Hari sudah malam, Raccel berada di dalam kamarnya. Gadis itu menatap ke arah lantai satu di mana Nicholas berada di sana menjadi salah satu tamu penting di antara para rekan bisnis Damien. Senyum Raccel mengembang saat Nicholas tanpa sengaja menoleh ke arahnya di atas sana. 'Kak Nicho paling muda sendiri, hebat sekali dia,' batin Raccel masih setia menatap Nicholas sembari senyam-senyum sendiri."Heh ... ngapain senyam-senyum sendiri di sini?" tanya Cassel mendekati sang adik. Raccel mendongakkan kepalanya menatap Cassel yang kini di belakangnya sembari menenteng jas putihnya. "Siapa sih yang senyum-senyum sendiri, Raccel senyum sama Kak Nicho," ujar gadis itu menunjuk ke arah pemuda di bawah sana. Cassel berdecak pelan, ia mengusap pucuk kepala Raccel. "Raccel, kau sudah besar. Hati-hati saat kau dengan Nicholas sekalipun dia kekasihmu sendiri," ujar Cassel. "Hem, kenapa Kak?" tanya gadis itu. Cassel yang duduk di sofa, pemuda itu menatap sang adik. "Sore tadi Kakak ada pasi
Setelah Damien mengatakan pada Nicholas untuk menikahi Raccel, kalau bisa dalam waktu dekat. Nicholas malam ini melamun di balkon kamar hotelnya di tengah-tengah kota Athena, Yunani. Bahkan saat meeting siang tadi, Nicholas sangat tidak fokus sama sekali. Bukannya tidak mau, Nicholas justru merasa senang dirinya mendapatkan restu lebih awal dari Damien. Hanya saja, Nicholas harus menemukan momen yang tepat untuk membicarakan ini pada Mama dan Papanya. "Papa pasti merasa terburu-buru untuk bila aku mengatakan ini padanya." Nicholas menenggak minuman di gelasnya dan mengembuskan napasnya panjang. Pemuda itu mengusap wajahnya pelan. "Tapi apa yang Om Damien katakan menang benar ... tidak selamanya aku hanya bisa berpacaran dan hanya saling tatap, genggaman tangan saja dengan Raccel. Bagaimana kalau aku kehilangan kendali?" Nicholas menyergah napasnya pelan. Ia merasa sangat pusing kali ini, sampai akhirnya ponselnya pun berdering. Nampak nama Raccel yang terpampang di layar ponsel
Hari ini Nicholas pulang dari Yunani bersama dengan Damien. Pemuda itu berpamitan kalau dia langsung pulang ke rumah kedua orang tuanya. "Kau tidak mau mampir dulu, Cho?" tanya Damien menatap kekasih putrinya tersebut. "Tidak Om. Aku mau langsung ke rumah Papa," jawab Nicholas masuk ke dalam mobilnya. "Baiklah kalau begitu. Om doakan yang terbaik, Cho! Kalau tidak direstui, jangan nekat, ya..." Damien tertawa sambil meledeknya. Mendengar hal itu, Nicholas hanya tertawa hingga Damien menepuk-nepuk pundak Nicholas. Pemuda itu memutuskan untuk pergi pulang seketika. Dan Damien bergegas masuk ke dalam rumah. Begitu Damien masuk ke dalam rumah, seseorang yang pertama kali menyambutnya saat ini adalah Raccel. Gadis itu berdiri di ujung bawah anak tangga bersama Mamanya. "Daddy..." Raccel mendekati sang Kakak dan memeluknya. "Heemm ... anak Daddy yang satu ini memang tidak berubah sama sekali," ujar Damien sambil memeluk Raccel dengan erat. "Dad, di mana Kak Nicho?" tanya gadis itu
Keesokan harinya, Raccel dan Nicholas sungguh-sungguh pergi berlibur dan hanya berdua saja. Nicholas mengajak Raccel pergi ke sebuah pantai. Keindahan tempat itu membuat Raccel berseri-seri karena terlalu kesenangannya. "Wahhh ... ternyata kalau aslinya seindah ini, ya?" tanya gadis itu berdiri di atas pasir putih dan menatap lautan biru yang amat luas dan indah. "Tentu saja. Jangan bermain air sampai ke tengah sana, Sayang." Nicholas mencekal lembut pergelangan tangan Raccel. "Iya Kak. Tenang saja..." Raccel menikmati momen ini, gadis itu bermain air sampai puas, mengambil gambar sebanyak-banyaknya sebelum mereka duduk di tepian pantai. Nicholas membelikan minuman manis untuk Raccel dan keduanya menikmati momen indah tersebut. "Setelah kita menikah nanti, apa akan banyak momen yang akan kita nikmati?" tanya Raccel menatap Nicholas. "Tentu saja. Setiap hari libur kita jalan-jalan, bagaimana?" tawar Nicholas. Raccel menganggukkan kepalanya dan gadis itu lang
Nicholas mengantarkan Raccel pukul sembilan malam. Pemuda itu mengantarkannya tepat sampai di depan rumah. Tapi Nicholas hanya menghentikan mobilnya saja tanpa ada niatan untuk mampir. "Kak Nicho tidak ikut mampir ke rumah?" tanya Raccel pada kekasihnya tersebut. "Tidak. Aku langsung kembali ke apartemen lagi ... segeralah masuk dan istirahat. Besok pagi aku antarkan ke kampus," ujar Nicholas mengusap pucuk kepala Raccel dengan lembut. "Iya Kak. Hati-hati di jalan," ucap Raccel melambaikan tangannya. Nicholas segera masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Raccel. Setelah mobil milik Nicholas pergi, barulah Raccel berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah. Gadis melangkah ke dalam rumahnya. Di sana hanya ada Cassel yang duduk di sofa ruang tamu sendirian. "Kakak ... Mommy dan Daddy ke mana?" tanya gadis itu. "Mereka sedang ada acara penting. Di rumah saja dengan Kakak. Itu, tadi Kakak belikan camilan kentang goreng kesukaanmu." Raccel mengambil makanan itu dan memakannya sebe
"Halo, Kak Nicho ... siang ini tidak usah menjemput Raccel ya, Raccel masih mau ke toko buku bersama Camila." Raccel berbicara pada Nicholas dari balik ponselnya. Gadis itu berpamitan agar Nicholas tidak menjemputnya lebih dulu. "Bagaimana, Raccel?" tanya Camila menatapnya. "Boleh ... dia tidak akan marah kalau aku sudah meminta izin," jawab Raccel tersenyum. "Syukurlah kalau begitu, ayo..." Camila menggandeng tangan Raccel dan mereka berdua berjalan menuju ke sebuah toko buku. Raccel ingin membeli buku-buku sejarah dan banyak lagi. Raccel juga membeli banyak buku yang menceritakan tentang sejarah para komposer musik di tahun-tahun yang sangat lalu. Begitu sampai di toko buku, Raccel berjalan mencari-cari. Gadis itu tersentak kaget saat pundaknya ditepuk dari belakang oleh seseorang. "Ehh ... ya ampun, Revvan!" pekik Raccel dan ia segera membekam mulutnya karena di tempat itu tidak boleh berisik. Revvan pun hanya terkekeh dengan tingkah Raccel yang lucu. "Kau di sini juga? K
Kedatangan Nicholas yang secara tiba-tiba membuat Raccel kaget dengan adanya laki-laki itu yang bisa mengetahui dirinya berada di sebuah cafe tersebut. Raccel mengerjapkan kedua matanya begitu Nicholas bergeser dan kini menjadi berdiri menjulang di sampingnya. "Kak ... Kak Nicho, sejak kapan di sini, dan—""Sejak kau bersama Revvan," jawab Nicholas dengan wajah datar. Raccel mengembuskan napasnya pelan. "Revvan baru saja pergi, dia ada jam kampus siang ini. Tadi awalnya dengan Camila, dan tidak sengaja bertemu dengan Revvan di toko buku. Terus Camila pulang karena Neneknya sakit." "Kenapa tidak langsung pulang? Paling tidak kau bisa menghubungiku lagi," seru Nicholas.Raccel menatap laki-laki itu, sorot matanya menunjukkan kekesalan dan kemarahan yang begitu jelas. Mungkin dia tidak akan menerima kata maaf yang Raccel ucapkan kali ini. Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?Helaan napas panjang terdengar dari bibir Nicholas saat itu juga. Dia langsung menarik lengan Raccel. "Bang
Keesokan paginya, Raccel bersiap untuk pergi ke kampus. Gadis cantik itu berjalan menuruni anak tangga dan ia gegas menuju ke ruang makan. Di sana, sudah ada kedua orang tuanya dan juga Cassel yang terlihat menatapnya. Raccel pun langsung duduk di samping Cassel. "Pagi Sayang," sapa Dalena tersenyum pada Raccel. "Pagi Mommy..." Raccel tersenyum lebar menatap sang Mama. Dalena meletakkan segelas susu di hadapan Raccel dan gadis itu langsung meminumnya. "Pernikahanmu dengan Nicho akan dilakukan bulan depan di awal bulan, Raccel," ujar Damien tiba-tiba. Mendengar hal itu, Raccel yang hendak makan pun langsung urung. Gadis itu menatap sang Papa dengan tatapan penuh keterkejutan. "Hah...? Bu-bulan dengan, Dad?" tanya Raccel masih sangat kebingungan. "Heem. Kenapa, Sayang?" Dalena mengangguk. "Apa itu tidak terlalu cepat? Kenapa tiba-tiba mendadak menjadi bulan depan? Itu kan kurang beberapa hari lagi, Dad..." Raccel menatap Mommy dan Daddy-nya dengan tatapan gelisah."Memangnya k