"Halo, Kak Nicho ... siang ini tidak usah menjemput Raccel ya, Raccel masih mau ke toko buku bersama Camila." Raccel berbicara pada Nicholas dari balik ponselnya. Gadis itu berpamitan agar Nicholas tidak menjemputnya lebih dulu. "Bagaimana, Raccel?" tanya Camila menatapnya. "Boleh ... dia tidak akan marah kalau aku sudah meminta izin," jawab Raccel tersenyum. "Syukurlah kalau begitu, ayo..." Camila menggandeng tangan Raccel dan mereka berdua berjalan menuju ke sebuah toko buku. Raccel ingin membeli buku-buku sejarah dan banyak lagi. Raccel juga membeli banyak buku yang menceritakan tentang sejarah para komposer musik di tahun-tahun yang sangat lalu. Begitu sampai di toko buku, Raccel berjalan mencari-cari. Gadis itu tersentak kaget saat pundaknya ditepuk dari belakang oleh seseorang. "Ehh ... ya ampun, Revvan!" pekik Raccel dan ia segera membekam mulutnya karena di tempat itu tidak boleh berisik. Revvan pun hanya terkekeh dengan tingkah Raccel yang lucu. "Kau di sini juga? K
Kedatangan Nicholas yang secara tiba-tiba membuat Raccel kaget dengan adanya laki-laki itu yang bisa mengetahui dirinya berada di sebuah cafe tersebut. Raccel mengerjapkan kedua matanya begitu Nicholas bergeser dan kini menjadi berdiri menjulang di sampingnya. "Kak ... Kak Nicho, sejak kapan di sini, dan—""Sejak kau bersama Revvan," jawab Nicholas dengan wajah datar. Raccel mengembuskan napasnya pelan. "Revvan baru saja pergi, dia ada jam kampus siang ini. Tadi awalnya dengan Camila, dan tidak sengaja bertemu dengan Revvan di toko buku. Terus Camila pulang karena Neneknya sakit." "Kenapa tidak langsung pulang? Paling tidak kau bisa menghubungiku lagi," seru Nicholas.Raccel menatap laki-laki itu, sorot matanya menunjukkan kekesalan dan kemarahan yang begitu jelas. Mungkin dia tidak akan menerima kata maaf yang Raccel ucapkan kali ini. Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?Helaan napas panjang terdengar dari bibir Nicholas saat itu juga. Dia langsung menarik lengan Raccel. "Bang
Keesokan paginya, Raccel bersiap untuk pergi ke kampus. Gadis cantik itu berjalan menuruni anak tangga dan ia gegas menuju ke ruang makan. Di sana, sudah ada kedua orang tuanya dan juga Cassel yang terlihat menatapnya. Raccel pun langsung duduk di samping Cassel. "Pagi Sayang," sapa Dalena tersenyum pada Raccel. "Pagi Mommy..." Raccel tersenyum lebar menatap sang Mama. Dalena meletakkan segelas susu di hadapan Raccel dan gadis itu langsung meminumnya. "Pernikahanmu dengan Nicho akan dilakukan bulan depan di awal bulan, Raccel," ujar Damien tiba-tiba. Mendengar hal itu, Raccel yang hendak makan pun langsung urung. Gadis itu menatap sang Papa dengan tatapan penuh keterkejutan. "Hah...? Bu-bulan dengan, Dad?" tanya Raccel masih sangat kebingungan. "Heem. Kenapa, Sayang?" Dalena mengangguk. "Apa itu tidak terlalu cepat? Kenapa tiba-tiba mendadak menjadi bulan depan? Itu kan kurang beberapa hari lagi, Dad..." Raccel menatap Mommy dan Daddy-nya dengan tatapan gelisah."Memangnya k
Nicholas mengajak Raccel untuk ikut dengannya melihat-lihat rumah baru yang Nicholas belikan untuknya. Saat mereka turun dari dalam mobil, Raccel disambut oleh pemandangan rumah megah yang indah, dengan lantai dua dan pemandangan taman yang luar biasa. "Selamat datang..." Nicholas menatap Raccel dan merangkul pundaknya. "Waahh ... bagus sekali," ucap Raccel menatap hingga ke atas sana. Gadis itu terdiam sejenak, rasanya seperti Dejavu saat melihat rumah megah di hadapannya ini membuat Raccel mengingat rumah Nenek dan Kakeknya, saat dia masih kecil dulu. "Ayo masuk," ajak Nicholas mengulurkan tangannya pada Raccel. Mereka berdua pun berjalan masuk ke dalam rumah itu. Raccel memperhatikan tiap-tiap ruangan yang didominasi dengan warna cream, guci-guci besar, vas bunga yang cantik, dan beberapa lukisan berukuran besar yang terpajang di dinding.Mereka berjalan naik ke lantai dua. Raccel masih diam menatap kagum seisi rumah itu, barang hiasannya didominasi dengan warna emas. "Wahh
Beberapa hari berlalu cepat, Raccel hari Raccel berada di sekolah akademi musik yang sudah satu bulan ini dia ikuti. Sejak kemarin, dia melakukan pelatihan musik yang cukup ketat dan sangat bekerja keras, karena besok malam ia harus tampil dalam opera musik bersama dengan beberapa rekannya. "Aku sangat menyukai permainan musik biolamu, Raccel," ujar salah satu pemain piano. Seorang laki-laki yang sudah setengah baya. Raccel tersenyum manis. "Terima kasih, Tuan Meison. Saya juga sangat menyukai saat Tuan bermain piano," ujar Raccel saat mereka berjalan keluar dari dalam kelas. "Dulu saya sering melihat Tuan bermain piano di acara-acara televisi." "Oh ya?" Laki-laki itu menatapnya dan tersenyum. "Ya, saya sering menontonnya di hari minggu." Laki-laki tua itu tertawa, hingga akhirnya mereka pun telah tiba di depan gedung sekolah musik tersebut. Tuan Meison menatap Raccel. "Kau pulang dengan siapa? Ini sudah malam? Apa mau pulang bersamaku dan Anakku, Teisa?" tanya laki-laki tua it
Keesokan paginya, saat Raccel membuka kedua matanya, gadis itu menyadari dirinya berada dalam sebuah pelukan yang hangat dan erat. Raccel merasakan lilitan lengan kekar milik Nicholas yang begitu posesif memeluknya. Raccel menatapi wajah laki-laki itu tanpa bosan. 'Dalam keadaan tidur seperti ini, dia terlihat sangat tampan, menawan, dan aura dewasanya yang terlihat ... harusnya aku beruntung sekali bisa menjadi pasangannya, kan?' batin Raccel masih diam menatapi Nicholas. Gadis itu mengulurkan tangannya, Raccel mengusap pipi milik Nicholas dengan ibu jarinya. 'Wajah tampan ini yang mulai bulan depan aku lihat tiap kali aku bangun tidur.' Raccel tersenyum manis. 'Aku tidak sabar untuk hal itu...' Raccel mengela napasnya pelan, ia menangkup kedua pipi Nicholas dan mengecupnya singkat sebelum Raccel beranjak melepaskan pelukan erat Nicholas. Gadis itu menyibak selimutnya dan ia selimutkan pada tubuh Nicholas. Raccel lantas berjalan ke kamar mandi, dia hanya mencuci wajahnya sebelu
Setelah sarapan dan bersiap, Raccel yang sudah merapikan pakaian hendak pergi ke kampus, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Gadis cantik itu kembali meletakkan tasnya di atas ranjang dan dia duduk di sana. "Halo ... oh, jadi meskipun kita tidak ke kampus dulu tidak papa, ya? Persiapan untuk nanti malam?" tanya Raccel pada seseorang yang menghubunginya tersebut. "Baiklah, Madam Antoinette ... terima kasih banyak. Sampai bertemu nanti malam," ucap Raccel sebelum panggilan itu berakhir. Raccel menghela napasnya panjang, gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Sedangkan Nicholas masih berada di dalam kamar mandi. "Kak..!" pekik Raccel memanggil Nicholas. "Iya Sayang, ada apa?!" balas Nicholas dari balik pintu kamar mandi yang tertutup."Raccel libur ke kampus, tidak papa tidak masuk sehari ini kata Madam Antoinette, supaya malam nanti tidak nervous!" seru Raccel. Tidak ada jawaban dari dalam sana, Raccel pun diam dan kembali berbaring di atas ranjang. Dia meraih ponsel mili
Petang ini Nicholas mengantarkan Raccel ke tempat gedung opera di mana ia akan tampil beberapa menit lagi. Bahkan laki-laki itu juga menemani Raccel saat gadisnya itu berlatih. Raccel menjadi paling muda di sana, di antara para para pemain musik klasik yang sudah berumur, bahkan sudah ada yang berambut putih dan tua. Permainan biola yang Raccel mainkan sangat memukau, padahal itu masih latihan, namun membuat Nicholas merinding saat begitu Raccel memainkan penuh penghayatan. Nicholas tersenyum. 'Dia jauh lebih hebat dariku ... padahal dari aku memandang Raccel, dia hanya gadis manja yang selalu bergantung pada Mama dan Papanya, tapi setelah aku melihatnya sekarang, dia adalah gadis hebat yang berbakat.'Setelah selesai satu kali berlatih, Raccel kini membawa biolanya. Dia berjalan dengan balutan dress panjang berwarna biru muda, rambut panjangnya digerai dengan hiasan bando mutiara dan make up natural yang menambah kecantikannya. "Kakak nanti tunggu di depan ya ... Raccel punya sat