Kini, Mentari menatap tak percaya Gala yang mengatakan ingin menikahi dirinya.
"Kak---""Sudahlah, Tari. Kakak udah nggak sanggup lagi liat kamu diperlakukan kayak gini. Lebih baik Kakak menikahi kamu daripada kamu diusir dan tinggal seorang diri di luar sana."Mata Gala memerah menahan amarah, Bahkan dirinya dengan mentari tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya.Marwan tersenyum sinis. "Punya apa kalau untuk menghidupi anak bodoh ini?" tanyanya membuat tangan Gala semakin terkepal kuat.Untuk kesekian kalinya ia mendengar Mentarinya dihina oleh ayah kandungnya sendiri."Saya memang miskin tapi saya masih bisa memberi tari kehidupan dan bahagia di luar sana daripada di sini bersama kalian, Tari diperlakukan setidak adil ini.""Bahagia?" Marwan tertawa keras mengejek Gala. "kamu kira dengan kamu yang miskin seperti ini bisa membahagiakan Mentari? Ingat, Tari nggak akan kenyang kalau cuma pakai cinta dan cinta sama sekali tidak bisa dimakan."Gala memejamkan mata saat harga dirinya diinjak-injak oleh Marwan. Gala sadar betul kalau tidak akan bisa memberi makan Mentari hanya pakai cinta.Tapi Gala akan berusaha hingga nanti ia lulus kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. 'Ya Tuhan, apakah aku memang akan menikah hari ini? Aku hanya kasihan dengan Kak Gala yang harus menikahi aku hanya karena kesalahpahaman,' jerit Mentari dalam hati.Tangis pilu Mentari dijadikan hiburan oleh Fania dan ibunya. Mereka sangat bahagia akhirnya orang yang mereka anggap parasit di rumah ini akan segera pergi menuju kesengsaraan."Saya akan nikahkan kalian hari ini juga, setelah itu silahkan angkat kaki dari rumah saya!" Marwan menjeda kalimatnya sambil menatap Mentari dengan tatapan yang sulit diartikan. "setelah itu jangan pernah injakan kaki kamu lagi di rumah saya!"Mentari tidak lagi menyahut, ia hanya menangis meratapi nasib malangnya. 'Ibu, hari ini Tari harus pergi meninggalkan rumah kita karena sebuah kesalahpahaman.'Lagi-lagi Menteri menjerit dalam hati saat mengingat begitu banyak kenangan indahnya bersama Almarhumah ibunya di rumah ini.****
Satu jam kemudian, Gala benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Mentari.Marwan sudah memanggil penghulu dan dua orang saksi. Tidak ada gaun indah, makeup yang menawan bahkan acara yang megah, hanya ada Isak tangis dan kesedihan yang mendalam yang Mentari rasakan.Pernikahan dibalik airmata ini sungguh membuat Mentari tersiksa.Seiring dengan kata sah yang terucap dari bibir kedua saksi, kini Gala dan Mentari sudah resmi menjadi suami istri baik di mata agama dan negara.Mentari mencium tangan Gala yang sudah menjadi suaminya untuk pertama kalinya, Gala memejamkan mata sambil memanjatkan doa untuk kelangsungan rumah tangga mereka sambil memegang ubun-ubun Mentari.Di sisi lain, Fania dan ibunya menatap bahagia Mentari yang sudah sah menjadi istri dari seorang pria miskin yang tidak mungkin bisa membuat Mentari hidup bahagia.'Akhirnya aku menjadi satu-satunya anak di rumah ini,' batin Fania penuh kepuasan.Drama yang ia buat bisa menyingkirkan Mentari dalam sekejap mata. Malam ini juga setelah acara pernikahan selesai, dia akan menjadi anak tunggal ibu dan ayah tirinya!*****"Sesuai perjanjian sebelumnya, kalian berdua harus pergi dari rumah ini. Bawa semua barang-barang kamu Mentari! Bahkan saya merasa jijik jika hanya ada barang kamu di rumah ini."Mentari meremas dadanya mendengar penghinaan bertubi-tubi dari ayah kandungnya sendiri. Sehina itukah dirinyalah sampai-sampai hanya barang-barangnya saja bisa membuat ayahnya ini merasa jijik?"Jangan khawatir, Om! Saya akan membawa pergi istri saya malam ini juga," balas Gala dengan tak santai.Bahkan, Gala tidak sudi memanggil pria paruh baya di depannya dengan sebutan ayah sekalipun itu adalah ayah mertuanya.Rasanya Gala sudah tidak tahan lagi berada ditempat ini. Segera ia menarik Mentari menuju kamar gadis itu."Kakak bantu kamu beres-beres," ujarnya dengan rahang mengeras dan mata memerah menahan amarah."Kenapa Kakak mau menikahi Tari padahal kita nggak melakukan kesalahan apapun?" tanya Mematri sambil menatap Gala dengan mata sembabnya."Itu akan jauh lebih baik daripada kamu diusir dari rumah ini dan tidak tau harus kemana," balas Gala sambil mengambil koper yang berada dibawah tempat tidur."Bereskan barang-barang kamu sekarang juga, Tari! Kakak nggak mau lebih lama lagi berada ditempat ini," pinta Gala dan Mentari hanya mengangguk.Mentari mengemasi semua barang-barangnya tanpa terkecuali. Ditatapnya kamar yang sudah belasan tahun menjadi kamar tidurnya dan kini harus ia tinggalkan.Tak lupa pula Mentari membawa Boma, kucing kesayangannya untuk ikut bersamanya.Saat keluar dari kamar Gala dan Mentari mendapati tiga orang yang Mentari sebut keluarga tengah berdiri di ruang tamu."Ayah, Tari pamit!" Menteri mengulurkan tangannya berniat menyalami tangan sang ayah.Tapi Mentari harus menelan rasa kecewanya karena sepertinya ayahnya ini tidak ingin bersentuhan dengan dirinya lagi."Silahkan pergi tanpa membuat drama lagi! Dan satu lagi, saya Marwan mulai hari ini memutuskan hubungan saya dengan kamu. Saya tidak sudi punya anak seperti kamu, bikin malu saja."Dada Mentari terasa begitu sesak mendengar ayahnya memutuskan hubungan dengan dirinya.Walaupun Mentari tau hubungan tali darah tidak akan bisa dihilangkan, tapi rasanya tetap sakit saat satu-satunya keluarga kandung yang masih ia punya malah mengatakan ingin memutuskan hubungannya dengan dirinya.Mentari tersenyum getir. "Tari pergi sekarang Ayah. Satu hal yang harus Ayah tau, di dunia ini nggak ada yang namanya mantan ayah dan mantan anak."Gala sama sekali tidak bicara sepatah katapun, ia terus memperhatikan ekspresi bahagia Fania dan ibunya. 'Tuan itu tidak pernah tidur, so.. cepat atau lambat kalian semua akan menerima karma karena telah berperilaku jahat kepada orang sebaik dan setulus Mentari,' batin Gala.Tanpa menunggu lebih lama lagi, Gala menarik pelan tangan Mentari dan melangkah keluar dari rumah tempat Menteri dibesarkan.Dengan berderai air mata, Mentari menatap lamat-lamat dengan perasaan sakit luar biasa rumah yang selama ini ia tempati.Gala hanya bisa menghela nafas kasar saat Mentari menghentikan langkahnya tepat di halaman rumahnya."Tari!" Gala memegang bahu Mentari supaya gadis yang telah resmi menjadi istrinya itu menghadap kepada dirinya."Sudah cukup kamu mengais seharian ini. Sekarang, kita pulang ke kontrakan Kakak. Kamu nggak apa-apa 'kan kalau kita tinggalnya disana dulu?"Mentari menghapus kasar air matanya. Sekarang ada Gala yang ia miliki dalam hidupnya."Tari nggak masalah mau tinggal dimanapun itu Kak," balasnya sambil memaksakan senyum di tengah hatinya yang tengah hancur berkeping-keping.Gala ikut tersenyum, mulai sekarang ia harus bekerja lebih keras lagi karena ia juga harus menghidupi Mentari. Setelah dipikir-pikir ucapan ayah mertuanya tadi ada benarnya juga, sangat tidak mungkin Mentari ia kasih makan hanya dengan cinta.Gala mengeluarkan motor Scoopy nya dari gerbang rumah Mentari, lalu melanjutkan kembali motor kesayangannya itu menuju kontraknya setelah ia memastikan sang istri duduk dengan nyaman.Empat puluh menit waktu yang dibutuhkan Gala untuk sampai kembali ke kontrakan kecilnya."Kita udah nyampe, ayo Sayang kita masuk!"Mentari mengangguk patuh, ia menatap sejenak kontrakan sang suami. Mentari pernah datang kesini beberapa kali, dan sekarang ia akan tinggal disini bersama Gala."Eh.. Nak Gala udah pulang, mana bawa cewek lagi, anak cantik ini siapanya Nak Gala?"Seorang wanita yang sudah cukup berumur tetangga dari Galaksi langsung menegur Gala saat melihat pria itu pulang membawa seorang gadis.Dia adalah Ibu Santi, tetangga Gala yang paling baik hati."Dia mentari Bu, istri Gala," jawab Gala dengan jujur.Gala dan Mentari tidak mungkin menyembunyikan status pernikahan mereka supaya menghindari fitnah kalau mereka tinggal satu atap padahal belum menikah.Terlihat raut wajah Bu Santi berubah kaget saat Gala mengatakan bahwa Mentari adalah istrinya."Kapan Nak Gala menikah? Kenapa tidak memberi tahu Ibu? Padahal Ibu bisa hadir sebagai perwakilan orang tua Nak Gala." Bu Santi mendekat dan mengusap lembut wajah cantik istri tetangganya ini.Sungguh Bu Santi ini adalah jenis tetangga yang sangat baik. Jika orang lain akan menggunjingkan karena apa menikah mendadak, tapi beliau ini justru bertanya baik-baik tidak melampaui batasnya untuk tau lebih dalam urusan orang lain.Tapi kebanyakan tetangga jaman sekarang suka menghibahkan yang belum tentu itu kenyataan. Suka mencampuri urusan orang lain tapi belum tentu becus mengurus masalah sendiri."Tadi sore Bu. Gala hanya menikah akad saja tidak ada hajatan apa lagi pesta, 'kan Ibu tau sendiri kalau Gala ini masih miskin," canda Gala membuat Bu Santai menggeleng pelan.Gala memang orang yang humoris dan bisa mencairkan suasana."Kamu ini, bawa istri kamu masuk! Sepertinya dia sangat capek, titah Bu Santai diangguki oleh Gala."Welcome to kontarkan kecil kita, Mentari!"
"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini." Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya."Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?" "Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah."Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana."Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik."Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat."Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yak
“Apa kamu berhasil mendapatkan apa yang saya minta?”Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi yang duduk di kursi kebesarannya menatap orang kepercayaannya dengan mata tajam itu. “Sudah, Tuan. Dia mahasiswa jurusan bisnis semester akhir yang sebentar lagi akan lulus, dia memiliki kepintaran otak yang sangat luar biasa.” Orang kepercayaannya itu menjelaskan sambil membolak-balik map merah yang ia pegang.“Ada lagi?” tanyanya dengan wajah dingin itu.“Namanya, Galaksi Bimantara. Dia hanyalah seorang anak dari panti asuhan. Kecerdasannya sudah tidak bisa diragukan lagi, menurut saya dia sangat cocok untuk dijadikan seperti yang anda mau,” jelasnya lagi.“Berikan dokumen itu, kamu boleh pergi!” usirnya tanpa basa-basi.Aldez Zefrino, seorang pengusaha kayak raya yang dikenal dengan sikap dingin nan tak tersentuh itu menatap map di tangannya dengan seksama.Ia membaca deretan huruf demi huruf di dalam sana tanpa terkecuali.“Galaksi Bimantara, dia memiliki prestasi segudang dan di
Di sisi lain, Galaksi masih mengompres dahi Mentari dengan air es batu sesuai dengan yang disarankan Arumi tadi.Tapi sudah hampir setengah jam lamanya demam Mentari tak juga turun dan Gala berhasil dibuat panik setengah mati.“Ayo dong Sayang, bangung! Kamu mau bikin Kakak mati berdiri karena khawatirin kamu?” lirih Gala sambil memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam baskom berisi air es untuk mengompres Mentari lagi.“Kak Gala,” lirih Mentari dengan suara yang serak dan mata yang mulai terbuka.“Iya Sayang Kakak disini. Alhamdulillah, ya Tuhan! Akhirnya Mentari bangun juga.” Gala sampai kembali meneteskan air matanya saking bahagianya melihat mata istrinya sudah terbuka dan kini tengah menatap sayu kepadanya.“Kak Gala kenapa nangis?” Dengan sisa tenaganya yang tersisa Mentari berusaha mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Gala.“Kakak khawatir sama kamu, Sayang. Demam kamu tinggi banget, dari tadi subuh Kakak bangunin kamu tapi kamunya nggak bangun-bangun.
"Coba lo ulangi lagi, Gal! Siapa tau aja gue salah denger?"Arumi menatap Galaksi dengan ekspresi yang sulit diartikan."Nggak, Rum. Lo nggak salah denger, gue sama Mentari emang udah nikah kemarin."Jawaban Galaksi berhasil membuat Arumi terduduk seketika. Arumi beralih menatap sahabatnya yang hanya diam menunduk."Kenapa kalian tiba-tiba nikah? Lo nggak hamil 'kan?" tanya Arumi membuat mentari menatapnya dengan tajam."Serendah itu kamu mikir tentang aku, Rum?" Mendadak Arumi merasa bersalah. "Sorry kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Tapi gue perlu tau alesan kenapa kalian menikah?""Ada apa, Gal? Apa yang gue nggak tau?" Kini giliran Alzi menanyai Gala."Gue sama Mentari menikah karena kesalahpahaman---"Suami istri muda itu lalu menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami alasan mengapa mereka bisa menikah secara mendadak."Gue nggak punya pilihan lain selain nikahin Mentari. Gue nggak mungkin tega biarin gadis yang gue cintai harus diusir dari rumah dan nggak tau harus k
Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari."Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan."Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demam
"Kamu yakin kuat buat kuliah? Mending nggak masuk dulu yah, buat hari ini ... aja Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana jeans hitam yang ia pakai untuk berangkat ke kampus kembali menanyai istrinya yang saat ini tengah bersiap-siap.Mentari menghentikan kegiatannya yang tengah menyusun peralatannya kedalam tas sejenak dan menatap Gala dengan senyuman di bibirnya."Aku kuat kok, Kak. Aku janji nggak akan kecapekan, boleh ya aku ikut ke kampus?"Gala hanya mampu menghembuskan napas kasar. Kalau sudah begini ia mana bisa menolak permintaan Mentari."Yaudah deh, tapi jangan sampai kamu terlalu cepek!" pasrah Gala disambut senyum lebar oleh Mentari.Mentari kembali menyiapkan keperluannya dan menatap cermin sesaat untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke.Yang namanya perempuan walaupun tidak hobi berdandan sekalipun, tidak akan bisa lepas dari yang namanya cermin.Setiap kali bertemu cermin pasti bawaannya ingin ngaca terus.Perc
Sementara itu, Mentari menggerakkan lehernya menatap sekeliling dengan pandangan heran."Kamu ngerasa mereka dari tadi natap aku nggak sih, Rum?" Mentari membelokkan kepalanya ke samping dan berbisik lirih tepat di daun telinga Arumi.Arumi mengurungkan niatnya yang semula ingin menyuapkan mie ayam kedalam mulutnya. Arumi ikut mengamati sekitar dan benar saja.Semua pasang mata penghuni kantin terfokus pada Mentari. Mereka juga bisik-bisik dengan pandangan julid untuk Mentari.Arumi menatap tak suka semua itu.Trang..Arumi menjatuhkan sendok dengan kasar ke dalam mangkok mie ayamnya hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.Matanya menajam menatap semua penghuni kantin yang rata-rata diisi oleh perempuan."Kenapa pada natapin kita? Ada yang mau disampaiin silahkan! Jangan cuma berani bisik-bisik di belakang doang! Kalau berani ngomong langsung ke orangnya!" Suara Arumi menggema di dalam kantin yang mendadak sunyi.Mentari menggenggam tangan Arumi. "Udah, Rum. Jangan gitu! Siapa ta
"Aku salah a-pa? Tega sekali mereka menghujatku padahal selama ini aku nggak pernah sekalipun berbuat jahat pada mereka."Di dalam salah satu bilik toilet, Mentari menangis sejadi-jadinya menyalurkan rasa sesak di dadanya.Dia tak habis pikir dengan semua orang yang berpikiran buruk tentang dirinya. Padahal mereka pun tau, selama ini dirinya tak pernah berperilaku yang mencerminkan bahwa ia adalah seorang perempuan murahan seperti yang orang-orang katakan.Mentari mematut dirinya di depan cermin. Matanya yang memerah dan sembab membuatnya lebih mirip Drakula dari pada manusia.Pikiran Mentari langsung tertuju kepada seseorang, yaitu suaminya."Maafin Tari, Kak Gala! Tadi Tari nggak jawab pertanyaan, Kak Gala. Saat ini Tari benar-benar butuh sendiri." Menteri bergumam lirih saat teringat dengan suaminya yang tadi ia abaikan.Pastinya Gala akan kesulitan menemui Mentari karena gadis itu pergi ke toilet yang jarang dikunjungi.Mentari terus saja meratapi nasibnya yang malang. Entah dosa
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.