sampai elo yang orang-orang kenal baik selama ini malah hamil diluar nikah."
"Apa yang adik kamu katakan benar, Mentari. Ibu nggak mau menanggung malu kalau sampai ada tetangga yang tau kalau kamu membawa seorang laki-laki ke dalam kamar.""Tapi aku nggak berbuat apa---""DIAAAM!!"Marwan berteriak sambil berdiri lalu membawa langkahnya untuk lebih dekat kepada putrinya."Kamu, kenapa kamu diam sedari tadi? Apa saja yang telah kamu lakukan kepada anak gadis saya?"Kini Marwan menunjuk Gala yang masih berdiri disamping Mentari dengan wajah tenangnya.Inilah salah satu hal istimewa dalam diri Gala. dalam situasi seperti apapun pria itu akan tetap bersikap tenang agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan."Kalau saya jawab jujur apakah Om akan percaya?"Gala memberanikan diri untuk mendongak menatap kedua mata Marwan dengan berani."Jawab dengan jujur! Saya tidak mau lagi mendengar kebohongan," tekan Marwan."Saya tidak berbuat apapun kepada Mentari. Saya hanya ...""Hanya apa, Hah? HANYA MENGAMBIL KEHORMATAN GADIS BODOH INI?!" teriak Marwan sangat marah.BughSatu pukulan mendarat di rahang Gala sehingga membuat sudut bibirnya robek dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah.Tapi Gala sama sekali tidak bereaksi apa-apa. Ia masih berdiri ditempat semula, bahkan ia sama sekali tidak meringis."CUKUP, AYAH HENTIKAN!" Mentari yang masih menangis itu memekik saat ayahnya malah memukuli Gala.Marwan terkekeh sesinis saat Mentari berani berteriak kepadanya hanya demi membela laki-laki miskin itu."Setelah berbuat mesum dirumah saya sekarang kamu juga berani berteriak kepada saya?" desis Marwan."Bukan seperti itu maksud Tari, Ayah."Mentari mencoba meraih tangan sang Ayah untuk meminta maaf. Tapi tangannya malah ditepis kasar hingga ia hampir terjatuh jika saja Gala tidak menahan tubuhnya."Dasar anak tidak tahu diri! Pergi kamu dari rumah saya!"Pria paruh baya itu dengan teganya mengusir anak kandungnya dari rumah hanya karena sebuah kesalah pahaman dan tidak membiarkan putrinya menjelaskan."Maafin Tari, Ayah! Tari nggak maksud bentak Ayah." Mentari dengan air mata meleleh tiada henti terus memohon maaf agar tidak diusir."Usir saja dia, Mas! Kamu mau menanggung malu karena punya anak yang hamil di luar nikah?"Mendengar hal itu Mentari hanya bisa menangis, Sedangkan Gala pria yang berdiri di samping Nafisa tidak tega melihat gadis yang ia cintai di usir dari rumah begitu saja."Saya akan menikahi Mentari dan membawanya pulang bersama saya jika kalian tidak menginginkannya lagi," ujarnya begitu lantang dan sangat yakin.Kini, Mentari menatap tak percaya Gala yang mengatakan ingin menikahi dirinya."Kak---""Sudahlah, Tari. Kakak udah nggak sanggup lagi liat kamu diperlakukan kayak gini. Lebih baik Kakak menikahi kamu daripada kamu diusir dan tinggal seorang diri di luar sana."Mata Gala memerah menahan amarah, Bahkan dirinya dengan mentari tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya.Marwan tersenyum sinis. "Punya apa kalau untuk menghidupi anak bodoh ini?" tanyanya membuat tangan Gala semakin terkepal kuat.Untuk kesekian kalinya ia mendengar Mentarinya dihina oleh ayah kandungnya sendiri."Saya memang miskin tapi saya masih bisa memberi tari kehidupan dan bahagia di luar sana daripada di sini bersama kalian, Tari diperlakukan setidak adil ini.""Bahagia?" Marwan tertawa keras mengejek Gala. "kamu kira dengan kamu yang miskin seperti ini bisa membahagiakan Mentari? Ingat, Tari nggak akan kenyang kalau cuma pakai cinta dan cinta sama sekali tidak bisa dimakan."Gala memejamkan mata saat
"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini." Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya."Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?" "Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah."Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana."Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik."Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat."Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yak
“Apa kamu berhasil mendapatkan apa yang saya minta?”Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi yang duduk di kursi kebesarannya menatap orang kepercayaannya dengan mata tajam itu. “Sudah, Tuan. Dia mahasiswa jurusan bisnis semester akhir yang sebentar lagi akan lulus, dia memiliki kepintaran otak yang sangat luar biasa.” Orang kepercayaannya itu menjelaskan sambil membolak-balik map merah yang ia pegang.“Ada lagi?” tanyanya dengan wajah dingin itu.“Namanya, Galaksi Bimantara. Dia hanyalah seorang anak dari panti asuhan. Kecerdasannya sudah tidak bisa diragukan lagi, menurut saya dia sangat cocok untuk dijadikan seperti yang anda mau,” jelasnya lagi.“Berikan dokumen itu, kamu boleh pergi!” usirnya tanpa basa-basi.Aldez Zefrino, seorang pengusaha kayak raya yang dikenal dengan sikap dingin nan tak tersentuh itu menatap map di tangannya dengan seksama.Ia membaca deretan huruf demi huruf di dalam sana tanpa terkecuali.“Galaksi Bimantara, dia memiliki prestasi segudang dan di
Di sisi lain, Galaksi masih mengompres dahi Mentari dengan air es batu sesuai dengan yang disarankan Arumi tadi.Tapi sudah hampir setengah jam lamanya demam Mentari tak juga turun dan Gala berhasil dibuat panik setengah mati.“Ayo dong Sayang, bangung! Kamu mau bikin Kakak mati berdiri karena khawatirin kamu?” lirih Gala sambil memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam baskom berisi air es untuk mengompres Mentari lagi.“Kak Gala,” lirih Mentari dengan suara yang serak dan mata yang mulai terbuka.“Iya Sayang Kakak disini. Alhamdulillah, ya Tuhan! Akhirnya Mentari bangun juga.” Gala sampai kembali meneteskan air matanya saking bahagianya melihat mata istrinya sudah terbuka dan kini tengah menatap sayu kepadanya.“Kak Gala kenapa nangis?” Dengan sisa tenaganya yang tersisa Mentari berusaha mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Gala.“Kakak khawatir sama kamu, Sayang. Demam kamu tinggi banget, dari tadi subuh Kakak bangunin kamu tapi kamunya nggak bangun-bangun.
"Coba lo ulangi lagi, Gal! Siapa tau aja gue salah denger?"Arumi menatap Galaksi dengan ekspresi yang sulit diartikan."Nggak, Rum. Lo nggak salah denger, gue sama Mentari emang udah nikah kemarin."Jawaban Galaksi berhasil membuat Arumi terduduk seketika. Arumi beralih menatap sahabatnya yang hanya diam menunduk."Kenapa kalian tiba-tiba nikah? Lo nggak hamil 'kan?" tanya Arumi membuat mentari menatapnya dengan tajam."Serendah itu kamu mikir tentang aku, Rum?" Mendadak Arumi merasa bersalah. "Sorry kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Tapi gue perlu tau alesan kenapa kalian menikah?""Ada apa, Gal? Apa yang gue nggak tau?" Kini giliran Alzi menanyai Gala."Gue sama Mentari menikah karena kesalahpahaman---"Suami istri muda itu lalu menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami alasan mengapa mereka bisa menikah secara mendadak."Gue nggak punya pilihan lain selain nikahin Mentari. Gue nggak mungkin tega biarin gadis yang gue cintai harus diusir dari rumah dan nggak tau harus k
Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari."Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan."Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demam
"Kamu yakin kuat buat kuliah? Mending nggak masuk dulu yah, buat hari ini ... aja Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana jeans hitam yang ia pakai untuk berangkat ke kampus kembali menanyai istrinya yang saat ini tengah bersiap-siap.Mentari menghentikan kegiatannya yang tengah menyusun peralatannya kedalam tas sejenak dan menatap Gala dengan senyuman di bibirnya."Aku kuat kok, Kak. Aku janji nggak akan kecapekan, boleh ya aku ikut ke kampus?"Gala hanya mampu menghembuskan napas kasar. Kalau sudah begini ia mana bisa menolak permintaan Mentari."Yaudah deh, tapi jangan sampai kamu terlalu cepek!" pasrah Gala disambut senyum lebar oleh Mentari.Mentari kembali menyiapkan keperluannya dan menatap cermin sesaat untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke.Yang namanya perempuan walaupun tidak hobi berdandan sekalipun, tidak akan bisa lepas dari yang namanya cermin.Setiap kali bertemu cermin pasti bawaannya ingin ngaca terus.Perc
Sementara itu, Mentari menggerakkan lehernya menatap sekeliling dengan pandangan heran."Kamu ngerasa mereka dari tadi natap aku nggak sih, Rum?" Mentari membelokkan kepalanya ke samping dan berbisik lirih tepat di daun telinga Arumi.Arumi mengurungkan niatnya yang semula ingin menyuapkan mie ayam kedalam mulutnya. Arumi ikut mengamati sekitar dan benar saja.Semua pasang mata penghuni kantin terfokus pada Mentari. Mereka juga bisik-bisik dengan pandangan julid untuk Mentari.Arumi menatap tak suka semua itu.Trang..Arumi menjatuhkan sendok dengan kasar ke dalam mangkok mie ayamnya hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.Matanya menajam menatap semua penghuni kantin yang rata-rata diisi oleh perempuan."Kenapa pada natapin kita? Ada yang mau disampaiin silahkan! Jangan cuma berani bisik-bisik di belakang doang! Kalau berani ngomong langsung ke orangnya!" Suara Arumi menggema di dalam kantin yang mendadak sunyi.Mentari menggenggam tangan Arumi. "Udah, Rum. Jangan gitu! Siapa ta
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.