“Eh tumben ngajak Franda ngantor, nggak ada yang jagain di rumah?” sapa Kei yang melintas di depan meja kerja Aruna.
“Ehm, iya. Franda beri salam ke tante Kei,” titah Aruna kepada sang putri. Sejurus kemudian, Franda menghampiri Kei dan meraih tangannya kemudian mengecup halus punggung tangan Kei dengan sopan.
“Ah, pintarnya,” puji Kei girang.
Hari ini, terpaksa Aruna membawa Franda ke kantor. Terpaksa pula Franda tidak masuk sekolah karena tidak ada yang mengantar. Hari ini, Aruna juga izin jaga supermarket sebab tidak mungkin seharian penuh mengajak putrinya bekerja, apalagi kondisi fisik Franda yang belum sepenuhnya pulih pasca demam. Sungguh dunia Aruna terasa terporak – poranda usai kejadian semalam.
Sekarang, dirinya dan Dafa sama – sama bersikap seperti orang asing meski tinggal serumah. Dafa yang semalam mengancam akan pergi dari rumah pun juga tidak jadi pergi. Pria itu masih tinggal di rumah kontrakan mereka. Namun, enggan bercengkrama dengan Aruna seperti biasanya.
Sebuah drama yang sulit ditebak. Mantra apa yang digunakan wanita bernama Desika sampai membuat suaminya berubah seperti itu. atau, memang inilah sikap Dafa yang tidak pernah Aruna ketahui.
***
“Omah, ini kue putu buat Franda?”Tanya Franda kepada Jamilah sambil memencet – mencet makanan bertekstur lembut yang tergenggam di tangan mungilnya.
Wanita paruh baya dengan rambut sedikit beruban itu mengangguk dengan senyum merekah di wajahnya yang sedikit keriput pun mengusap lembut ujung kepala sang cucu.
“Iya sayang, omah bikin spesial buat cucu omah yang paling cantik sedunia.”
“Hehehe, makasih omah.”
Hari ini, kebetulan Aruna bertandang ke Cikaten yang jaraknya empat puluh lima menit dari kantor tempatnya bekerja. Sekalian, ia ingin mampir menjenguk ibu mertuanya.
Aruna dan Jamila menjalin hubungan yang baik selama ini. Bahkan, ibu mertuanya kerap mengajari Aruna memasak dengan resep – resep yang Jamila bisa. Meski, sesekali Aruna kerap mendumel kala Jamila sering meminjam uang kepadanya namun tak pernah kembali juga.
“Ibu gimana sehat? Ayah ke mana tumben tidak ketemu dari tadi.” Manik Aruna terpendar ke seluruh ruang tengah dan dapur. Sosok lelaki berjengkot yang merupakan ayah dari Dafa tak juga ia temui sejak tadi.
“Ayah mertuamu lagi kerja, maklumlah kebutuhan makin membengkak tapi pemasukan berkurang terus,” tukas Jamila dengan wajahnya yang sedikit masam.
Jika membahas tentang dunia perduitan seperti ini, Aruna jadi sebel. Pasti ujung – ujungnya hutang. Namun apa boleh dikata, kebutuhan orangtua Dafa bagi Aruna juga merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang menantu.
Toh, tidak setiap hari Aruna memberi mereka uang.
“Oh, begitu bu.”
“Kamu sendiri gimana kabarnya? Dafa di rumah kan?” tidak mungkin Jamila tidak akan menanyakan kabar putra kesayangannya, apalagi dengan kehadiran mereka yang tidak jangkap sekarang.
“Iya, tadi mas Dafa di rumah.”Dan, tibalah pada sesi menyinggung perihal Dafa. Andai saja Aruna bisa jujur, ingin sekali ia memamaparkan apa yang anaknya perbuat sampai membuatnya menangis semalaman.
Namun, Aruna tetap menjunjung tinggi ‘ngangkat duwur mendem jeru’, sebuah istilah yang mengharuskannya menutup rapat – rapat celah yang terjadi di biduk rumah tangganya bersama Dafa kepada siapapun. Pun orangtua Dafa, mereka tidak perlu tahu perihal lika – liku masalah yang dihadapinya dengan Dafa.
“Oh baguslah, tumben main ke sini. Mau nagih utang ibu ya?” sebuah tatapan sedikit sinis, akhirnya terurai di wajah Jamilah.
Meski mereka dekat, kadangkala ucapan Jamilah terdengar pedas. Namun, Aruna selalu menganggapnya sebagai angin lalu agar tidak menimbulkan jarak antara menantu dan mertua. Itu yang selalu Dafa ajarkan kepadanya selama ini.
“Ehm, eng – enggak kok bu. Franda ingin main ke rumah Omahnya kebetulan saya ada keperluan di Cikaten mau belanjan peralatan mahar”“Oh begitu, jadi cucu omah kangen omah ya?” berganti Jamila menengok ke sisi Franda dan mencuil pipi gembul si gadis kecil.
“Kirain kamu main ke sini mau nagih utang ibu, tapi ibu nggak ada uang.”
“Oh, enggak bu, kami Cuma mampir saja.”
Jamila tidak menghiraukan Aruna malah menatap sinis Aruna.
“Ehm kapan – kapan kalau ke sini sama ayah juga ya, ayah kamu mah jarang ke sini semenjak jadian sama calon ibu baru kamu,” ujar Jamila dengan senyumnya yang merekah sempurna.
Ibu baru? Sejak kapan Jamila tahu bahwa anaknya berencana menikah lagi?
Sungguh, mendengar ucapan Jamila yang menyinggung ‘ibu baru’ untuk Franda, seketika membuat dada Aruna bergemuruh. Dari mana asal mulanya Jamila bisa tahu perihal rencana Dafa yang akan menikah lagi.
“Calon ibu baru? Maksudnya bu?” Aruna kira, ucapan Dafa hanyalah luapan emosi sesaat lantaran mereka berdebat semalaman.
“Sepertinya kamu sudah tahu kan, kalau Dafa mau menikah.”
“Lho? Ibu juga tahu kalau mas Dafa…”
“Iya, ibu yang nyomblangin mereka. Eh, ternyata cocok,” lentur sekali Jamila menuturkan kepada Aruna perihal niatnya tersembunyi nya selama ini, menjodohkan anaknya yang sudah beranak dan beristri dengan wanita lain.
“Ibu kok gitu?” kening Aruna mengernyit dalam, ia benar – benar tidak percaya dengan penjelasan sang mertua.
Jamila menghela nafas panjang, selang kemudian menyimpan piasunya dan menatap Aruna dengan wajahnya yang serius.
“Dafa berhak bahagia Aruna, kasihan dia selama ini tidak bisa menjadi suami seutuhnya gara – gara orangtuamu yang tidak mau memberi rumah untuk kalian dan modal untuk Dafa usaha. Imbasnya kan Dafa jadi pengangguran, Cuma ngurus anak di rumah,” ujar Jamila panjang lebar.
“Aku nggak rela derajat anakku turun gara – gara kamu yang kerja.”
“Mak – maksud ibu gimana?”
“Iya, jika Dafa menikah sama Desika masa depan mereka lebih cerah, dan Franda juga akan lebih terurus oleh ibu yang banyak meluangkan waktu untuk menjaga anaknya, nggak keluyuran sama kamu,” ucap Jamila melirik Aruna dengan lirikan sinis.“Bu..”
Aruna sudah tidak sanggup berkata - kata lagi. Tenaganya tersedot habis usai mendengar penuturan ibu mertuanya. Selama ini, Aruna tidak pernah menaruh rasa benci kepada Jamila meski kerap mencercanya dengan kalimat pedas.Lantaran ia ingin merajut hubungan baik dengan mertuanya.
Pun Jamila, meski kerap berkata pedas wanita itu juga kerap perhatian dengan Aruna. Menanyakan kabar, mengirimnya makanan kesukaan. Tidak ada tanda – tanda Jamila benci setengah mati kepada menantunya.
Namun, kenapa kejadian ini justru tersaji? Dengan terang – terangan tanpa merasa bersalah wanita itu memaparkan bahwa Jamila lah dalang di balik kedekatan Dafa dengan Desika, wanita asing yang menginjak – nginjak indahnya bahtera rumah tagganya dengan Dafa sampai lebur.
“Aruna salah apa bu? Sampai ibu tega melakukan ini?”
MENJADI RATU SETELAH DIBUANG“Jadi selama ini kamu bohongin aku mas?” tandas Aruna dengan air mata yang berlinang.“Aku nggak bohong, aku cuma belum punya waktu untuk jelasin ke kamu Aruna.”Jantung Aruna terpompa tak terkontrol dengan nuansa hatinya yang berantakan. Sungguh ia benar – benar tidak menyangka, selama ini dirinya banting tulang merangkap dua pekerjaan dalam sehari setiap hari, ternyata mendapat balasan yang memuakkan.Suaminya mengambil celah dengan beradu kasih bersama wanita lain.“Tetep aja mas, ini salah! Kamu selingkuh sama wanita lain. Nggak nyangka aku, ternyata kamu sejahat ini!” jerit Aruna dengan menghentakkan kaki kesal. Aruna sudah tak mampu mengungkapkan rasa kecewa yang menjalar ke ubun ubun dengan banyak kata. Selain tangis yang pecah tak terkontrol.Seolah tidak percaya, pria yang selalu menghangatkan malamnya kini justru berdiri tanpa jarak dengan wanita lain.“Bodoh aku mas! Bodoh! Selama ini aku terlalu bodoh mempercayaimu!”Dafa masih menggenggam wan
“Hussh, Franda udah tidur,” ujar Dafa usai menyadari kepala istrinya menyembul di balik pintu kamar Franda.Menyadari itu, Aruna berjalan sangat pelan – pelan agar tidak menimbulkan suara yang mengakibatkan anak kesayangannya terbangun. Ia pun menduduki tepi ranjang sambil terus memandangi wajah lelap Franda.Berdesir rasa lega kala menyaksikan anak kesayangannya terlelap.“Ah, sayang. Kamu udah tidur ya. maafin mama nggak bisa nemenin jalan – jalan,” ujar Aruna penuh sesal. Diusapnya kening Franda penuh kasih sayang, kemudian menjatuhkan kecupan lembut tepat di kening Franda.“Gimana seharian? Franda rewel nggak?”“Enggak, nurut dia,” jelas Dafa yang sibuk merapikan peralatan makan Franda yang tercecer di nakas.“Oh, syukurlah.”Aruna mengangkat tubuhnya berdiri, kemudian ia memeluk Dafa dengan sangat erat. Melepas rindu setelah seharian tidak bertemu.“Hari ini aku capek banget jadi aku nggak masak tapi udah beli sayur jadi di perempatan. Makan malam yuk.”Merasa berdosa karena tid
Aruna hanya menerka – nerka, sosok yang berdiri di depannya tidak lain adalah suaminya. Namun, seingatnya Dafa berangkat kerja dengan kaos oblong hitam dan jaket ojek online saja, tidak tampil serapi itu.“Ah, pasti cuma mirip.”Aruna membuyarkan konsentrasi pada sosok yang ia kira menyerupai suaminya. Ia lebih memilih gegas memasuki klinik untuk segera memeriksakan putrinya.“Antrian dua puluh ya bu lagi, mohon ditunggu ya bu,” tukas seorang resepsionis yang disusul anggukan kepala Aruna.Sambil menggendong franda, Aruna menyisir kursi tunggu yang ternyata semua sudah penuh diduduki oleh pasien. Terpaksa wanita itu menduduki kursi tunggu yang tersisa dan tepatnya di teras.“Kita duduk di sini ya sayang,” ujar Aruna kepada franda sambil sesekali mengecup kening sang putrid kesayangan.Sebuah pemandangan yang membuat penasaran kembali tersaji. Usai mendengar suara wanita menyebut nama ‘Dafa’ dengan lantang.“Dafa! Maaf sayang, aku telat ya.” Samar – samar Aruna mendengar percakapan dua
Hujan mengguyur deras dini hari. Suasana malam kian terasa amat sepi. Bahkan, dinginnya hawa malam ini terasa menikam bagi Aruna.Aruna masih duduk bersimpuh di kamar seorang diri, berulang kali diliriknya jam dinding. Sudah pukul dua dini hari. Kenapa suaminya tak kunjung pulang?Biasanya, jika Dafa pulang dini hari Aruna tidak pernah gusar sampai menanti kepulangan sang suami, malahan Aruna sudah tertidur lelap karena esok harus bekerja. Dafa kerap menjelaskan, ia kerap pulang dini hari lantaran orderannya saat tengah malam akan semakin ramai sebab banyak customernya yang notaben anak kosan menggunakan jasa delivery makanan tengah malam.Namun, hari ini konteksnya berbeda.Hati Aruna kian terasa hancur lebam. Membayangkan hal yang tidak – tidak perihal Dafa dengan wanita seksi yang membersamainya semalam. Sedang apa mereka, sejak kapan mereka sedekat itu dan kenapa kebohongan Dafa terkemas apik selama ini, sampai – sampai Aruna merasa kecolongan tidak mengendus bau kebohongan yang
“Eh tumben ngajak Franda ngantor, nggak ada yang jagain di rumah?” sapa Kei yang melintas di depan meja kerja Aruna.“Ehm, iya. Franda beri salam ke tante Kei,” titah Aruna kepada sang putri. Sejurus kemudian, Franda menghampiri Kei dan meraih tangannya kemudian mengecup halus punggung tangan Kei dengan sopan.“Ah, pintarnya,” puji Kei girang.Hari ini, terpaksa Aruna membawa Franda ke kantor. Terpaksa pula Franda tidak masuk sekolah karena tidak ada yang mengantar. Hari ini, Aruna juga izin jaga supermarket sebab tidak mungkin seharian penuh mengajak putrinya bekerja, apalagi kondisi fisik Franda yang belum sepenuhnya pulih pasca demam. Sungguh dunia Aruna terasa terporak – poranda usai kejadian semalam.Sekarang, dirinya dan Dafa sama – sama bersikap seperti orang asing meski tinggal serumah. Dafa yang semalam mengancam akan pergi dari rumah pun juga tidak jadi pergi. Pria itu masih tinggal di rumah kontrakan mereka. Namun, enggan bercengkrama dengan Aruna seperti biasanya.Sebuah d
Hujan mengguyur deras dini hari. Suasana malam kian terasa amat sepi. Bahkan, dinginnya hawa malam ini terasa menikam bagi Aruna.Aruna masih duduk bersimpuh di kamar seorang diri, berulang kali diliriknya jam dinding. Sudah pukul dua dini hari. Kenapa suaminya tak kunjung pulang?Biasanya, jika Dafa pulang dini hari Aruna tidak pernah gusar sampai menanti kepulangan sang suami, malahan Aruna sudah tertidur lelap karena esok harus bekerja. Dafa kerap menjelaskan, ia kerap pulang dini hari lantaran orderannya saat tengah malam akan semakin ramai sebab banyak customernya yang notaben anak kosan menggunakan jasa delivery makanan tengah malam.Namun, hari ini konteksnya berbeda.Hati Aruna kian terasa hancur lebam. Membayangkan hal yang tidak – tidak perihal Dafa dengan wanita seksi yang membersamainya semalam. Sedang apa mereka, sejak kapan mereka sedekat itu dan kenapa kebohongan Dafa terkemas apik selama ini, sampai – sampai Aruna merasa kecolongan tidak mengendus bau kebohongan yang
Aruna hanya menerka – nerka, sosok yang berdiri di depannya tidak lain adalah suaminya. Namun, seingatnya Dafa berangkat kerja dengan kaos oblong hitam dan jaket ojek online saja, tidak tampil serapi itu.“Ah, pasti cuma mirip.”Aruna membuyarkan konsentrasi pada sosok yang ia kira menyerupai suaminya. Ia lebih memilih gegas memasuki klinik untuk segera memeriksakan putrinya.“Antrian dua puluh ya bu lagi, mohon ditunggu ya bu,” tukas seorang resepsionis yang disusul anggukan kepala Aruna.Sambil menggendong franda, Aruna menyisir kursi tunggu yang ternyata semua sudah penuh diduduki oleh pasien. Terpaksa wanita itu menduduki kursi tunggu yang tersisa dan tepatnya di teras.“Kita duduk di sini ya sayang,” ujar Aruna kepada franda sambil sesekali mengecup kening sang putrid kesayangan.Sebuah pemandangan yang membuat penasaran kembali tersaji. Usai mendengar suara wanita menyebut nama ‘Dafa’ dengan lantang.“Dafa! Maaf sayang, aku telat ya.” Samar – samar Aruna mendengar percakapan dua
“Hussh, Franda udah tidur,” ujar Dafa usai menyadari kepala istrinya menyembul di balik pintu kamar Franda.Menyadari itu, Aruna berjalan sangat pelan – pelan agar tidak menimbulkan suara yang mengakibatkan anak kesayangannya terbangun. Ia pun menduduki tepi ranjang sambil terus memandangi wajah lelap Franda.Berdesir rasa lega kala menyaksikan anak kesayangannya terlelap.“Ah, sayang. Kamu udah tidur ya. maafin mama nggak bisa nemenin jalan – jalan,” ujar Aruna penuh sesal. Diusapnya kening Franda penuh kasih sayang, kemudian menjatuhkan kecupan lembut tepat di kening Franda.“Gimana seharian? Franda rewel nggak?”“Enggak, nurut dia,” jelas Dafa yang sibuk merapikan peralatan makan Franda yang tercecer di nakas.“Oh, syukurlah.”Aruna mengangkat tubuhnya berdiri, kemudian ia memeluk Dafa dengan sangat erat. Melepas rindu setelah seharian tidak bertemu.“Hari ini aku capek banget jadi aku nggak masak tapi udah beli sayur jadi di perempatan. Makan malam yuk.”Merasa berdosa karena tid
MENJADI RATU SETELAH DIBUANG“Jadi selama ini kamu bohongin aku mas?” tandas Aruna dengan air mata yang berlinang.“Aku nggak bohong, aku cuma belum punya waktu untuk jelasin ke kamu Aruna.”Jantung Aruna terpompa tak terkontrol dengan nuansa hatinya yang berantakan. Sungguh ia benar – benar tidak menyangka, selama ini dirinya banting tulang merangkap dua pekerjaan dalam sehari setiap hari, ternyata mendapat balasan yang memuakkan.Suaminya mengambil celah dengan beradu kasih bersama wanita lain.“Tetep aja mas, ini salah! Kamu selingkuh sama wanita lain. Nggak nyangka aku, ternyata kamu sejahat ini!” jerit Aruna dengan menghentakkan kaki kesal. Aruna sudah tak mampu mengungkapkan rasa kecewa yang menjalar ke ubun ubun dengan banyak kata. Selain tangis yang pecah tak terkontrol.Seolah tidak percaya, pria yang selalu menghangatkan malamnya kini justru berdiri tanpa jarak dengan wanita lain.“Bodoh aku mas! Bodoh! Selama ini aku terlalu bodoh mempercayaimu!”Dafa masih menggenggam wan