Pagi itu, Arka baru saja membuka pintu utamanya rumahnya. Berniat untuk berangkat bekerja, namun dia justru dikagetkan oleh keberadaan seorang perempuan di depan pintu rumahnya.
Perempuan itu mengukir senyum lebar, menyambut Arka yang baru keluar. Dia belum sempat mengetuk pintu tersebut namun Arka lebih dulu membukanya."Pagi sayang."Arka menghembuskan nafas kesal. "Kenapa lagi kau ke sini?""Sayang, aku tau kamu sangat sibuk. Bahkan sepagi ini kamu sudah mau berangkat ke rumah sakit. Kamu adalah seorang dokter, tapi terlihat tidak peduli dengan kesehatanmu sendiri. Kamu pasti belum sarapan kan? Bagaimana kamu bisa menangani pasien nantinya jika perutmu masih kosong. Jadi sebagai calon istri yang baik, aku bawakan ini untukmu."Liora menunjukan sebuah rantang cantik berisi makanan yang sejak tadi dia pegang."Aku membelinya di restoran favoritku, aku yakin kamu pasti juga akan menyukai makanan ini.""Aku sudah sarapan, jadi makanan itu untukmu saja."Setelah mengatakan itu, Arka langsung mengunci pintunya. Dia berniat untuk segera berjalan ke arah mobilnya terparkir, namun Liora menahannya. Menghalangi jalannya. Dan hal itu membuat Arka semakin kesal."Liora, aku sudah mengatakan aku akan bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan padamu. Sekarang, bisakah kau jangan menggangguku sampai hari pernikahan kita tiba?""Mengganggumu?" Liora mengernyit tak paham. "Aku tidak merasa mengganggumu. Lagi pula, kamu memang sudah berjanji akan menikahiku. Tapi kapan? Bahkan kamu belum memperkenalkanku kepada kedua orang tuamu, kamu juga tidak mengatakan kapan akan datang menemui ayahku.""Aku masih sibuk, jadi belum ada waktu untuk itu."Liora berdecak kesal. Dia tau, dirinya tak terlalu penting untuk laki-laki itu sampai Arka tak bisa meluangkan waktu sebentar saja untuknya. Jika Arka terus menunda, maka pernikahan mereka juga akan lambat terlaksana. Liora menggeleng, tak mau semua itu terjadi."Sayang, apa kamu tidak memikirkan sesuatu? Kita sudah melakukannya, bagaimana jika terlalu lama menunda pernikahan, aku justru lebih dulu hamil? Bagaimana kamu akan menjelaskan pada orang tuamu jika itu terjadi?"Arka tau, jika Liora hamil sebelum pernikahan terlaksana pasti kehidupannya akan semakin kacau. Tapi Arka juga masih bingung, rasanya belum siap untuk segera menikahi Liora."Aku tau, kamu belum mencintaiku. Maka dari itu kamu ingin terus menunda pernikahannya. Tapi percayalah sayang, jika semakin cepat pernikahan terlaksana maka semakin cepat juga aku akan membuatmu jatuh cinta.""Berhentilah berbicara seperti itu Liora, kau tidak akan pernah tau yang sebenarnya."Liora mengernyitkan dahinya, tanda semakin bingung dengan ucapan Arka. "Apa maksudmu aku tidak tau yang sebenarnya?"Tak menjawab, Arka justru menghela nafas berat."Sayang?""Aku tidak bisa mencintaimu Liora. Kau bukan pilihanku."Liora terdiam. Tanpa Arka mengatakan hal itu, sebenarnya Liora juga sudah tau. Mereka baru bertemu beberapa hari. Tidak seperti Liora yang langsung jatuh cinta pada Arka sejak pertama kali melihatnya, Arka pasti harus membutuhkan banyak waktu untuk menumbuhkan rasa cinta di hatinya terhadap Liora."Ini bukan tentang aku pilihanmu atau bukan, tapi karena kamu merasa kita belum dekat. Kamu belum mengetahui terlalu dalam siapa aku, jadi kamu sulit untuk menerimaku. Benarkan?"Arka kembali menghembuskan nafas pelan. Dia tak tau lagi bagaimana caranya memberitahu Liora. Bukan itu maksud ucapannya barusan, perempuan itu sudah salah mengartikan.Satu tangan Liora terulur, meraih tangan Arka dan mulai menggenggamnya. Arka tak menolak, dan membiarkan perempuan itu melakukan sesuka hati."Aku yakin, aku pasti bisa menjadi istri terbaik untukmu. Aku beruntung memiliki suami sepertimu, itu artinya kamu juga harus beruntung memiliki istri sepertiku."Liora tertawa pelan setelah mengatakan hal itu, sedangkan Arka sama sekali tak peduli dengan ucapan Liora barusan."Jadi, kapan kamu akan menemui orang tuaku?"Arka melepas tangannya paksa dari genggaman Liora. Lalu menjawab, "jika sudah memiliki waktu luang, aku akan mengabarimu untuk itu."Liora kesal, jawaban Arka tidak sesuai apa yang dia inginkan. Laki-laki itu kembali melanjutkan langkahnya menuju mobil. Namun dengan segera Liora menahannya."Aku sudah bersusah payah membelikan ini untukmu, jadi tolong makanlah." Liora meraih tangan Arka kembali, memaksa laki-laki itu untuk menerima rantang kecil berisi makanan darinya tersebut. "Sekarang kamu boleh pergi."Arka tak mau banyak berbicara. Dia berniat untuk kembali melangkah, namun lagi-lagi Liora menahannya. Membuat laki-laki itu nyaris kehabisan kesabarannya."Apa lagi Liora?""Kamu tidak mau menciumku lebih dulu sebelum berangkat?"Mata Arka seketika membulat, menatap perempuan itu dengan sorot marah.***"Arka!"Laki-laki yang sejak tadi berdiri di depan salah satu ruang pasien segera menghapus air matanya yang menggenang di kelopak mata, saat seseorang memanggil namanya. Dia lalu menoleh, dan mendapati Danu menghampirinya."Kenapa?" tanya Arka. Berusaha tetap tenang, menyembunyikan apa yang baru saja terjadi padanya.Danu tak langsung berbicara, dia ikut menoleh ke arah yang tadinya Arka tatap. Di dalam ruang rawat VIP, seorang perempuan berambut sebahu terbaring koma. Danu menatapnya dengan sorot kasihan, kondisi perempuan itu masih saja sama seperti hari-hari sebelumnya.Tanpa mengalihkan pandangannya pada perempuan itu. Danu bertanya, "aku dengar kau akan mengambil cuti panjang. Benarkah?"Arka mengangguk membenarkan."Untuk apa?"Tak langsung dijawab, Arka berpikir sejenak. Entah kenapa tiba-tiba hidupnya jadi seperti ini? Dia terpaksa melakukan sesuatu yang sama sekali tidak pernah Arka pikirkan sebelumnya."Aku akan menikah."Danu mengukir senyum kasihan. "Aku adalah sahabatmu sejak lama. Tapi sekarang aku tidak tau apa-apa tentangmu Ar."Arka kembali diam. Danu menoleh menatapnya."Perempuan kemarin yang mendatangimu itu, benar calon istrimu?"Arka meneguk ludahnya dengan susah payah. Hatinya ingin mengelak pertanyaan Danu, tapi Arka tak bisa melakukan itu. Dia dengan berat hati akhirnya mengangguk, mengiyakan pertanyaaan sang sahabat."Aku sangat terkejut mendengar berita yang baru saja beredar, tapi aku lebih terkejut lagi saat mengetahui kenyataannya darimu langsung." Danu kembali meluruskan pandangannya. "Apa kamu sudah bosan menunggunya?""Aku akan terus menunggunya."Danu mengukir senyum tipis. Ucapan Arka terdengar seperti lelucon baginya. "Kau tidak akan bisa menunggunya lagi. Bahkan, sekarang kau sudah mulai pergi darinya.""Aku tidak pergi, aku masih di sini." Arka menunduk sesaat. Pikirannya mendadak teringat pada Liora. Arka tau, dirinya yang salah. Arka tak akan bisa pergi begitu saja dari Liora, karena dia mempunyai tanggung jawab untuk menikahi Liora."Aku tau Ar, kau tidak pernah memainkan perempuan. Kau hanya bisa mencintai satu perempuan, dan sekali jatuh cinta kau tidak akan pernah mengkhianatinya. Mungkin, cinta itu juga ada batas waktunya. Dan kita tidak bisa menentukan waktu tersebut."Arka menggeleng tak membenarkan."Ar, aku sebagai sahabatmu hanya bisa mendukung apa pilihanmu saat ini. Aku tidak tau kenapa berita ini sangat mengagetkan sekali." Danu kembali menoleh menatap Arka. "Tapi, apa kamu yakin?"Setelah Arka memperkenalkan Liora ke keluarganya, begitupun sebaliknya. Tepat hari ini, Liora dan Arka akhirnya resmi menikah. Sesuai yang telah Arka rencanakan dari jauh-jauh hari, pernikahan itu dilaksanakan di sebuah gedung hotel milik keluarga Diantara. Hanya didatangi dari keluarga kedua mempelai, dan beberapa orang penting atau rekan kerja dari orang tua Arka dan Liora. Arka memang sengaja menginginkan pernikahannya ini dilaksanakan secara tertutup, berbanding balik dengan Liora. Mereka sempat beberapa kali berdebat, namun Liora tetap kalah. Jika Liora tak mengikuti apa yang Arka inginkan, bisa saja pernikahan itu gagal.Ini adalah hari spesial yang Liora tunggu-tunggu, berbeda dengan Arka. Laki-laki itu menandai hari ini sebagai hari terburuknya. Arka yakin, mulai dari hari inilah penderitaannya pasti akan bertambah. Dia harus mengucapkan janji suci untuk perempuan yang sama sekali tidak dia cintai, dia dipaksa memasangkan cincin dan mencium kening perempuan yang Arka benci.
Perlahan kelopak mata seorang perempuan yang masih berbalut selimut di atas kasur itu mulai terbuka. Dia menarik kedua tangannya ke atas, merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. "Aah, sepertinya aku tidur terlalu nyenyak."Entah apa yang terjadi padanya, seingatnya dia tadi malam masih duduk di sofa sambil berusaha menggoda Arka. Tapi tiba-tiba dia justru mengantuk berat, setelah itu Liora tak ingat apa yang terjadi selanjutnya pada dirinya.Mendadak suara pintu terbuka, Liora menoleh. Arka baru saja keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan kaos dan celana selutut sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk.Melihat hal itu, Liora mengalihkan pandangannya menatap tubuhnya sendiri. Saat ini dia masih mengenakan piyama yang dia pakai tadi malam. Kancing baju yang tadinya Liora sengaja buka, kini sudah terpasang rapi. Dia juga tak merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Membuat Liora berpikir, sepertinya tadi malam Arka benar tak menyentuhnya."Kau sudah bangun?" t
Sejak tadi Liora hanya duduk di sofa ruang tengah, menunggu sang suami keluar dari kamar. Entah apa yang dilakukan Arka di dalam sana, Liora tak mempunyai aktivitas lain selain menunggunya. Dia mulai bosan, dan mengantuk. Membuat Liora semakin tidak suka tinggal di rumah itu."Ini masih hari pertama, tapi sudah seperti ini. Ah, aku semakin tidak suka dengan suasana rumah ini!"Kesal Liora, dia tak tahan lagi jika harus berdiam menunggu Arka keluar. Liora pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri laki-laki itu, namun belum sempat Liora membuka pintu kamar Arka, laki-laki itu justru keluar dari dalam sana. Membuat Liora terperanjat kaget."Liora?""Ah, akhirnya kamu keluar juga. Apa yang kamu lakukan seharian di dalam kamar? Aku sejak tadi menunggumu." Arka mengernyit bingung. "Menungguku? Kenapa kamu menungguku keluar kamar? Aku tadi sedang membereskan barang-barangku."Liora menghela nafas kesal. "Andai saja kamu mengijinkan ku untuk satu kamar denganmu pasti aku bisa membantumu."Ark
Setelah selesai, Arka langsung menghidangkan makanan yang telah dia masak barusan. Liora yang sudah duduk di kursi makan, menatap makanan di hadapannya dengan sorot lapar."Wah, sepertinya enak sekali masakan kita hari ini!"'Masakah kita?' Arka menghela nafas pelan. Padahal sepenuhnya yang memasak adalah Arka. Tapi dia tak mau repot-repot protes pada Liora, dia juga harus menghargai usaha Liora yang sangat antusias dalam belajar memasak. Laki-laki itu kemudian duduk di kursi yang ada di samping Liora, dan mengambil nasi ke atas piringnya.Sedangkan Liora, dia lebih dulu mulai melahap masakan sang suami. Setelah masuk ke mulutnya, seketika dia takjub dengan rasa masakan tersebut. "Wah, ini enak sekali. Rasanya tidak kalah enak dengan makanan di restoran bintang lima." Liora menatap Arka dengan kagum. Dia memuji, "hebat sekali suamiku. Sudah tampan, seorang dokter, dan juga bisa memasak. Sepertinya aku tidak salah memilih suami."Arka masih memasang wajah datar, seakan tak peduli deng
Seperti apa yang telah Arka janjikan pada Liora kemarin, hari ini dia harus mengantar sang istri ke rumah orang tuanya. Sesampainya di sana, mereka di sambut beberapa pembantu, dan kedatangannya telah ditunggu David, ayah Liora. Tentu Liora sudah memberitahu ayahnya jika mereka akan ke rumah pagi ini."Ayah," panggil Liora saat melihat sang ayah tengah menyambut kedatangannya di ruang tengah. Pria paruh baya itu merentangkan tangan, saat putrinya menghambur ke arahnya. "Ayah, Liora sangat merindukan ayah."David tersenyum mendengar ucapan sang anak. Dia lalu melepaskan pelukan Liora. "Kamu sudah memiliki suami tapi tetap saja seperti anak kecil."Melihat hal itu, Arka jadi tahu jika Liora ternyata begitu sangat disayang oleh ayahnya.Tak lama, dua perempuan berjalan menghampiri keberadaan mereka. Tentu Arka tahu, mereka adalah ibu dan kakak Liora."Wah, Liora sudah datang."Raut Liora seketika berubah datar saat melihat keberadaan dua perempuan itu, dia kemudian kembali berdiri di sa
"Ayah."Pria paruh baya yang sejak tadi berdiri menikmati angin malam di teras rumah itu menoleh, lalu tersenyum saat melihat putrinya mulai menghampiri."Liora."Liora meluruskan pandangannya, sambil memasang wajah serius. Tadi saat di depan Arka dia sengaja berlaga sok manja pada David. Liora hanya tak mau Arka tahu, bahwa Liora sebenarnya tak pernah bisa akrab dengan keluarga termasuk ayah kandungnya sendiri. Semenjak David menikah lagi dengan Diandra, Liora mulai membenci ayahnya. Membuat Liora tak pernah merasakan lagi bagaimana hangatnya sebuah keluarga. Hal itu juga yang membuat Liora takut menikah, hingga memutuskan menutup hati untuk semua laki-laki. Liora takut jika dia gagal membangun sebuah keluarga dan membuat anaknya nanti merasakan apa yang saat ini dia rasakan. Jika bukan untuk memenuhi syarat mendapatkan jabatan CEO di perusahaan ayahnya, mungkin sampai saat ini Liora tetap menutup hati."Sebenarnya Liora ke sini bukan hanya untuk bertemu ayah, tapi Liora ingin menag
Tangan Arka perlahan mulai melingkar ke pinggang perempuan itu, balas memeluknya dengan erat. Dia juga mulai mengikis jarak antara wajahnya dengan Liora, membuat perempuan itu bisa merasakan nafas laki-laki itu mengenai kulit lehernya. Walau mata Liora masih tertutup, namun Liora tahu jaraknya dan Arka saat ini begitu intim. Membuat jantung perempuan itu mulai berdegup kencang. Dia mulai berpikir bahwa Arka pasti sebentar lagi akan menciumnya. "Liora," panggil Arka dengan lembut. Suara berat laki-laki itu berhasil menggetarkan hati Liora, membuat kedua tangan Liora kini banjir keringat dingin. Tangan kekar laki-laki itu kemudian perlahan mengusap kepala sang istri dengan lembut, membuat pikiran Liora semakin kacau. Arka semakin mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu. Lalu kembali berbisik pelan, "sifat laki-laki di dunia ini hanya ada dua. Pertama, laki-laki yang menyukai perempuan agresif. Dan yang kedua, laki-laki yang risih saat melihat perempuan terlalu agresif. Jika kam
Arka diam, sorotnya menatap Erika tidak suka. Untuk apa Erika mengajukan pertanyaan itu pada Arka? Padahal saat ini status Arka sudah jelas adalah suami Liora."Kamu seharusnya bisa menebak apa jawabanku. Jika aku memilih orang lain, mungkin saat ini aku tidak menjadi suami Liora."Erika tersenyum. Dia bukan tipe orang yang mudah dibohongi. Erika kembali menatap Arka dengan sorot curiga. "Karena kamu lebih dulu bertemu dengan Liora dibandingkan denganku. Siapa tahu sekarang karena kita sudah saling mengenal, hatimu berpaling padaku."Arka sama sekali tidak bisa menebak kemana arah pembicaraan Erika, tapi semua itu telah membuat Arka curiga. Apa saat ini perempuan itu sedang ... menggodanya juga?"Aku bukan ingin merebut mu dari Liora. Hanya saja aku merasa aneh dengan kalian berdua." Erika meluruskan pandangannya, sambil mengingat hal-hal tentang adik tirinya itu. "Aku sangat tahu bagaimana Liora. Dia perempuan yang sama sekali tidak peduli dengan cinta. Yang ada dalam pikirannya itu
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal