Perlahan kelopak matanya terbuka. Liora memijat keningnya yang sedikit terasa pusing. Entah apa yang baru saja terjadi, kesadarannya belum sepenuhnya kembali.
Merasa sesuatu bergerak dari sampingnya, Liora menoleh. Dia menyipitkan pandanganya saat mendapati tubuh seorang laki-laki berada satu ranjang dengannya.'Siapa dia?'Liora kembali memejamkan matanya sesaat, berusaha keras mengingat hal yang terjadi padanya tadi malam. Apa mungkin ...Arka seketika terduduk, saat menyadari keberadaan seorang perempuan asing di sampingnya.'Apa yang telah terjadi?'Arka berusaha mengingat, namun sepertinya tak ada satupun kejadian yang terekam jelas dalam otaknya.Tadi malam, dia memang datang ke sebuah club. Tapi hanya untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau. Dan anehnya, kenapa dia justru berakhir di ranjang bersama dengan perempuan yang sama sekali tak dikenalnya?Dia segera menepis pemikiran buruk yang mulai terlintas di kepalanya.'Tidak mungkin aku melakukan itu.'Bergegas, Arka mulai memungut baju miliknya yang berserakan di lantai, lalu kembali memakainya. Dia berniat untuk segera turun dari ranjang, namun tertahan saat tangannya mendadak dicekal oleh seseorang.Dia menoleh, perempuan itu kini telah menatapnya."Kau mau meninggalkanku?" tanyanya dengan suara parau. "Kau ingin lari dari tanggung jawabmu?"Arka menautkan kedua alisnya, berusaha mencerna ucapan Liora. Apa mungkin perempuan itu mengetahui apa yang telah terjadi?Liora memejamkan matanya sesaat. Kepalanya masih sedikit terasa pusing, mungkin karena alkohol yang terlalu banyak masuk ke tubuhnya. Dia berusaha beringsut duduk, sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuh polosnya."Kau tidak ingat apapun?" tanya Liora memastikan. Arka tak menjawab, mungkin karena laki-laki itu memang tak ingat sama seperti dirinya. Tapi Liora sangat yakin, pasti telah terjadi sesuatu. "Mungkin, kita sudah melakukannya."Arka tak mau percaya begitu saja. Jika memang benar Arka melakukannya, kenapa tidak ada satupun ingatan yang muncul di kepalanya tentang perempuan itu?'Dia menuduhku.'"Kau bisa pikirkan baik-baik, jika laki-laki dan perempuan berada di satu kamar tanpa pakaian seperti ini lalu apa yang telah mereka lakukan?"Arka menarik tangannya dari genggaman Liora dengan cukup kasar. Dia menatap perempuan itu dengan sorot tajam. Dan penuh keyakinan dia menjawab, "aku tidak melakukan itu."Mata Liora membulat, menatap Arka tak percaya. Bagaimana bisa laki-laki itu membantah kenyataan yang sudah jelas buktinya?"Sepertinya kita bertemu di club tadi malam, dan karena kita sama-sama dalam pengaruh alkohol jadi tidak ada yang bisa menghentikan kita melakukan semua ini. Lihatlah sekarang kita, kau masih ingin membantah bahwa tidak terjadi apapun pada kita tadi malam?"Arka diam, berpikir sejenak. Tidak mungkin Arka melakukan itu, sekalipun dalam pengaruh alkohol pasti dia bisa mengendalikan dirinya.Di saat Arka terdiam. Liora memperhatikan wajah lelaki itu dengan seksama. Sesaat, dia mulai terpesona dengan ketampanan laki-laki yang telah tidur dengannya itu.Bagaimana tidak, Arka memiliki wajah dengan kombinasi sempurna antara ketampanan dan kekharismaan yang memikat. Rahang yang kuat dan tegas, memberikan kesan maskulin yang tak terbantahkan. Alisnya tebal dan terbentuk dengan sempurna, memberikan ekspresi yang tajam dan penuh ketegasan pada wajahnya.Liora yakin, pasti telah banyak perempuan jatuh hati hanya dalam beberapa detik setelah menatap Arka.Tanpa sadar, Liora mengukir senyum tipis. Ada kebahagiaan yang timbul di hatinya setelah mengetahui betapa sempurnanya Arka, nyaris tak memiliki kekurangan.Ini mungkin jadi pertama kalinya Liora tidur dengan seorang laki-laki. Tidak ada kekecewaan di hatinya, justru ini menjadi keberuntungan untuk Liora. Dia tak mungkin akan melepas lelaki itu begitu saja.Mata tajam Arka kembali mengarah pada Liora, membuat perempuan itu tersadar dari lamunannya."Berapa yang harus ku bayar?""Aku tidak menerima bayaran. Aku juga tidak menyangka ini terjadi padaku. Apa kau berpikir aku menjual tubuhku hanya demi uang? Tidak! Itu bukan pekerjaanku." Liora tak terima, kenapa laki-laki itu justru berpikir dirinya adalah perempuan bayaran? "Dan kau juga tidak memakai pengaman, bagaimana jika setelah ini aku akan hamil?"Perkataan Liora justru membuat Arka berpikir, mungkin saja perempuan itu sudah melakukannya dengan banyak laki-laki lain yang tak mau bertanggung jawab. Dan sekarang Arka dijebak, karena terlalu mabuk, kini perempuan itu memanfaatkan Arka dengan menuduhnya agar mendapat pertanggung jawaban.Arka memutuskan untuk turun dari ranjang. Dengan rahang mengeras dia menjawab, "itu bukan tanggung jawabku!"Mata Liora melebar, menatap Arka tak terima. "Apa maksudmu? Kau mau melarikan diri dari tanggung jawabmu?"Tak menghiraukan pertanyaan Liora lagi. Arka melangkah begitu saja, meninggalkan Liora yang masih duduk di atas ranjang."Tunggu!" Liora nyaris turun dari ranjang, berniat untuk menahan laki-laki itu. Namun mendadak nyeri di bagian bawah tubuhnya berhasil menghentikan pergerakannya. Liora merintih, "aww."Kembali dia meluruskan pandangannya. Laki-laki jangkung itu sudah tak ada di sana, dia sudah keluar dari kamar tersebut. Liora berdecak kesal."Dia tidak percaya bahwa sudah melakukan itu padaku, hanya karena dia tak mengingat apapun tentang kejadian tadi malam?"Liora kembali meringis menahan sakit, saat mencoba menggerakkan kakinya nyeri di bagian bawah tubuhnya kembali menyiksa."Jika itu tidak terjadi, tidak mungkin tubuhku akan terasa sakit seperti ini." Liora menghela nafas kesal. "Apa dia tidak akan kembali untuk menemuiku? Tapi dia sudah merenggut kesucianku, dia harus bertanggung jawab. Aku tidak rela dia pergi begitu saja! Bahkan aku belum tau siapa namanya, bagaimana caranya aku bisa menemukan informasi tentangnya?"Tak sengaja pandangan Liora terarah pada sebuah dompet berwarna hitam yang tergeletak di lantai dekat kaki kasur. Karena penasaran, Liora mengambilnya.Tak menunggu lama, dia membuka dompet itu dan mendapati kartu identitas si pemilik dompet tersebut."Arka Diantara?"Liora terdiam sesaat, setelah membaca nama dalam kartu identitas tersebut. Nama yang tidak asing dalam pendengarannya.Setelah berhasil mengingatnya, mulut Liora seketika menganga lebar."Laki-laki itu ..."Pandangan Liora kembali mengarah pada pintu kamar yang baru saja dilewati Arka untuk pergi. Dia semakin bersemangat untuk mendapatkan Arka, setelah tau siapa laki-laki itu sebenarnya."Pantas saja dia terlihat begitu sempurna."Mendadak Liora teringat dengan perkataan ayahnya saat terakhir bertemu dengannya. Senyum di bibir Liora semakin terukir lebar."Sepertinya aku telah bertemu dengan laki-laki yang tepat, di saat yang tepat."Liora kembali menatap kartu identitas di tangannya. Dia tak bisa menahan senyum bahagia di bibirnya. Liora berjanji, dia harus bisa mendapatkan Arka bagaimanapun caranya.Namun mendadak senyum Liora luntur saat teringat sikap Arka padanya beberapa menit lalu. Dia berdecak kesal."Dia begitu dingin. Bahkan perempuan secantik diriku saja dia tak hiraukan. Bagaimana cara mengambil hatinya?"Seorang dokter tampan dengan aura cool dan mempesona berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah mantap. Jas putih yang selalu tampak bersih dan rapi, dengan stetoskop berwarna silver yang selalu tergantung di lehernya membuatnya tampak sangat profesional. Arka adalah salah satu dokter muda yang menjadi idola banyak orang, baik pasien maupun rekan kerja.Namun kali ini berbeda dari biasanya, sorot mata yang selalu memberikan ketenangan dan kenyamanan itu kini berubah. Dia menghampiri seorang perempuan dengan tatapan serius dan dingin. Perempuan yang dia temui kemarin, telah mengganggu ketenangan Arka. Arka tidak nyaman dengan keberadaan Liora, bahkan baru saja seorang perawat mengatakan padanya jika Liora mencarinya dan mengaku sebagai calon istrinya. "Kau mencariku?"Liora mengukir senyum. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan laki-laki tampan yang telah membuatnya terpesona itu. Dia kemudian menunjukan dompet hitam yang sejak tadi berada di genggamannya. "Dompetmu tertin
"Jangan menunggu yang tidak pasti, lupakan dan carilah yang baru Arka."Mata Arka mulai berkaca-kaca setelah mendengar kalimat mamanya. Sepagi ini, Ana datang ke rumah putranya hanya untuk mengatakan hal yang membuat Arka sedih. "Mama rasa itu saja yang ingin mama katakan. Mama ingin kamu segera menikah secepat mungkin. Jangan buat mama terus marah padamu karena ini!"Setelah mengatakan itu perempuan paruh baya tersebut pergi keluar rumah meninggalkan Arka. Tanpa ada yang menyadari, seorang perempuan berumur dua puluhan ke atas sejak tadi berada di sekitar teras rumah Arka. Dia bersembunyi saat tahu Arka sedang berbicara serius dengan orang tuanya. Jika pembicaraan mereka tidak sangat serius, mungkin Liora akan menunjukkan dirinya di depan mama Arka dan memperkenalkan diri sebagai calon istri Arka. Namun setelah menguping pembicaraan mama dan anak tersebut, Liora akhirnya sadar ternyata Arka juga mengalami masalah yang sama dengannya. Yaitu didesak oleh orang tua untuk segera menik
Pagi itu, Arka baru saja membuka pintu utamanya rumahnya. Berniat untuk berangkat bekerja, namun dia justru dikagetkan oleh keberadaan seorang perempuan di depan pintu rumahnya. Perempuan itu mengukir senyum lebar, menyambut Arka yang baru keluar. Dia belum sempat mengetuk pintu tersebut namun Arka lebih dulu membukanya."Pagi sayang."Arka menghembuskan nafas kesal. "Kenapa lagi kau ke sini?""Sayang, aku tau kamu sangat sibuk. Bahkan sepagi ini kamu sudah mau berangkat ke rumah sakit. Kamu adalah seorang dokter, tapi terlihat tidak peduli dengan kesehatanmu sendiri. Kamu pasti belum sarapan kan? Bagaimana kamu bisa menangani pasien nantinya jika perutmu masih kosong. Jadi sebagai calon istri yang baik, aku bawakan ini untukmu."Liora menunjukan sebuah rantang cantik berisi makanan yang sejak tadi dia pegang. "Aku membelinya di restoran favoritku, aku yakin kamu pasti juga akan menyukai makanan ini.""Aku sudah sarapan, jadi makanan itu untukmu saja."Setelah mengatakan itu, Arka la
Setelah Arka memperkenalkan Liora ke keluarganya, begitupun sebaliknya. Tepat hari ini, Liora dan Arka akhirnya resmi menikah. Sesuai yang telah Arka rencanakan dari jauh-jauh hari, pernikahan itu dilaksanakan di sebuah gedung hotel milik keluarga Diantara. Hanya didatangi dari keluarga kedua mempelai, dan beberapa orang penting atau rekan kerja dari orang tua Arka dan Liora. Arka memang sengaja menginginkan pernikahannya ini dilaksanakan secara tertutup, berbanding balik dengan Liora. Mereka sempat beberapa kali berdebat, namun Liora tetap kalah. Jika Liora tak mengikuti apa yang Arka inginkan, bisa saja pernikahan itu gagal.Ini adalah hari spesial yang Liora tunggu-tunggu, berbeda dengan Arka. Laki-laki itu menandai hari ini sebagai hari terburuknya. Arka yakin, mulai dari hari inilah penderitaannya pasti akan bertambah. Dia harus mengucapkan janji suci untuk perempuan yang sama sekali tidak dia cintai, dia dipaksa memasangkan cincin dan mencium kening perempuan yang Arka benci.
Perlahan kelopak mata seorang perempuan yang masih berbalut selimut di atas kasur itu mulai terbuka. Dia menarik kedua tangannya ke atas, merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. "Aah, sepertinya aku tidur terlalu nyenyak."Entah apa yang terjadi padanya, seingatnya dia tadi malam masih duduk di sofa sambil berusaha menggoda Arka. Tapi tiba-tiba dia justru mengantuk berat, setelah itu Liora tak ingat apa yang terjadi selanjutnya pada dirinya.Mendadak suara pintu terbuka, Liora menoleh. Arka baru saja keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan kaos dan celana selutut sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk.Melihat hal itu, Liora mengalihkan pandangannya menatap tubuhnya sendiri. Saat ini dia masih mengenakan piyama yang dia pakai tadi malam. Kancing baju yang tadinya Liora sengaja buka, kini sudah terpasang rapi. Dia juga tak merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Membuat Liora berpikir, sepertinya tadi malam Arka benar tak menyentuhnya."Kau sudah bangun?" t
Sejak tadi Liora hanya duduk di sofa ruang tengah, menunggu sang suami keluar dari kamar. Entah apa yang dilakukan Arka di dalam sana, Liora tak mempunyai aktivitas lain selain menunggunya. Dia mulai bosan, dan mengantuk. Membuat Liora semakin tidak suka tinggal di rumah itu."Ini masih hari pertama, tapi sudah seperti ini. Ah, aku semakin tidak suka dengan suasana rumah ini!"Kesal Liora, dia tak tahan lagi jika harus berdiam menunggu Arka keluar. Liora pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri laki-laki itu, namun belum sempat Liora membuka pintu kamar Arka, laki-laki itu justru keluar dari dalam sana. Membuat Liora terperanjat kaget."Liora?""Ah, akhirnya kamu keluar juga. Apa yang kamu lakukan seharian di dalam kamar? Aku sejak tadi menunggumu." Arka mengernyit bingung. "Menungguku? Kenapa kamu menungguku keluar kamar? Aku tadi sedang membereskan barang-barangku."Liora menghela nafas kesal. "Andai saja kamu mengijinkan ku untuk satu kamar denganmu pasti aku bisa membantumu."Ark
Setelah selesai, Arka langsung menghidangkan makanan yang telah dia masak barusan. Liora yang sudah duduk di kursi makan, menatap makanan di hadapannya dengan sorot lapar."Wah, sepertinya enak sekali masakan kita hari ini!"'Masakah kita?' Arka menghela nafas pelan. Padahal sepenuhnya yang memasak adalah Arka. Tapi dia tak mau repot-repot protes pada Liora, dia juga harus menghargai usaha Liora yang sangat antusias dalam belajar memasak. Laki-laki itu kemudian duduk di kursi yang ada di samping Liora, dan mengambil nasi ke atas piringnya.Sedangkan Liora, dia lebih dulu mulai melahap masakan sang suami. Setelah masuk ke mulutnya, seketika dia takjub dengan rasa masakan tersebut. "Wah, ini enak sekali. Rasanya tidak kalah enak dengan makanan di restoran bintang lima." Liora menatap Arka dengan kagum. Dia memuji, "hebat sekali suamiku. Sudah tampan, seorang dokter, dan juga bisa memasak. Sepertinya aku tidak salah memilih suami."Arka masih memasang wajah datar, seakan tak peduli deng
Seperti apa yang telah Arka janjikan pada Liora kemarin, hari ini dia harus mengantar sang istri ke rumah orang tuanya. Sesampainya di sana, mereka di sambut beberapa pembantu, dan kedatangannya telah ditunggu David, ayah Liora. Tentu Liora sudah memberitahu ayahnya jika mereka akan ke rumah pagi ini."Ayah," panggil Liora saat melihat sang ayah tengah menyambut kedatangannya di ruang tengah. Pria paruh baya itu merentangkan tangan, saat putrinya menghambur ke arahnya. "Ayah, Liora sangat merindukan ayah."David tersenyum mendengar ucapan sang anak. Dia lalu melepaskan pelukan Liora. "Kamu sudah memiliki suami tapi tetap saja seperti anak kecil."Melihat hal itu, Arka jadi tahu jika Liora ternyata begitu sangat disayang oleh ayahnya.Tak lama, dua perempuan berjalan menghampiri keberadaan mereka. Tentu Arka tahu, mereka adalah ibu dan kakak Liora."Wah, Liora sudah datang."Raut Liora seketika berubah datar saat melihat keberadaan dua perempuan itu, dia kemudian kembali berdiri di sa
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal