Cassel mengajak Luna masuk ke dalam toko bunga milik Elsa. Di sana, Elsa dengan baik hati memberikan Luna segelas air minum. Nampak Gissele yang terus menerus menatap ke arah Luna yang kini masih bersama dengan Cassel. "Pa, Tante ini siapa?" tanya Gissele menatap sang Papa. "Ini Tante Luna, Sayang..." Luna melambaikan tangannya pada Gissele. "Hai anak manis, cantik sekali," sapanya. Gissele tidak mau membalasnya, dia malah berjalan ke arah Elsa yang kini duduk di sofa. Wajah Elsa sama sekali tidak menunjukkan sebuah keakraban. Terlebih lagi Luna duduk di samping Cassel. "Kak Luna dari mana? Kenapa bisa dikejar oleh dua orang tadi?" tanya Elsa menatapnya. "Aku ... aku tadinya mau pulang ke apartemen, tapi mereka ada di depan pintu apartemen, aku sangat takut dengan mereka," ujar Luna menunjukkan ekspresi sedihnya. "Apa mereka semua orang suruhan Kak Anton?" tanya Elsa lagi.Seketika Luna mengangguk. "Heem, aku tahu mereka pasti disuruh oleh Anton, siapa lagi memangnya yang ber
Beberapa menit sebelumnya...Cassel berjalan dengan kelima rekan dokternya di dalam sebuah rumah makan. Mereka baru saja membahas tentang urusan rumah sakit dan juga beberapa hal penting lainnya. Mereka berlima memilih tempat yang berada di dekat dinding kaca dan memesan makanan dan juga minuman. "Dokter Cassel memang paling cocok untuk menjadi direktur utama di rumah sakit kita, karena selain peranan penting keluarga Escalante yang bertahun-tahun menaungi perkembangan rumah sakit, di sisi lain, Dokter Cassel adalah orang yang hebat," ujar Dokter Marisa menatap Cassel dengan penuh kekaguman. "Awalnya saya masih berpikir kalau saya terlalu muda untuk hal ini," jawab Cassel. "Usia hanyalah angka, kau memang sangat hebat dan luar biasa, Cassel!" seru Dokter Fredi menepuk-nepuk pundak Cassel. Cassel hanya tersenyum saja. Namun, tiba-tiba Jonas menepuk kuat pundak kirinya. "Cassel, itu kan istrimu!" seru Jonas menunjuk ke arah toko di seberang jalan. Kedua mata Cassel menyipit, dan
Setelah dibelikan stroller baru oleh Papanya, malam ini Gissele begadang. Sampai pukul sebelas di belum tidur, anak itu masih duduk di dalam stroller-nya sambil meminum susunya dan menonton acara kartun. Elsa yang menemaninya, dia sampai mengantuk dan beberapa kali tertidur, namun kembali terbangun lagi. "Sayang, bobo yuk ... Mama sudah mengantuk, Nak," bujuk Elsa pada si kecil. "Gissele mau bobo di sini saja, Ma," jawab anak itu meringkuk di dalam stroller-nya.Hal itu membuat Elsa terkekeh. "Memangnya berani tidur di sini sendiri? Mama mau tidur di kamar," ujar sang Mama.Gissele menggeleng-gelengkan kepalanya, barulah Elsa beranjak dari duduknya dan mendorong stroller itu ke ke kanan dan ke kiri. Mondar-mandir dari ruang tamu hingga sampai ke ruang keluarga di dekat tangga, dan melewati ruangan kerja Cassel. Berkali-kali hingga kaki Elsa terasa sangat pegal. Sampai akhirnya pintu ruangan kerja Cassel terbuka, dan laki-laki itu muncul menatap istrinya yang masih bernyanyi-nyany
Hari libur saat ini membuat Cassel merasa tak bosan. Pasalnya, ia membantu Elsa membuat pesanan bouquet bunga di toko milik Elsa. Tak hanya itu, Gissele yang berada di sana pun juga tak jarang membantu Mamanya mengumpulkan bunga-bunga dengan warna yang sama. "Mama, yang warna merah habis, tinggal dua!" seru anak itu menunjukkan bunga mawar merah di tangannya. "Iya, tidak papa, Sayang. Disimpan saja di sini," ujar Elsa menepuk tempat duduk di sampingnya. Anak itu berjalan dengan riang mendekati Elsa dan Cassel. Pesanan pun telah selesai dibuat, mereka tinggal menunggu pemesan datang mengambilnya saja. "Setelah pesanannya diambil, kita ke rumah sakit, ya ... menjenguk Raccel." Cassel mengangguk. "Heem, semalam dia baru operasi. Dokter Diana menghubungiku sebelumnya, menanyakan apakah Raccel benar-benar kembaranku atau bukan, heran sekali dengan orang-orang yang bahkan kadang tidak percaya kalau aku dan Raccel memang kembar." Kekehan gemas terdengar dari bibir Elsa. "Tentu saja,
Setelah kembali menjenguk Raccel di rumah sakit, Cassel pun mengajak Elsa dan Gissele untuk makan bersama di sebuah restoran mewah. Mereka duduk bertiga di tempat yang sangat nyaman dan meja yang berada di dekat jendela, seperti yang Gissele pilihkan sejak tadi. "Tempatnya bagus, Gissele suka..." Anak perempuan bertubuh mungil itu menunjuk ke arah sebuah air terjun di depan sana. "Gissele senang diajak ke sini sama Papa?" tanya Cassel merangkul putri kecilnya. "Iya. Gissele dulu-dulu tidak pernah datang ke tempat seperti ini, Pa," jawab Gissele menunjuk-nunjuk ke depan sana. Melihat tingkah lucu Gissele yang begitu menggemaskan, anak itu sangat senang berada di sana sekarang. Sementara Elsa, gadis itu masih menggulir layar ponsel milik Cassel. Di sana, Elsa melihat hasil foto-foto bayi kembar menggemaskan Livia dan Lovia yang tadi dia potret. "Mereka sangat mirip dengan Nicholas, ya," ujar Elsa menunjukkan foto bayi itu pada suaminya. "Heem. Tapi hidungnya sangat mirip dengan
Setelah pulang dari jalan-jalan, Gissele pun langsung tertidur dengan pulas selama perjalan. Sementara Cassel dan Elsa, mereka berdua masih mengobrolkan ini dan itu hingga mereka sampai di rumah. Elsa menggendong Gissele dan membawanya naik ke lantai dua. "Aku tidurkan Gissele dulu, Cassel mau lembur lagi?" tanya Elsa menatap suaminya. "Tidak, Sayang..." Cassel mengikutinya dari belakang. Mereka berjalan masuk ke dalam kamar dan Elsa langsung membaringkan Gissele di atas ranjang. Gadis itu menatapi wajah lucu Gissele yang terlihat kelelahan. Setelah menangis karena terjatuh dari ayunan. "Itulah kenapa aku tidak mengizinkan anak kita bermain sembarangan, Cassel," ujar Elsa tiba-tiba saat Cassel duduk di sampingnya. "Tidak papa, Sayang. Dia harus bisa lebih dekat lingkungan sekitarnya," jawab Cassel santai. Elsa menyelimuti Gissele dan gadis itu bergegas mengganti pakaiannya. Sementara Cassel masih duduk meluruskan kakinya di atas ranjang sembari menemani putriny
Keesokan paginya, Elsa terbangun dengan badan yang terasa begitu lelah. Gadis itu bahkan kini hanya diam dengan mata mengerjap sembari menatap Cassel yang tertidur memeluk Gissele. Elsa tidak tahu sejak kapan Cassel membawa Elsa ke dalam kamar itu, seingatnya semalam mereka hanya tertidur berdua saja. "Mama..." Lamunan Elsa buyar saat tiba-tiba saja Gissele bangun dan anak itu meringkuk menatapnya. Elsa pun tersenyum manis menatap wajah lucu sang putri. "Iya Sayang? Kenapa sudah bangun? Kalau masih mengantuk tidur lagi saja, ini masih pagi," ujar Elsa menarik selimutnya dan memeluk Gissele. "Mama di sini saja, peluk Gissele, Ma," pinta anak itu. "Heem. Mama juga masih mengantuk sekali, Sayang," jawab Elsa menarik pelan tubuh Gissele. Elsa mengernyitkan keningnya, selain lelah, ia merasakan rasa sakit pada inti tubuhnya yang membuatnya tidak nyaman bergerak barang sedikitpun. "Hemmm ... ya ampun, aku benar-benar malas untuk beranjak kalau seperti ini caranya,"
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris