Tok Tok Tok!
"Assalamualaikum!"Ini adalah pertama kalinya Galaksi bertamu ke rumah seorang perempuan.
Meskipun Galaksi atau kerap kali di sapa dengan Gala itu tampan tiada obat dan jenius, tapi latar belakangnya yang hanya mahasiswa beasiswa dan berasal dari panti asuhan menjadi alasan para gadis tidak mau menyukainya. Hanya Mentari yang berbeda. Kekasih Gala ini begitu tulus."WAALAIKUMSALAM, TUNGGU SEBENTAR!"Tak lama, seorang perempuan keluar dari dalam rumah sederhana itu.
"Kaka Gala?" Mata sembab gadis itu membulat sempurna menampilkan raut keterkejutan melihat kedatangan kekasihnya secara tiba-tiba.Ditambah lagi sang kekasih datang dengan keadaan basah kuyup. Beberapa saat lalu, memang hujan."Ayo masuk dulu, Kak! Tari pinjemin handuk buat keringin badan Kakak." Mentari menarik pelan tangan Gala untuk masuk kedalam rumahnya.Sebenarnya ada keraguan di hati Mentari mengajak Gala masuk kedalam rumah padahal rumahnya dalam keadaan kosong seperti ini.Bukan takut kalau Gala akan berlaku tak senonoh kepadanya, Tapi Mentari takut kalau saja orang lain melihat ia berduaan dengan seorang pria dalam rumah bukan tidak mungkin akan menimbulkan fitnah dan menjadi bahan gunjingan para tetangga.Atau yang lebih parahnya lagi ayahnya pulang dan mendapati dirinya memasukkan laki-laki kedalam rumah bukan tidak mungkin juga ia akan dimarahi habis-habisan. Tapi, dia tak tega membayangkan Gala jatuh sakit karenanya."Kakak tunggu di sini bentar ya! Tari mau ambilin Kakak handuk dulu." Mentari meninggalkan Gala di ruangan tamu seorang diri.Sementara dirinya bergerak kedalam kamar untuk mengambil selembar handuk.Mata Gala bergerak menyapu seluruh sudut ruangan tamu rumah Mentari. Bibirnya tersenyum tipis melihat rumah yang begitu bersih dan barang-barang tersusun rapi.Sangat berbanding terbalik dengan kontrakan kecilnya yang selalu berantakan dan jarang ia bersihkan.'Semoga suatu saat ada orang yang akan bantuin gue beres-beres biar tempat tinggal gue nggak kayak kandang babi lagi kalau kata si Alzi,' batin Gala.Satu hal yang aneh dalam diri Gala, dirinya tidak pernah punya keinginan bertemu dengan orang tua kandungnya. Menurut Gala, orang yang telah membuangnya tidak pantas untuk ia cari lagi.Jika dimasa lalu orang tuanya membuang dirinya, maka sekarang setelah ia dewasa ia tidak akan pernah ingin bertemu dengan orang yang telah membuang dirinya.Gala hanya menginginkan Mentari saja dalam hidupnya. Tidak dengan yang lain. 'Tunggu Kakak lebih mapan Sayang! Maka kakak akan segera melamar kamu,' batin Gala sembari menatap foto Menteri yang terpajang di dinding ruangan tamu. MeoongGala yang tengah melamun terjingkat kaget saat mendengar suara kucing, apa lagi terasa ada sesuatu yang menjilati kakinya.Seukir senyuman terbit di wajahnya yang tampan, Gala bisa menebak siapa pelaku yang menjilati kakinya.Gala menunduk dengan senyum yang tak luntur di wajahnya yang tampan. "Bener 'kan dugaan gue, lo pasti Boma 'kan? Yang selalu gangguin Tari telponan sama gue tiap malem."Boma adalah kucing anggora kesayangan Mentari. Setiap kali Gala telponan atau video call dengan Mentari pasti ada saja tingkah si kucing nakal itu supaya Mentari lebih mementingkannya daripada Gala.MeoongBoma berlari untuk menghindar dari Gala yang berniat menggendongnya. Kucing lucu itu sepertinya tidak mau disentuh oleh Gala."Hei, jangan lari kamu!" Karena terlalu gemas melihat bulu Boma yang begitu indah, Gala ikut berlari mengelilingi ruangan tamu rumah Mentari.Kucing nakal nan cerdik itu terus menghindari Gala hingga masuk kedalam kamar Mentari yang juga menjadi kamar tidur Boma selama ini."Boma tungguin! Lo harus kenalan dulu sama gue!" tanpa sadar Gala pun juga ikut masuk kedalam kamar Mentari sehingga membuat pemiliknya kaget bukan main."Kak Gala? Kakak ngapain ke kamar Tari?" tanya Mentari heran sekaligus kaget."Tenang aja Sayang! Kakak nggak punya niat jahat kok, Kakak nggak sengaja masuk kamar kamu karena ngejar Boma." Gala menunjuk Boma sebagai tersangka utama yang menyebabkan dirinya tersesat ke kamar Mentari.Mentari ikut melirik Boma sekilas sampai akhirnya ia terkekeh geli melihat kucing kesayangannya yang sudah duduk manis diatas meja belajarnya."Boma emang suka gitu sama orang yang baru dia liat, Kak," balas Mentari dengan senyum lembut itu."Padahal aku cuma mau kenalan aja sama dia. Aku mau bilang kalau nanti aku yang bakal bantu rawat dia bareng kamu." Gala menghela nafas kasar karena sepertinya ia akan gagal menggendong kucing yang menggemaskan itu."Boma!" panggil Mentari sambil merentangkan tangannya.Begitu patuh dan seakan paham dengan maksud Mentari, Boma melompat dari atas meja belajar lalu juga melompat ke pangkuan Mentari."Nih Kak, sentuh aja nggak pa-pa kok." Mentari tersenyum manis sambil mengulurkan Boma untuk disentuh oleh Gala.Karena tak mampu lagi menahan gemas melihat bulu Boma yang begitu indah dan lebat, Gala mengusap lembut bulu kucing itu."Lembut banget bulunya," celetuk Gala masih dengan mengusap bulu Boma.Selama hampir dua puluh menit sepasang kekasih itu sibuk dengan Boma, sekarang kucing itu sudah berontak dan turun dari gendongan Mentari.Gala menatap kagum kamar Mentari yang begitu rapi, bersih dan sangat wangi."Nyaman banget sih suasana kamar kamu?" celetuk Gala sambil berjalan perlahan mengelilingi kamar Mentari yang tidak terlalu besar namun sangat rapi."Aku selalu beres-beres kamar tiap hari Kak. Aku paling nggak suka kalau kamar aku berantakan. Bagi aku tempat ternyaman di rumah ini hanya kamar aku," Mentari menyahut sambil memberi makan Boma."Tapi meja rias kamu kosong banget, cuma ada bedak bayi sama parfum doang," mata Gala tertuju kepada meja rias Mentari.Mentari tertawa pelan mendengar pertanyaan Gala, "Aku cuma butuh itu aja, Kak. Aku nggak suka dandan berlebihan," sahut Mentari membuat Gala ikut tertawa kecil.Setelah diingat-ingat kekasihnya itu memang tidak pernah terlihat memakai makeup kemanapun."Tapi kok bisa kamu tetep cantik meskipun cuma make bedak bayi?" tanya Gala super heran.Padahal para wanita lain diluar sana banyak yang perawatan hingga membeli sciencer yang harganya jutaan tapi wajahnya tidak semulus wajah Mentari."Mana aku tau, Kak. Mungkin Allah itu berbaik hati sama aku," canda Mentari membuat Gala kembali tertawa."Rapi banget sih kamar kamu, Kakak jadi iri," Gala mengerucutkan bibirnya merasa iri dan ingin punya kamar serapi kamar Mentari juga. "Nanti kalau kamu udah jadi istri Kakak kamu harus bikin kamar kita serapih ini setiap saat, ya!" pinta Gala dengan segala khayalannya.Mentari menggelengkan kepalanya mendengar Gala kembali membahas masalah jadi istri."Kalau nggak salah Kakak udah sering banget loh bilang soal itu dari tadi," kekeh Mentari membuat Gala terdiam sembari berpikir."Iya juga, ya?" bingung Gala sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.Entah karena hal apa sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah Mentari tadi, Gala jadi terus kepikiran dan berkhayal jika suatu saat nanti mereka sudah menikah."Ini handuknya!" Mentari menyodorkan selembar handuk yang masih baru untuk Gala mengeringkan tubuhnya yang masih basah hingga Gala yang semulanya melamun jadi tersadar kembali.Dengan senang hati Gala menerima handuk tersebut dan berniat pergi dari kamar Mentari karena ia harus menjaga batasannya.Tidak elok rasanya jika Gala terus berada didalam kamar Mentari sementara rumah gadis itu masih dalam keadaan kosong.Mentari juga mengikuti pergerakan Gala untuk keluar dari kamarnya, tapi sungguh keberuntungan sedang tak berpihak kepadanya.Tanpa sengaja Mentari malah menginjak sebuah botol kaca yang langsung menggelinding saat di injak."AAAA!!!" Mentari menjerit kencang saat tubuhnya kehilangan keseimbangan dan bersiap untuk terjatuh.Gala berbalik badan dan melotot melihat Mentari yang akan terjatuh, dengan panik tanpa memikirkan apapun lagi Gala langsung berlari dan dan menahan pinggang Mentari agar sang kekasih tidak berakhir tragis diatas lantai.Namun sayang, bukannya berhasil membuat Mentari berdiri Gala justru ikut menginjak botol kaca bekas mainan si Boma.Sepasang kekasih itu sama-sama memejamkan mata saat tubuh Gala yang tengah memeluk pinggang Mentari malah ikut-ikutan oleng dan...BrukKeduanya terjatuh ke hamparan kasur empuk milk Mentari dengan posisi Gala diatas dan Mentari berada dibawah lingkungan pria itu.Posisi mereka begitu intim dengan bibir saling menempel satu sama lain.Mata keduanya terbelalak saat merasakan kedua bibir mereka menempel tanpa disengaja. Untuk sekian menit keduanya sama-sama mematung menikmati debaran jantung masing-masing. 'Apa ini yang namanya rejeki anak Soleh?' Batin Gala dengan mata mengerjap berkali-kali.Ia masih enggan untuk melepaskan Mentari.Sementara Mentri hanya bisa diam dengan tanpa bergerak karena jujur saja ini adalah ciuman pertamanya yang berhasil diambil tanpa sengaja oleh Galaksi, kekasihnya sendiri****
Di sisi lain, di luar rumah orang tua serta adik tiri Mentari yang baru pulang mengernyit heran melihat motor Scoopy terparkir di depan rumah mereka.Dia, ibu, dan ayah tirinya baru saja pulang dari Mall menghabiskan waktu akhir pekan mereka cuma bertiga tanpa mengikutsertakan Mentari."Ini motor siapa?" Marwan Ayah Mentari bertanya kepada istri dan anak tirinya."Fania kayaknya pernah liat motor ini deh, Yah." Mata Fania membulat sempurna saat ia bisa menebak siapa pemilik motor Scoopy yang terparkir di depan rumahnya."Kamu kenapa sayang? Kamu kenal pemilik motor ini?" Ibunya bertanya dengan tidak sabarnya."Ini tuh motornya si miskin sebatang kara pacar Kak Mentari yang aku maksud itu loh Yah, Bu," beritahu Fania kepada orang tuanya dengan menggebu-gebu."Berarti anak itu berani memasukkan laki-laki kedalam rumah disaat rumah dalam keadaan sepi?" Ayahn Mentari terlihat menahan marah terbukti dengan rahangnya yang mengeras.Ibu tiri Mentari menahan senyum. Dengan cepat, dia mengusap pelan pundak sang suami. "Sabar, Mas! Mungkin pacarnya Mentari cuma bertamu, apa salahnya 'kan?" ujarnya dengan suara sok dilembut-lembutkan.Ketiga orang itu masuk kedalam rumah secara bersamaan dan mereka tidak mendapati seorang pun di ruangan tamu."Loh kok mereka nggak ada disini?" Fania saling pandang dengan ibunya melempar pandangan licik masing-masing."Apa jangan-jangan ...?" Fania menjeda kalimatnya membuat ayah tirinya menatapnya penuh tanda tanya."Jangan-jangan apa, Nia?" tanya Marwan terlihat tak sabar.Tanpa menjawab pertanyaan sang ayah, Fania berlari menuju kamar Mentari. Tapi saat baru tiba diambang pintu Fania mematung dengan wajah syoknya."AAAA!! AYAH KAK MENTARI MESUM SAMA PACARNYA DI DALAM KAMAR!"Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari."Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa."Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari."Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara."Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fa
Kini, Mentari menatap tak percaya Gala yang mengatakan ingin menikahi dirinya."Kak---""Sudahlah, Tari. Kakak udah nggak sanggup lagi liat kamu diperlakukan kayak gini. Lebih baik Kakak menikahi kamu daripada kamu diusir dan tinggal seorang diri di luar sana."Mata Gala memerah menahan amarah, Bahkan dirinya dengan mentari tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya.Marwan tersenyum sinis. "Punya apa kalau untuk menghidupi anak bodoh ini?" tanyanya membuat tangan Gala semakin terkepal kuat.Untuk kesekian kalinya ia mendengar Mentarinya dihina oleh ayah kandungnya sendiri."Saya memang miskin tapi saya masih bisa memberi tari kehidupan dan bahagia di luar sana daripada di sini bersama kalian, Tari diperlakukan setidak adil ini.""Bahagia?" Marwan tertawa keras mengejek Gala. "kamu kira dengan kamu yang miskin seperti ini bisa membahagiakan Mentari? Ingat, Tari nggak akan kenyang kalau cuma pakai cinta dan cinta sama sekali tidak bisa dimakan."Gala memejamkan mata saat
"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini." Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya."Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?" "Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah."Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana."Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik."Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat."Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yak
“Apa kamu berhasil mendapatkan apa yang saya minta?”Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi yang duduk di kursi kebesarannya menatap orang kepercayaannya dengan mata tajam itu. “Sudah, Tuan. Dia mahasiswa jurusan bisnis semester akhir yang sebentar lagi akan lulus, dia memiliki kepintaran otak yang sangat luar biasa.” Orang kepercayaannya itu menjelaskan sambil membolak-balik map merah yang ia pegang.“Ada lagi?” tanyanya dengan wajah dingin itu.“Namanya, Galaksi Bimantara. Dia hanyalah seorang anak dari panti asuhan. Kecerdasannya sudah tidak bisa diragukan lagi, menurut saya dia sangat cocok untuk dijadikan seperti yang anda mau,” jelasnya lagi.“Berikan dokumen itu, kamu boleh pergi!” usirnya tanpa basa-basi.Aldez Zefrino, seorang pengusaha kayak raya yang dikenal dengan sikap dingin nan tak tersentuh itu menatap map di tangannya dengan seksama.Ia membaca deretan huruf demi huruf di dalam sana tanpa terkecuali.“Galaksi Bimantara, dia memiliki prestasi segudang dan di
Di sisi lain, Galaksi masih mengompres dahi Mentari dengan air es batu sesuai dengan yang disarankan Arumi tadi.Tapi sudah hampir setengah jam lamanya demam Mentari tak juga turun dan Gala berhasil dibuat panik setengah mati.“Ayo dong Sayang, bangung! Kamu mau bikin Kakak mati berdiri karena khawatirin kamu?” lirih Gala sambil memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam baskom berisi air es untuk mengompres Mentari lagi.“Kak Gala,” lirih Mentari dengan suara yang serak dan mata yang mulai terbuka.“Iya Sayang Kakak disini. Alhamdulillah, ya Tuhan! Akhirnya Mentari bangun juga.” Gala sampai kembali meneteskan air matanya saking bahagianya melihat mata istrinya sudah terbuka dan kini tengah menatap sayu kepadanya.“Kak Gala kenapa nangis?” Dengan sisa tenaganya yang tersisa Mentari berusaha mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Gala.“Kakak khawatir sama kamu, Sayang. Demam kamu tinggi banget, dari tadi subuh Kakak bangunin kamu tapi kamunya nggak bangun-bangun.
"Coba lo ulangi lagi, Gal! Siapa tau aja gue salah denger?"Arumi menatap Galaksi dengan ekspresi yang sulit diartikan."Nggak, Rum. Lo nggak salah denger, gue sama Mentari emang udah nikah kemarin."Jawaban Galaksi berhasil membuat Arumi terduduk seketika. Arumi beralih menatap sahabatnya yang hanya diam menunduk."Kenapa kalian tiba-tiba nikah? Lo nggak hamil 'kan?" tanya Arumi membuat mentari menatapnya dengan tajam."Serendah itu kamu mikir tentang aku, Rum?" Mendadak Arumi merasa bersalah. "Sorry kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Tapi gue perlu tau alesan kenapa kalian menikah?""Ada apa, Gal? Apa yang gue nggak tau?" Kini giliran Alzi menanyai Gala."Gue sama Mentari menikah karena kesalahpahaman---"Suami istri muda itu lalu menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami alasan mengapa mereka bisa menikah secara mendadak."Gue nggak punya pilihan lain selain nikahin Mentari. Gue nggak mungkin tega biarin gadis yang gue cintai harus diusir dari rumah dan nggak tau harus k
Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari."Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan."Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demam
"Kamu yakin kuat buat kuliah? Mending nggak masuk dulu yah, buat hari ini ... aja Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana jeans hitam yang ia pakai untuk berangkat ke kampus kembali menanyai istrinya yang saat ini tengah bersiap-siap.Mentari menghentikan kegiatannya yang tengah menyusun peralatannya kedalam tas sejenak dan menatap Gala dengan senyuman di bibirnya."Aku kuat kok, Kak. Aku janji nggak akan kecapekan, boleh ya aku ikut ke kampus?"Gala hanya mampu menghembuskan napas kasar. Kalau sudah begini ia mana bisa menolak permintaan Mentari."Yaudah deh, tapi jangan sampai kamu terlalu cepek!" pasrah Gala disambut senyum lebar oleh Mentari.Mentari kembali menyiapkan keperluannya dan menatap cermin sesaat untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke.Yang namanya perempuan walaupun tidak hobi berdandan sekalipun, tidak akan bisa lepas dari yang namanya cermin.Setiap kali bertemu cermin pasti bawaannya ingin ngaca terus.Perc
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.