Ini sedikit ironis bagi Selena. Jika Renata tahu semua masa lalunya, kemungkinan besar dia tidak akan mengatakan hal seperti itu. Dan justru akan terdengar sangat syok kalau tahu hubungan Axel da Selena di masa lalu. Tapi bagi Selena, semuanya hanya masa lalu.
Hari itu, Selena pergi ke rumah ibunya bersama Axel. Akhirnya mereka pergi ke rumah itu. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya bagi Axel datang ke sana. Dia sempat datang beberapa kali untuk mengambil barangnya atau sekedar berdiam diri di rumah yang telah kosong itu.“Ngomong-ngomong kenapa kau tidak menempati rumah ini saja setelah menikah nanti?”Selena menatapi rumah yang berdebu dan ada banyak kotoran kayu. Kelihatannya rumah yang tidak terawat cukup lama ini jarang ada yang membersihkannya juga.“Aku tidak akan melakukannya. Entah kenapa aku merasa kau tidak akan suka ide itu,” balas Axel.“Kenapa? Santai saja, dan gunakan rumah ini, dari pada tidak dipakai sama sekali. Ka“Memangnya, kau akan butuh tempat menyendiri setelah menikah? Bagaimana dengan Arsella?” “Semua orang akan membutuhkan waktu sendirian. Dia juga pasti akan selalu punya waktu seperti itu. Ngomong-ngomong, kau dan Damian tidak saling menghubungi sesuai taruhannya? Kau jarang terlihat memainkan ponselku di depanku atau menelepon Damian.”“Ya, aku sedang menjalankan risiko dari taruhan itu.” Axel tersenyum, dia senang mendengarnya. Dia ingin tahu reaksi Damian. Sepertinya Damian belum bereaksi. Atau justru memang sedang sibuk hingga membiarkan Selena juga larut dalam kesibukan. ***Beberapa hari setelah mereka mengunjungi rumah Sabrina dan saat itu mereka juga menyempatkan untuk berkunjung ke makam Sabrina. Axel sepertinya ingin meminta restunya untuk menikah dengan Arsella. Hingga hari ini tiba, Axel akan mengunjungi Arsella secara langsung. “Kau sudah menyiapkan hotel untukku menginap di sana? Aku tidak akan menginap di rumah
“Kau mendengarku, kan? Tidak perlu membuatnya seperti spesial,” ucap Axel sambil menatap ke arah Richard. “Tidak perlu melakukan apa pun yang tidak aku minta. Simpan tenagamu!” Richard hanya menganggukkan kepalanya. Dia berusaha memahami tuannya ini walau sepertinya memang tidak semudah itu. Apa lagi Axel memang bersikap agak dingin padanya. Mungkin karena dia baru dan Axel masih belum terbiasa dengan kehadiran Richard. “Kami akan ke mencari makan terlebih dahulu sebelum ke hotel.” Mobil yang mengangkut rekannya yang lain itu lewat di depan Axel yang tengah menantikan buket bunganya di depan toko bunga. “Ya, kalian boleh pergi.” Axel menganggukkan kepalanya. “Kau yakin akan langsung ke rumah calon istrimu? Akan lebih baik jika aku beristirahat dulu.”“Aku ingin melakukannya dengan cepat. Aku akan ke hotel secepat.” Begitu Max dan Gilbert pergi menggunakan mobil yang satunya, Axel menerima buket bunga yang cukup besar itu. Di
“Hanya kau yang aku ingat jika membahas tentang pernikahan. Aku tidak tahu kenapa. Tapi hanya kau yang muncul di benakku.” Axel menatap Arsella sambil tersenyum tipis. Jelas-jelas jika dia bisa membuat Arsella menjerit saat itu juga. Arsella tersenyum balik ke arah Axel. Senyuman malu-malunya, disertai dengan usahanya untuk mengalihkan pandangannya dari Axel terlihat cukup menggemaskan.“Tapi maafkan aku, kali ini aku belum membawa cincin untukmu karena aku tidak tahu ukuran jarimu. Aku akan memesankan cincinnya. Biarkan Richard mengukur jarimu,” ujar Axel. Richard langsung bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Arsella. Axel memperhatikan bagaimana Richard langsung mengukur ukuran jari manis Arsella. Dan Arsella tentunya dengan senang hati bisa diajak bekerja sama, dia tidak memberontak sama sekali sesuai dugaan. Sementara Dedek dan Alice saat itu hanya bisa terdiam menatapi Arsella yang kelihatannya tak mau menolak Axel sama sekali. Alice
“Baiklah, kita akan mencarikanmu gaun pernikahan yang kau suka. Atau, jika kau ingin membuatnya, aku akan mencarikan orang yang mampu membuatkannya untukmu. Aku akan mengambil antrian cepat agar kau tidak lagi khawatir tentang gaunmu.” Axel menganggukkan kepalanya, dia memperhatikan wajah Selena dari tempatnya berdiri. Entah kenapa gadis itu terlihat seperti gadis kecil saat sedang gembira seperti ini. Arsella yang biasanya menatap dengan sorot matanya yang tajam disertai dagunya yang terangkat dengan arogan, kini sedikit berubah. Tatapannya sangat lembut dan polos, dan raut wajahnya tak lagi setegar dulu. Dia hanya terlihat seperti gadis biasa dan bukan gadis yang berkekuatan besar. Entah karena keluarga ini telah kehilangan kekuatannya hingga menyebabkan Arsella juga kehilangan kepercayaan dirinya yang biasa, menggantikan dirinya menjadi sosok yang lebih lugu dan polos seperti gadis biasanya. Meski begitu, Arsella tetap punya daya tarik. “Ba
Derek menangis sejadinya. Murni air mata seorang ayah yang tahu dia telah menghancurkan kehidupan putrinya. Sementara Alice hanya bisa berpaling dari Derek sambil menyeka air matanya. Alice juga tak kuasa melihat kondisi Derek yang putus asa seperti itu. Mereka telah melewati banyak kesulitan belakangan ini. Dan Arsella ingin bebas dari kesulitan yang harus dia hadapi. Menikah dengan Axel baginya berarti keluar dari rumah dan keluarganya yang menurutnya beracun dan dia akan mendapat kehidupan yang lebih baik karena Axel adalah pria cerdas yang mapan. Dia meyakini masa depan Axel yang cerah akan dibagi dengannya. *** Selena berada di hotel seperti biasa. Dia mendengus bosan karena belakangan ini tak ada yang bisa dia ajak bicara. Semua orang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Axel seharusnya sudah pulang kemarin. Namun, Axel mengatakan kalau ada urusan yang belum selesai, jadi dia baru pulang malam ini. Dan seperti yang Selena pikirkan, Axel me
“Itu pasti keadaan keluarganya yang saat ini membuatnya kehilangan kepercayaan dirinya.” Selena menghela nafasnya. Dia turut prihatin atas apa yang harus dialami Arsella. Meski dia tidak tahu apakah Arsella peduli padanya sebagai mana dia peduli pada Arsella. Axel menghela nafasnya, dia merasa ironi saat Selena berusaha memahami kondisi Arsella. Tetapi Arsella justru bertanya padanya tentang tempat tinggal, menandakan Arsella ingin menghindari Selena sebisa mungkin. Walau sebenarnya Selena tak menunjukkan kalau dia tertarik padanya juga. “Habiskan makananmu dan ayo kita pulang! Aku sudah ingin tidur sekarang,” ucap Axel. “Yang mengajak ke mal duluan adalah kau. Dan sekarang kau juga yang mengeluh. Huft.”Axel hanya terkekeh pelan. Dia tidak mau waktunya di lain hari terbuang sia-sia karena hal seperti ini lagi. Makanya, dia ingin menuntaskan semua persiapan tentang pernikahan dengan segera. *** Waktu berlalu begitu
“Yang benar saja! Memangnya Selena akan menerimanya? Tidak, tidak. Gadis itu terlalu polos. Axel akan menikahi putri dari pembunuh ibunya? Itu sangat tidak masuk akal,” ungkap Grace. “Sebenarnya itu ibu angkat.” Damian meluruskannya dengan malas. “Tetap saja. Itu sangat tidak masuk akal. Axel harusnya memikirkan perasaan Selena jika dia menikahi Arsella, bukan? Perasaan persaudaraan di antara mereka, setidaknya.” Grace mendengus pelan, dia tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Axel. Sementara Damian tak begitu tertarik membicarakan hal yang sama dua kali. Dia hanya memakan makanan yang dibawakan Grace dengan santai. Ini kegiatan mereka belakangan ini, saling mentraktir. “Aku tidak tahu pasti, tapi kelihatannya Axel ingin balas dendam,” ucap Luca. “Baguslah kalau begitu! Aku juga kesal karena keluarganya membuat kita dalam masalah. Mereka menghancurkan acara kita. Jika bisa, aku ingin merusak pernikahan mereka juga. Tapi karena
“Huft, aku lelah karena bersenang-senang.” Selena menghela nafasnya begitu tiba di rumah. Rumah sedikit berarakan karena beberapa barang yang berkaitan dengan pernikahan ada di sana. “Kau akhirnya pulang. Apakah menyenangkan?” tanya Axel sambil meliriknya sejenak. “Ya, sangat. Mereka bertiga juga bersenang-senang!” seru Selena seraya berjalan mendekat. Selena duduk dan melemparkan tasnya di sofa kosong di sisinya. Selena menatapi Axel yang masih sibuk bekerja. Selena mengambil nafas sejenak sebelum mengatakan sesuatu pada Axel. “Ngomong-ngomong, untuk kamar pengantin, kau hanya akan menggunakan kamar atas di griya tawang, kan?” tanya Selena sambil menatap Axel penuh harap. “Ya, rencananya begitu. Dan aku akan mengundang teman-temanku untuk menginap—““Sudah kau lakukan?” Selena melebarkan matanya. “Belum,” jawab Axel seraya mengalihkan pandangannya, menatap Selena, dia akan mendengarkan permintaan gadis i