Sejak tadi Liora hanya duduk di sofa ruang tengah, menunggu sang suami keluar dari kamar. Entah apa yang dilakukan Arka di dalam sana, Liora tak mempunyai aktivitas lain selain menunggunya. Dia mulai bosan, dan mengantuk. Membuat Liora semakin tidak suka tinggal di rumah itu.
"Ini masih hari pertama, tapi sudah seperti ini. Ah, aku semakin tidak suka dengan suasana rumah ini!"Kesal Liora, dia tak tahan lagi jika harus berdiam menunggu Arka keluar. Liora pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri laki-laki itu, namun belum sempat Liora membuka pintu kamar Arka, laki-laki itu justru keluar dari dalam sana. Membuat Liora terperanjat kaget."Liora?""Ah, akhirnya kamu keluar juga. Apa yang kamu lakukan seharian di dalam kamar? Aku sejak tadi menunggumu."Arka mengernyit bingung. "Menungguku? Kenapa kamu menungguku keluar kamar? Aku tadi sedang membereskan barang-barangku."Liora menghela nafas kesal. "Andai saja kamu mengijinkan ku untuk satu kamar denganmu pasti aku bisa membantumu."Arka diam. Dia dan Liora tadinya sempat beberapa kali debat tentang tempat tidur, namun lagi-lagi akhirnya Liora kalah dengannya. Dia memang sengaja ingin tidur terpisah dengan Liora setelah menikah. Karena Arka tahu, pernikahannya dengan Liora ini hanya untuk sesaat. Jadi Arka ingin menjaga Liora, agar dia tak tergoda dan sampai menyentuh perempuan itu lagi.Tak mau membahas hal itu kembali, Arka mengalihkan pembicaraan. "Apa kamu lapar?""Tentu saja aku lapar, ini sudah waktunya makan malam.""Di dapur ada bahan makanan lengkap, kamu bisa memasaknya sendiri jika lapar.""Apa?"Arka menatap Liora bingung, saat perempuan itu tampak terkejut ketika dirinya menyuruhnya memasak. Arka menebak, mungkin Liora tak terima memasak sendiri karena nantinya pasti dia juga akan ikut makan."Aku juga akan membantumu memasak, jika kamu keberatan memasak sendiri," imbuh Arka menjelaskan.Namun Liora justru menghela nafas berat. Sambil tersenyum menahan malu. "Em, sebenarnya aku tidak bisa memasak."Arka seketika terdiam. Seharusnya sejak awal dia sudah bisa menebak, perempuan seperti Liora sudah pasti tidak pernah menginjak dapur. Bahkan saat pertama membawakan makanan untuknya, perempuan itu harus repot-repot membeli makanan di restoran."Tapi jika kamu tetap menginginkan aku masak, maka aku tidak akan menolaknya. Aku akan mencobanya." Liora kembali tersenyum, berusaha menutupi kebodohannya. Dia tidak mau hanya karena ini Arka jadi menganggap dirinya perempuan yang tidak pantas dijadikan istri."Sebenarnya aku tidak ingin memaksamu melakukan ini. Tapi mau bagaimanapun laki-laki ataupun perempuan itu sebaginya harus bisa memasak, karena itu juga adalah salah satu kebutuhan dalam hidup. Jadi, aku akan membantumu belajar memasak."Liora menatap Arka dengan sorot tak percaya. Dia pikir laki-laki itu akan menghinanya karena dia tidak bisa memasak, tapi Arka justru akan membantunya. Membuat Liora semakin kagum, dan yakin jika Arka memang laki-laki yang tepat untuknya.Arka lebih dulu menuju dapur, diikuti Liora di belakangnya.Laki-laki itu mulai mengambil bahan-bahan di kulkas dan lemari, lalu di susunnya ke atas meja dapur.Arka tak menjelaskan lebih dulu pada Liora apa yang akan dia masak, tapi Liora tak mau banyak tanya dan menunggu perintah sang suami saja.Arka mengambil sebuah pisau kecil, dan dia berikan pada Liora. "Kamu bisa mengupas bawang?"Liora mengangguk sedikit ragu. Tapi dia juga pernah melihat pembantu di rumahnya mengupas bawang, dan terlihat tidak sulit. Dia kemudian mengambil pisau yang Arka berikan, dan mulai mengupas satu bawang merah yang juga sudah Arka siapkan.Tapi saat melihat bentuk bawang merah itu, Liora mendadak bingung. Dia bergumam, "cara mengupasnya ... apa sama dengan mengupas mangga? Tapi bentuk bawang ini mirip anggur. Kulit anggur bisa dikupas hanya dengan tangan kosong."Walau pelan, namun Arka masih mendengarnya. Laki-laki itu hanya membuang nafas kasar."Liora, isi panci itu dengan air. Biar aku yang mengupas bawang ini.""Oh, baiklah." Liora bersemangat, meninggalkan bawang merah yang sama sekali belum dia kupas. Dia mengisi air pada panci kecil, lalu dia letakkan ke atas kompor. "Sudah sayang.""Nyalakan kompornya."Liora terdiam. Dia mulai mengamati beberapa tombol yang ada di kompor itu. Jujur, dia sama sekali tidak pernah menyentuh kompor, lalu bagaimana cara menyalakannya?Melihat Liora kebingungan tentu Arka paham, dia menghampiri dan langsung menyalakan kompor itu. Membuat perempuan itu lagi-lagi kembali tersenyum malu."Aku tidak pernah menyalahkan kompor, tapi setelah ini aku paham bagaimana cara menyalakannya."Arka menghela nafas tak peduli, dan lanjut membuat bumbu. Perempuan itu sepetinya sama sekali tak paham sedikitpun dengan benda-benda yang ada di dapur, untuk membuat Liora bisa memasak pasti akan membutuhkan waktu yang lama.Setelah selesai, Arka langsung menghidangkan makanan yang telah dia masak barusan. Liora yang sudah duduk di kursi makan, menatap makanan di hadapannya dengan sorot lapar."Wah, sepertinya enak sekali masakan kita hari ini!"'Masakah kita?' Arka menghela nafas pelan. Padahal sepenuhnya yang memasak adalah Arka. Tapi dia tak mau repot-repot protes pada Liora, dia juga harus menghargai usaha Liora yang sangat antusias dalam belajar memasak. Laki-laki itu kemudian duduk di kursi yang ada di samping Liora, dan mengambil nasi ke atas piringnya.Sedangkan Liora, dia lebih dulu mulai melahap masakan sang suami. Setelah masuk ke mulutnya, seketika dia takjub dengan rasa masakan tersebut. "Wah, ini enak sekali. Rasanya tidak kalah enak dengan makanan di restoran bintang lima." Liora menatap Arka dengan kagum. Dia memuji, "hebat sekali suamiku. Sudah tampan, seorang dokter, dan juga bisa memasak. Sepertinya aku tidak salah memilih suami."Arka masih memasang wajah datar, seakan tak peduli deng
Seperti apa yang telah Arka janjikan pada Liora kemarin, hari ini dia harus mengantar sang istri ke rumah orang tuanya. Sesampainya di sana, mereka di sambut beberapa pembantu, dan kedatangannya telah ditunggu David, ayah Liora. Tentu Liora sudah memberitahu ayahnya jika mereka akan ke rumah pagi ini."Ayah," panggil Liora saat melihat sang ayah tengah menyambut kedatangannya di ruang tengah. Pria paruh baya itu merentangkan tangan, saat putrinya menghambur ke arahnya. "Ayah, Liora sangat merindukan ayah."David tersenyum mendengar ucapan sang anak. Dia lalu melepaskan pelukan Liora. "Kamu sudah memiliki suami tapi tetap saja seperti anak kecil."Melihat hal itu, Arka jadi tahu jika Liora ternyata begitu sangat disayang oleh ayahnya.Tak lama, dua perempuan berjalan menghampiri keberadaan mereka. Tentu Arka tahu, mereka adalah ibu dan kakak Liora."Wah, Liora sudah datang."Raut Liora seketika berubah datar saat melihat keberadaan dua perempuan itu, dia kemudian kembali berdiri di sa
"Ayah."Pria paruh baya yang sejak tadi berdiri menikmati angin malam di teras rumah itu menoleh, lalu tersenyum saat melihat putrinya mulai menghampiri."Liora."Liora meluruskan pandangannya, sambil memasang wajah serius. Tadi saat di depan Arka dia sengaja berlaga sok manja pada David. Liora hanya tak mau Arka tahu, bahwa Liora sebenarnya tak pernah bisa akrab dengan keluarga termasuk ayah kandungnya sendiri. Semenjak David menikah lagi dengan Diandra, Liora mulai membenci ayahnya. Membuat Liora tak pernah merasakan lagi bagaimana hangatnya sebuah keluarga. Hal itu juga yang membuat Liora takut menikah, hingga memutuskan menutup hati untuk semua laki-laki. Liora takut jika dia gagal membangun sebuah keluarga dan membuat anaknya nanti merasakan apa yang saat ini dia rasakan. Jika bukan untuk memenuhi syarat mendapatkan jabatan CEO di perusahaan ayahnya, mungkin sampai saat ini Liora tetap menutup hati."Sebenarnya Liora ke sini bukan hanya untuk bertemu ayah, tapi Liora ingin menag
Tangan Arka perlahan mulai melingkar ke pinggang perempuan itu, balas memeluknya dengan erat. Dia juga mulai mengikis jarak antara wajahnya dengan Liora, membuat perempuan itu bisa merasakan nafas laki-laki itu mengenai kulit lehernya. Walau mata Liora masih tertutup, namun Liora tahu jaraknya dan Arka saat ini begitu intim. Membuat jantung perempuan itu mulai berdegup kencang. Dia mulai berpikir bahwa Arka pasti sebentar lagi akan menciumnya. "Liora," panggil Arka dengan lembut. Suara berat laki-laki itu berhasil menggetarkan hati Liora, membuat kedua tangan Liora kini banjir keringat dingin. Tangan kekar laki-laki itu kemudian perlahan mengusap kepala sang istri dengan lembut, membuat pikiran Liora semakin kacau. Arka semakin mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu. Lalu kembali berbisik pelan, "sifat laki-laki di dunia ini hanya ada dua. Pertama, laki-laki yang menyukai perempuan agresif. Dan yang kedua, laki-laki yang risih saat melihat perempuan terlalu agresif. Jika kam
Arka diam, sorotnya menatap Erika tidak suka. Untuk apa Erika mengajukan pertanyaan itu pada Arka? Padahal saat ini status Arka sudah jelas adalah suami Liora."Kamu seharusnya bisa menebak apa jawabanku. Jika aku memilih orang lain, mungkin saat ini aku tidak menjadi suami Liora."Erika tersenyum. Dia bukan tipe orang yang mudah dibohongi. Erika kembali menatap Arka dengan sorot curiga. "Karena kamu lebih dulu bertemu dengan Liora dibandingkan denganku. Siapa tahu sekarang karena kita sudah saling mengenal, hatimu berpaling padaku."Arka sama sekali tidak bisa menebak kemana arah pembicaraan Erika, tapi semua itu telah membuat Arka curiga. Apa saat ini perempuan itu sedang ... menggodanya juga?"Aku bukan ingin merebut mu dari Liora. Hanya saja aku merasa aneh dengan kalian berdua." Erika meluruskan pandangannya, sambil mengingat hal-hal tentang adik tirinya itu. "Aku sangat tahu bagaimana Liora. Dia perempuan yang sama sekali tidak peduli dengan cinta. Yang ada dalam pikirannya itu
Sesampainya di kamar, Arka melepaskan genggamannya pada tangan Liora. Lalu menatap Liora dengan sorot datar. Perempuan itu masih mengukir senyum, tak tahu jika saat ini Arka telah mengetahui rahasianya."Sekarang katakan padaku dengan jujur, kenapa kamu sangat ingin menikah denganku?"Liora berkedip bingung, cukup aneh saat tiba-tiba sang suami bertanya seperti itu. Membuatnya mulai curiga, dengan pembicaraan Erika pada Arka tadi. Memang Liora tak mendengarkan. Saat mengetahui sang suami berada di dekat Erika, dia bergegas menarik Arka menjauh. "Apa perempuan itu tadi berbicara macam-macam padamu?"Arka mengangguk jujur. Sorot matanya perlahan berubah tajam. Arka cukup marah dengan Liora, namun berusaha dia tahan."Sejak awal aku memang curiga denganmu. Tidak ada kekecewaan di wajahmu setelah mengetahui kita terjebak satu kamar malam itu. Pasti ada satu hal yang membuatmu senang dengan pertemuan kita, walau kita bertemu karena kejadian yang memalukan."Liora lalu membelai dada Arka s
Liora menghela nafas pelan. Dia kembali mengingat pertama kali dia melihat Arka.Malam itu dia mendapati Arka satu club bersamanya. Entah apa yang merasukinya, Liora juga tidak menyangka dia akan mengagumi ketampanan seseorang walau pertama kali melihatnya. Waktu itu, Arka duduk tak jauh darinya. Liora hanya memperhatikan, saat laki-laki itu tampak banyak masalah dan minum terlalu banyak."Saat pertama melihatmu, aku begitu sangat kagum dengan ketampananmu. Mungkin karena aku juga dalam pengaruh alkohol malam itu, jadi aku menghampirimu yang juga sudah mabuk. Aku kasihan padamu, kamu tidak membawa teman. Jadi aku berinisiatif untuk memesankan kamar untukmu. Sayang sekali, setelah sampai kamar kamu tidak membiarkanku pergi. Dan aku juga tidak mempunyai tenaga untuk melawan itu."Mata Arka membulat. "Jadi benar, kau hanya berpura-pura tidak ingat. Padahal kau tau betul yang telah terjadi?"Liora masih mengukir senyum. Lalu mengimbuhkan, "aku memang mengingatnya. Tapi malam itu aku sama s
Paginya, Arka bangun lebih dulu. Dia segera merapikan selimut dan bantal yang dipakainya untuk tidur tadi malam. Kini Arka duduk di sisi kasur, samping sang istri tertidur. Dia menunggu perempuan itu bangun, sambil mengamati wajah tenang Liora dengan seksama.Lagi-lagi Arka kembali teringat dengan ucapan Liora padanya tadi malam. Benarkah perempuan itu sudah mencintainya?"Caramu jatuh cinta padaku sebenarnya tidak aneh. Aku sering mendengar alasan seseorang jatuh cinta hanya karena melihat ketampanan dan harta pasangannya."Arka lalu menghela nafas kasar. "Tapi, jika kamu ingin mencintai seseorang. Seharusnya kamu tanyakan dulu pada seseorang itu Liora. Di hatinya sudah ada perempuan lain atau belum. Bukan langsung memilikinya dengan cara curang seperti ini."Arka diam sesaat. Entah kenapa, setiap dia ingin marah pada perempuan itu, Arka justru merasa kasihan."Jika kamu hanya mementingkan dirimu sendiri untuk mendapatkan apa yang kamu mau, maka pada akhirnya kamu juga yang akan ter
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal