Cassel merasa tidak enak hati dan kepikiran setelah panggilannya dimatikan begitu saja oleh Elsa. Laki-laki itu menyahut kunci mobilnya di atas meja cafe, hal itu membuat Luna dan satu teman laki-lakinya langsung menatap ke arah Cassel."Loh, mau ke mana?" tanya Jonas menaikkan kedua alisnya."Ada urusan penting," jawab Cassel."Urusan apa? Tadi kan kau bilang sudah tidak ada urusan lagi," ujar Luna menahan lengan Cassel.Cassel mengabaikannya. "Tidak Lun, kau nanti pulang dengan Jonas, okay?" "Tapi Cassel—"Upaya Luna menahan Cassel pun terhenti, laki-laki itu tetap kuekeh pergi dari sana dan meninggalkan Luna bersama dengan Jonas. Sementara Cassel langsung berlari ke arah mobilnya di parkiran. Rasa tidak tenang menyerang hatinya, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. "Apa dia sudah pergi?" gumam Cassel bertanya-tanya entah pada siapa. "Sial! Kenapa jadi begini, sih?!" Laki-laki dengan balutan kemeja biru langit itu mengumpat berkali-kali menyesali apa yang telah dia la
Keesokan harinya, Elsa kembali bekerja. Gadis itu memaksa tubuhnya yang sakit untuk melanjutkan pekerjaannya. Karena kondisinya yang buruk, Elsa hanya mengantarkan beberapa bunga saja di tempat-tempat yang memesan padanya. Salah satunya di kantor milik Damien. Elsa baru saja meletakkan bouquet bunga berukuran besar di meja depan, dan berbincang sebentar dengan karyawan perusahaan itu. Sebelum dia melihat Damien masuk ke dalam kantornya tersebut. "Loh, Elsa ... sedang apa kau di sini, Nak?" tanya Damien menatapnya lekat-lekat. "Itu Om, saya mengantarkan pesanan bunga," jawab Elsa dengan wajahnya yang benar pucat dan matanya yang sayu. Kening Damien mengerut saat melihat ekspresi Elsa yang nampak sangat kelelahan. "Elsa, kau tidak papa, Nak?" tanya laki-laki itu sekali lagi. "Kenapa kau pucat sekali?" "Tidak papa kok, Om. Hanya tidak enak badan saja," jawab gadis itu. Damien mendekatinya. "Biar pulang diantar oleh ajudan Om saja, ya? Kau sangat pucat, kalau pulang berjalan kaki,
Setelah tadi Cassel dan Luna ribut di depan Elsa, kini Cassel justru merasa kepikiran dengan Elsa. Entah kenapa wajah dan senyumannya tidak selaras dengan perasaan yang sejujurnya dia rasakan. Hal ini membuat Cassel merasa bersalah pada Elsa, bagaimanapun juga Elsa adalah gadis yang akan dia nikahi beberapa hari lagi. "Padahal aku dan Luna tidak ada hubungan istimewa apapun ... tapi kenapa Luna sampai seperti itu? Apa karena aku selalu perhatian padanya? Aku sempat sejatuh cinta itu padanya..." Cassel mengusap wajahnya dan mendengus kesal. Laki-laki itu duduk bersandar dan mendongakkan kepalanya dengan kedua mata terpejam di dalam ruangan tunggu operasi. Sampai ia mendengar pintu ruangannya terketuk. Di sana, muncul Jonas yang berdiri di ambang pintu. Cassel menatapnya dengan kedua alis terangkat. "Kekasihmu memarahi adiknya," ujar Jonas dengan wajah lelah. Cassel langsung memasang wajah serius. "Apa maksudmu?" "Di depan ruanganmu, ramai sekali. Luna ternyata tidak sebaik yang
Kondisi Elsa sudah lebih baik hari ini. Gadis itu juga sudah boleh pulang, ditemani oleh Jonas yang baru saja melepaskan infusnya, Elsa berjalan keluar dari dalam kamar rawat inapnya seorang diri. Jonas memperhatikan gadis cantik itu. "Kepalamu masih pusing? Kenapa langkahmu terlihat berat begitu?" tanya Jonas memegangi pundak Elsa. "Sedikit, seperti berputar-putar," ujar Elsa. "Astaga ... kau ini kenapa ngotot meminta pulang?" Jonas merangkulnya dan meminta Elsa duduk. Setelah Elsa duduk, Jonas menatapnya lekat-lekat. Tensi darah Elsa sangat rendah, pantaslah dia seperti ini. Namun Jonas sudah memberikan obat yang bisa Elsa minum setiap harinya. "El, aku antarkan kau pulang ya ... jangan pulang dalam keadaan seperti ini," bujuk Jonas. "Aku bisa pulang naik taksi, dok." Elsa memegang tasnya. "Tapi kepalamu masih pusing, kan? Ayo ... aku antarkan saja," bujuk Jonas, dia merasa kasihan pada Elsa. Mau tidak mau, Elsa beranjak dari duduknya saat itu juga. Mereka berjalan berdua
Hari ini Cassel dan Elsa pergi bersama untuk memilih baju pengantin. Sepanjang perjalanan, Elsa hanya diam dan mereka tidak membuka percakapan apapun.Cassel sendiri merasa canggung, entah apa yang terjadi pada dirinya hingga mati gaya saat bersama Elsa. Namun tiba-tiba Elsa menatap Cassel. "Emm ... Cassel, setelah acara memilih baju nanti, apa kau ada waktu sebentar?" tanya Elsa menatap calon suaminya itu. "Ada, kenapa?" tanya Cassel."Itu, aku ingin berbincang berdua saja denganmu, apa boleh?" wajah Elsa terlihat ragu-ragu. Cassel pun mengangguk. "Boleh. Tentukan saja tempat yang kau sukai," ujar Cassel."Heem, iya..." Elsa tersenyum manis, gadis itu menatap ke arah luar sebelum dia kembali menatap Cassel. "Pasti kau sengaja meluangkan waktu untuk cuti satu hari ini, ya?" tanya gadis itu tiba-tiba. "Apa kau punya acara lain, selain pergi denganku saat ini?" Cassel menoleh dan dia ikut tersenyum begitu Elsa menanyakan hal yang bersifat pribadi untuk Cassel."Tidak ada. Rencana
Setelah kembali dari membeli beberapa bahan kue. Cassel dan Elsa kembali ke toko bunga, untuk sementara Elsa menutup tokonya hari ini. Mereka berdua pun langsung ke belakang membawa beberapa belanjaannya. Untuk kali pertama Cassel melihat seisi rumah Elsa yang didominasi warna putih dan merah muda. "Ditaruh di sini saja, Cassel. Biar aku siapkan bahan-bahan lainnya dulu ya," ujar gadis itu membuka sebuah lemari. "Kau bisa duduk dan beristirahat saja, sambil menunggu aku membuat kuenya." "Oh, tidak. Aku ingin membantumu," jawab Cassel. Elsa mengerjapkan kedua matanya ragu-ragu, namun pada akhirnya gadis itu tersenyum dan mengangguk setuju. "Baiklah." Setelah itu, Elsa langsung bersiap membuat kue dan Cassel berdiri di sampingnya. Sesekali Elsa bertanya ini dan itu pada Cassel. Meskipun nanti mereka menikah tanpa ada cinta dan kasih sayang di dalamnya, namun Elsa sangat ingin dekat dengan Cassel, setidaknya sebagai teman atau seseorang yang bisa dia lihat dan dia ajak bicara sepe
"Tidak boleh pulang, Gissele mau ikut Ayah..! Tidak boleh pergi, huwaa ... Gissele mau ikut Ayah!" Teriakan penuh tangisan dari anak perempuan berusia tiga setengah tahun itu terdengar sangat keras. Sekeras apapun, Gissele tidak mau memanggil Cassel dengan panggilan Kakak, dia memanggilnya Ayah, karena laki-laki yang pertama kali menggendongnya adalah Cassel, hingga anak itu menganggap Cassel sebagai Ayahnya. Gissele menangis saat Cassel dan Elsa berpamitan pulang, semua anak-anak di sana memasang wajah sedih. Terutama Gissele, entah kenapa Cassel menjadi tidak tega dengan tangisan anak itu. "Ayahhh...!" teriak anak itu. Gissele melorot dari gendongan pengasuhnya, anak itu berlari ke arah Cassel yang hendak masuk ke dalam mobil. Dia memeluk kaki Cassel dengan sangat erat masih dengan tangisannya yang meraung-raung. "Huwaa ... Ayah jangan pulang, tidak boleh! Gissele mau ikut!" seru anak itu mengulurkan tangannya tangannya. "Gissele, Kakak mau pulang, Nak. Besok Kakak ke sini la
Cassel dan Elsa sampai di panti asuhan lebih dulu. Mereka berdua ditunggu di teras depan oleh Gissele yang masih menangis, anak kecil itu berdiri memegangi pagar teras dengan wajahnya yang sembab. Begitu Elsa dan Cassel keluar dari dalam mobil, Gissele langsung mengeraskan suara tangisannya. Dia berlari mendekati Cassel dan mengulurkan tangannya. "Aaaa ... kenapa Gissele ditinggal, Ayah?!" pekik anak itu menangis. "Ya ampun, Gissele..." Elsa mengusap punggung kecil anak itu. Hingga tak lama kemudian mobil berwarna hitam milik Damien dan Dalena tiba di sana. Madame Felicia dan Lilia menatap ke arah mereka berdua. Untuk kali pertama mereka melihat secara langsung sosok Tuan Damien Escalante, seorang dermawan yang memberikan bantuan pembangunan panti asuhan ini. "Selamat malam, Tuan dan Nyonya," sapa mereka menundukkan kepalanya memberi hormat. "Selamat malam juga," balas Dalena tersenyum, begitu pun Damien. Dalena menoleh pada Cassel dan Elsa bersama dengan anak kecil perempuan
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris