Setelah kembali dari membeli beberapa bahan kue. Cassel dan Elsa kembali ke toko bunga, untuk sementara Elsa menutup tokonya hari ini. Mereka berdua pun langsung ke belakang membawa beberapa belanjaannya. Untuk kali pertama Cassel melihat seisi rumah Elsa yang didominasi warna putih dan merah muda. "Ditaruh di sini saja, Cassel. Biar aku siapkan bahan-bahan lainnya dulu ya," ujar gadis itu membuka sebuah lemari. "Kau bisa duduk dan beristirahat saja, sambil menunggu aku membuat kuenya." "Oh, tidak. Aku ingin membantumu," jawab Cassel. Elsa mengerjapkan kedua matanya ragu-ragu, namun pada akhirnya gadis itu tersenyum dan mengangguk setuju. "Baiklah." Setelah itu, Elsa langsung bersiap membuat kue dan Cassel berdiri di sampingnya. Sesekali Elsa bertanya ini dan itu pada Cassel. Meskipun nanti mereka menikah tanpa ada cinta dan kasih sayang di dalamnya, namun Elsa sangat ingin dekat dengan Cassel, setidaknya sebagai teman atau seseorang yang bisa dia lihat dan dia ajak bicara sepe
"Tidak boleh pulang, Gissele mau ikut Ayah..! Tidak boleh pergi, huwaa ... Gissele mau ikut Ayah!" Teriakan penuh tangisan dari anak perempuan berusia tiga setengah tahun itu terdengar sangat keras. Sekeras apapun, Gissele tidak mau memanggil Cassel dengan panggilan Kakak, dia memanggilnya Ayah, karena laki-laki yang pertama kali menggendongnya adalah Cassel, hingga anak itu menganggap Cassel sebagai Ayahnya. Gissele menangis saat Cassel dan Elsa berpamitan pulang, semua anak-anak di sana memasang wajah sedih. Terutama Gissele, entah kenapa Cassel menjadi tidak tega dengan tangisan anak itu. "Ayahhh...!" teriak anak itu. Gissele melorot dari gendongan pengasuhnya, anak itu berlari ke arah Cassel yang hendak masuk ke dalam mobil. Dia memeluk kaki Cassel dengan sangat erat masih dengan tangisannya yang meraung-raung. "Huwaa ... Ayah jangan pulang, tidak boleh! Gissele mau ikut!" seru anak itu mengulurkan tangannya tangannya. "Gissele, Kakak mau pulang, Nak. Besok Kakak ke sini la
Cassel dan Elsa sampai di panti asuhan lebih dulu. Mereka berdua ditunggu di teras depan oleh Gissele yang masih menangis, anak kecil itu berdiri memegangi pagar teras dengan wajahnya yang sembab. Begitu Elsa dan Cassel keluar dari dalam mobil, Gissele langsung mengeraskan suara tangisannya. Dia berlari mendekati Cassel dan mengulurkan tangannya. "Aaaa ... kenapa Gissele ditinggal, Ayah?!" pekik anak itu menangis. "Ya ampun, Gissele..." Elsa mengusap punggung kecil anak itu. Hingga tak lama kemudian mobil berwarna hitam milik Damien dan Dalena tiba di sana. Madame Felicia dan Lilia menatap ke arah mereka berdua. Untuk kali pertama mereka melihat secara langsung sosok Tuan Damien Escalante, seorang dermawan yang memberikan bantuan pembangunan panti asuhan ini. "Selamat malam, Tuan dan Nyonya," sapa mereka menundukkan kepalanya memberi hormat. "Selamat malam juga," balas Dalena tersenyum, begitu pun Damien. Dalena menoleh pada Cassel dan Elsa bersama dengan anak kecil perempuan
Cassel membawa Elsa pulang ke rumahnya. Mereka juga datang bersama Gissele yang kini nampak takut. Saat Elsa mengajaknya masuk, anak perempuan bertubuh mungil dan kecil itu mendongak menatap seisi rumah Damien yang megah seperti istana. "Gissele suka rumahnya?" tanya Cassel menatap putri kecilnya. "Suka. Seperti rumahnya Princess di TV, Papa..." Anak itu langsung meminta turun. Di sana, Gissele melihat Dalena dan Damien menyambutnya. "Oma ... Opa!" pekik anak itu berlari ke arahnya. Damien menatap lekat pada Cassel yang tertawa pelan. Tentu saja Cassel yang mengajarinya memanggil dengan sebutan itu. Namun kenyataannya, Damien tidak marah. Dia malah menggendong Gissele dan mengecupi pipi anak kecil yang kini menjadi cucunya. "Sepertinya kita perlu pamer pada Raccel, biar besok pagi dia kehebohan!" seru Cassel. Laki-laki itu duduk di sofa mengambil ponselnya. "Sayang, sini..." Cassel melambaikan tangannya pada Gissele. Anak itu mendekatinya, sementara Elsa masih ke belakang m
"Gissele bisa kalian tinggal di sini kalau kalian ada urusan. Dia juga tidak rewel kok, sama Mommy..." Dalena menatap Cassel dan Elsa, mereka hendak pergi ke tempat kerja masing-masing. Elsa harus membuka tokonya, dan Cassel juga harus ke rumah sakit. "Tidak papa Mom, biar Gissele dengan Elsa saja. Mommy pasti lelah nanti, Gissele sangat aktif sekali," ujar Elsa, gadis itu tidak mau merepotkan Dalena sedikitpun. Dalena menghela napasnya pelan. "Sudah Nak, nanti kau tidak fokus bekerja," ujar wanita itu. Mendengar Dalena yang begitu keras membujuk Elsa, akhirnya Cassel menoleh. "Biarkan saja Gissele dengan Mama, di sini juga ada Raccel. Tidak papa, jangan khawatir," ujar Cassel mengusap pundak Elsa. "Heem, baiklah kalau begitu." Elsa menatap putri kecilnya, gadis itu melambaikan tangannya pada Gissele yang kini digendong oleh Dalena."Mama sama Papa pergi dulu ya, Sayang ... nanti ke sini lagi, Gissele di rumah dengan Oma," ujar Cassel mengusap lembut pucuk kepala Gissele. "Iya
Sore ini Elsa menutup toko dengan bunga dengan cepat. Elsa ingin bergegas pulang dan bertemu dengan Gissele. Entah kenapa, ada rasa semangat tersendiri dalam dirinya saat dia mengingat tentang Gissele dan Cassel. "Oh ya ampun, toko hari ini ramai sekali ... aku sampai kuwalahan," ucap lirih Elsa sembari mengusap wajahnya pelan. Gadis itu menengok ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore. "Cassel pasti sebentar lagi akan tiba," ujar Elsa lagi. Segera gadis itu bersiap keluar dari dalam toko dan sekalian menguncinya. Elsa membawa tas besarnya, dan beberapa box di dalam paper, berisi kue-kue untuk anak cantiknya. Sambil menunggu Cassel, kini Elsa duduk diam di sebuah bangku yang berada di depan tokonya. Gadis itu membuat beberapa kerajinan origami kupu-kupu dari sebuah kertas mengkilat warna-warni. "Elsa..." Suara Cassel membuat Elsa tersentak pelan. Gadis cantik itu mengangkat wajahnya dan dia langsung berdiri sambil memasukkan beberapa barang-barangnya ke dalam
Pernikahan yang beberapa hari ini menjadi sumber kegelisahan Elsa pun benar-benar terjadi dan terlaksana. Seperti yang pernah mereka minta pada kedua orang tua mereka, kalau pernikahan itu tidak diadakan di sebuah gedung megah dan pesta besar-besaran. Hanya pernikahan kecil yang dilaksanakan di waktu yang sangat singkat. "Sekarang kalian sudah menikah, kalian yakin tidak mau menggelar pesta?" tanya Dalena pada Cassel dan Elsa."Iya Nak, menikah itu sekali seumur hidup. Kami tidak mau kalian menyesal di kemudian hari karena tidak ada perayaan pernikahan?" Vania mencekal lengan Elsa dan menatap putrinya. Gadis itu menggelengkan kepalanya, bahkan gaun pernikahan mewah hanya dipakai untuk satu setengah jam saja, saat mereka berfoto-foto dan acara inti, setelah acara selesai, mereka langsung pulang dan Elsa mengganti pakaiannya dengan baju biasa. "Tidak perlu Ma, seperti ini saja Elsa sudah senang kok," jawab Elsa tersenyum tipis. Mereka pun kini berada di kediaman Damien. Di sana, Te
Hari sudah malam, Cassel kini tengah duduk di ruang keluarga bersama laptop di pangkuannya. Laki-laki itu memperhatikan istrinya yang tengah duduk berdua bersama putri kecil mereka dia ruang tengah. "Mama ... besok Gissele mau ikut Mama kerja, boleh?" pinta anak itu. "Iya, tentu saja. Memangnya kalau Gissele di rumah, Gissele mau diasuh sama Bibi?" tanya Elsa sembari memangku sang putri. "Emmm ... tidak mau, Gissele mau ikut Mama saja!" seru anak itu memegangi tangan sang Mama. Elsa terkekeh gemas. Lalu Gissele menoleh pada sang Papa yang sibuk dengan pekerjaannya. Anak manis itu berdiri di atas sofa. "Apa Papa juga bekerja, Ma?" "Heem. Kalau Papa tidak bekerja, nanti siapa yang beli susu buat Gissele?" "Oh iya! Gissele kan suka minum susu cokelat," ujar anak itu bertepuk-tepuk tangan dan wajahnya begitu cerah ceria. Mendengar ocehan mereka, tiba-tiba ada rasa senang tersendiri di hati Cassel. Laki-laki itu lantas menutup laptopnya, ia beranjak dari duduknya cepat dan melangk