Hari ini Nicholas pulang dari Yunani bersama dengan Damien. Pemuda itu berpamitan kalau dia langsung pulang ke rumah kedua orang tuanya. "Kau tidak mau mampir dulu, Cho?" tanya Damien menatap kekasih putrinya tersebut. "Tidak Om. Aku mau langsung ke rumah Papa," jawab Nicholas masuk ke dalam mobilnya. "Baiklah kalau begitu. Om doakan yang terbaik, Cho! Kalau tidak direstui, jangan nekat, ya..." Damien tertawa sambil meledeknya. Mendengar hal itu, Nicholas hanya tertawa hingga Damien menepuk-nepuk pundak Nicholas. Pemuda itu memutuskan untuk pergi pulang seketika. Dan Damien bergegas masuk ke dalam rumah. Begitu Damien masuk ke dalam rumah, seseorang yang pertama kali menyambutnya saat ini adalah Raccel. Gadis itu berdiri di ujung bawah anak tangga bersama Mamanya. "Daddy..." Raccel mendekati sang Kakak dan memeluknya. "Heemm ... anak Daddy yang satu ini memang tidak berubah sama sekali," ujar Damien sambil memeluk Raccel dengan erat. "Dad, di mana Kak Nicho?" tanya gadis itu
Keesokan harinya, Raccel dan Nicholas sungguh-sungguh pergi berlibur dan hanya berdua saja. Nicholas mengajak Raccel pergi ke sebuah pantai. Keindahan tempat itu membuat Raccel berseri-seri karena terlalu kesenangannya. "Wahhh ... ternyata kalau aslinya seindah ini, ya?" tanya gadis itu berdiri di atas pasir putih dan menatap lautan biru yang amat luas dan indah. "Tentu saja. Jangan bermain air sampai ke tengah sana, Sayang." Nicholas mencekal lembut pergelangan tangan Raccel. "Iya Kak. Tenang saja..." Raccel menikmati momen ini, gadis itu bermain air sampai puas, mengambil gambar sebanyak-banyaknya sebelum mereka duduk di tepian pantai. Nicholas membelikan minuman manis untuk Raccel dan keduanya menikmati momen indah tersebut. "Setelah kita menikah nanti, apa akan banyak momen yang akan kita nikmati?" tanya Raccel menatap Nicholas. "Tentu saja. Setiap hari libur kita jalan-jalan, bagaimana?" tawar Nicholas. Raccel menganggukkan kepalanya dan gadis itu lang
Nicholas mengantarkan Raccel pukul sembilan malam. Pemuda itu mengantarkannya tepat sampai di depan rumah. Tapi Nicholas hanya menghentikan mobilnya saja tanpa ada niatan untuk mampir. "Kak Nicho tidak ikut mampir ke rumah?" tanya Raccel pada kekasihnya tersebut. "Tidak. Aku langsung kembali ke apartemen lagi ... segeralah masuk dan istirahat. Besok pagi aku antarkan ke kampus," ujar Nicholas mengusap pucuk kepala Raccel dengan lembut. "Iya Kak. Hati-hati di jalan," ucap Raccel melambaikan tangannya. Nicholas segera masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Raccel. Setelah mobil milik Nicholas pergi, barulah Raccel berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah. Gadis melangkah ke dalam rumahnya. Di sana hanya ada Cassel yang duduk di sofa ruang tamu sendirian. "Kakak ... Mommy dan Daddy ke mana?" tanya gadis itu. "Mereka sedang ada acara penting. Di rumah saja dengan Kakak. Itu, tadi Kakak belikan camilan kentang goreng kesukaanmu." Raccel mengambil makanan itu dan memakannya sebe
"Halo, Kak Nicho ... siang ini tidak usah menjemput Raccel ya, Raccel masih mau ke toko buku bersama Camila." Raccel berbicara pada Nicholas dari balik ponselnya. Gadis itu berpamitan agar Nicholas tidak menjemputnya lebih dulu. "Bagaimana, Raccel?" tanya Camila menatapnya. "Boleh ... dia tidak akan marah kalau aku sudah meminta izin," jawab Raccel tersenyum. "Syukurlah kalau begitu, ayo..." Camila menggandeng tangan Raccel dan mereka berdua berjalan menuju ke sebuah toko buku. Raccel ingin membeli buku-buku sejarah dan banyak lagi. Raccel juga membeli banyak buku yang menceritakan tentang sejarah para komposer musik di tahun-tahun yang sangat lalu. Begitu sampai di toko buku, Raccel berjalan mencari-cari. Gadis itu tersentak kaget saat pundaknya ditepuk dari belakang oleh seseorang. "Ehh ... ya ampun, Revvan!" pekik Raccel dan ia segera membekam mulutnya karena di tempat itu tidak boleh berisik. Revvan pun hanya terkekeh dengan tingkah Raccel yang lucu. "Kau di sini juga? K
Kedatangan Nicholas yang secara tiba-tiba membuat Raccel kaget dengan adanya laki-laki itu yang bisa mengetahui dirinya berada di sebuah cafe tersebut. Raccel mengerjapkan kedua matanya begitu Nicholas bergeser dan kini menjadi berdiri menjulang di sampingnya. "Kak ... Kak Nicho, sejak kapan di sini, dan—""Sejak kau bersama Revvan," jawab Nicholas dengan wajah datar. Raccel mengembuskan napasnya pelan. "Revvan baru saja pergi, dia ada jam kampus siang ini. Tadi awalnya dengan Camila, dan tidak sengaja bertemu dengan Revvan di toko buku. Terus Camila pulang karena Neneknya sakit." "Kenapa tidak langsung pulang? Paling tidak kau bisa menghubungiku lagi," seru Nicholas.Raccel menatap laki-laki itu, sorot matanya menunjukkan kekesalan dan kemarahan yang begitu jelas. Mungkin dia tidak akan menerima kata maaf yang Raccel ucapkan kali ini. Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?Helaan napas panjang terdengar dari bibir Nicholas saat itu juga. Dia langsung menarik lengan Raccel. "Bang
Keesokan paginya, Raccel bersiap untuk pergi ke kampus. Gadis cantik itu berjalan menuruni anak tangga dan ia gegas menuju ke ruang makan. Di sana, sudah ada kedua orang tuanya dan juga Cassel yang terlihat menatapnya. Raccel pun langsung duduk di samping Cassel. "Pagi Sayang," sapa Dalena tersenyum pada Raccel. "Pagi Mommy..." Raccel tersenyum lebar menatap sang Mama. Dalena meletakkan segelas susu di hadapan Raccel dan gadis itu langsung meminumnya. "Pernikahanmu dengan Nicho akan dilakukan bulan depan di awal bulan, Raccel," ujar Damien tiba-tiba. Mendengar hal itu, Raccel yang hendak makan pun langsung urung. Gadis itu menatap sang Papa dengan tatapan penuh keterkejutan. "Hah...? Bu-bulan dengan, Dad?" tanya Raccel masih sangat kebingungan. "Heem. Kenapa, Sayang?" Dalena mengangguk. "Apa itu tidak terlalu cepat? Kenapa tiba-tiba mendadak menjadi bulan depan? Itu kan kurang beberapa hari lagi, Dad..." Raccel menatap Mommy dan Daddy-nya dengan tatapan gelisah."Memangnya k
Nicholas mengajak Raccel untuk ikut dengannya melihat-lihat rumah baru yang Nicholas belikan untuknya. Saat mereka turun dari dalam mobil, Raccel disambut oleh pemandangan rumah megah yang indah, dengan lantai dua dan pemandangan taman yang luar biasa. "Selamat datang..." Nicholas menatap Raccel dan merangkul pundaknya. "Waahh ... bagus sekali," ucap Raccel menatap hingga ke atas sana. Gadis itu terdiam sejenak, rasanya seperti Dejavu saat melihat rumah megah di hadapannya ini membuat Raccel mengingat rumah Nenek dan Kakeknya, saat dia masih kecil dulu. "Ayo masuk," ajak Nicholas mengulurkan tangannya pada Raccel. Mereka berdua pun berjalan masuk ke dalam rumah itu. Raccel memperhatikan tiap-tiap ruangan yang didominasi dengan warna cream, guci-guci besar, vas bunga yang cantik, dan beberapa lukisan berukuran besar yang terpajang di dinding.Mereka berjalan naik ke lantai dua. Raccel masih diam menatap kagum seisi rumah itu, barang hiasannya didominasi dengan warna emas. "Wahh
Beberapa hari berlalu cepat, Raccel hari Raccel berada di sekolah akademi musik yang sudah satu bulan ini dia ikuti. Sejak kemarin, dia melakukan pelatihan musik yang cukup ketat dan sangat bekerja keras, karena besok malam ia harus tampil dalam opera musik bersama dengan beberapa rekannya. "Aku sangat menyukai permainan musik biolamu, Raccel," ujar salah satu pemain piano. Seorang laki-laki yang sudah setengah baya. Raccel tersenyum manis. "Terima kasih, Tuan Meison. Saya juga sangat menyukai saat Tuan bermain piano," ujar Raccel saat mereka berjalan keluar dari dalam kelas. "Dulu saya sering melihat Tuan bermain piano di acara-acara televisi." "Oh ya?" Laki-laki itu menatapnya dan tersenyum. "Ya, saya sering menontonnya di hari minggu." Laki-laki tua itu tertawa, hingga akhirnya mereka pun telah tiba di depan gedung sekolah musik tersebut. Tuan Meison menatap Raccel. "Kau pulang dengan siapa? Ini sudah malam? Apa mau pulang bersamaku dan Anakku, Teisa?" tanya laki-laki tua it
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris