Raccel tidak tahu ke mana Nicholas akan mengajaknya sekarang ini. Sepanjang perjalanan dia hanya ikut dan nampak senang karena mereka berdua asik mengobrol. "Bagaimana tugas yang dibantu Kakak semalam, Raccel?" tanya Nicholas menatap gadis itu. "Emm, bagus! Benar semua, Kak!" jawab Raccel mengacungkan jempolnya. "Pintarnya..." Nicholas mengusap pucuk kepala Raccel dengan lembut. Usapan tangan itu membuat Raccel merasa sangat senang dan tenang, entah kenapa saat bersama Nicholas, Raccel merasa disayangi dengan sepenuh hati. Apalagi saat dia tengah menunjukkan betapa besarnya perhatian Nicholas pada Raccel. "Kita mau ke mana sih, Kak? Raccel tidak bisa berdiri lama-lama kalau kita mau jalan-jalan," ujar gadis itu menatap Nicholas lagi. "Sudah ikut saja, nanti kau juga akan suka." "Oh ya?" Raccel kembali menatapnya. "Iya Raccel..." Nicholas meliriknya dan tersenyum manis. Laki-laki itu merasa senang saat Raccel tersenyum begitu manis padanya. Mulai sekarang, dia tidak ingin kec
Setelah jalan-jalan di akuarium raksasa, kini Raccel dan Nicholas sudah lelah berputar-putar. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah kedai, dan memesan makanan juga minuman di sana. Raccel nampak menikmati makanannya, sedangkan Nicholas menatapi gadis yang kini tengah makan tersebut. "Enak? Mau tambah?" tanya Nicholas. "Emm, tidak Kak. Ini saja Raccel sudah kenyang. Raccel mau diet." "Ck! Pakai acara diet-dietan segala. Kalau tubuhmu berisi, itu semakin baik daripada harus terlalu kurus, Raccel," tutur Nicholas. "Kak Nicho suka kalau Raccel gendut?" tanya gadis itu. Nicholas pun terkekeh dan mengangguk. "Iya, kurang lebih seperti itu," jawabnya gemas. Jawaban itu mungkin tidak benar, karena Raccel tahu saat ini berat badannya terus turun, mungkin itu alasan kenapa Nicholas mengatakan dia sangat menyukai Raccel yang memiliki tubuh berisi. Saat mereka sedang asik makan, tiba-tiba saja ponsel milik Nicholas berdering. Dia hanya meliriknya tanpa menjawab panggilan tersebut. "An
Raccel menatapi boneka ikan pausnya sambil berbaring di sofa, dia senyum-senyum sendiri mengingat keseruan siang tadi, tanpa mengingat kejadian saat ada Kalila datang. Namun tiba-tiba saja Raccel tersentak saat seseorang menyahut boneka di tangannya dari belakang. "Ehhh..." Gadis itu langsung menoleh. "Kakak!" "Waduhh, mulai sejak kapan suka boneka ikan paus? Biasanya juga ternak boneka beruang!" seru Cassel menatap gantungan kunci itu. "Itu punya Raccel, mana!" gadis itu menarik-narik lengan Cassel. Cassel meliriknya dengan mata memicing. "Punyaku mana?" "Ya... Itu, anu—""Aku tahu gantungan kunci sejenis ini biasanya kan ada dua. Kenapa hanya satu, satunya mana?!" seru Cassel masih memegang gantungan kunci milik Raccel. Gadis cantik itu berdecak dengan tingkah kembarannya yang sangat kekanakan. "Yang satu ada sama Kak Nicho, itu punya Raccel mana-mana..." Gadis itu berdiri dengan tongkatnya dan berusaha merebut boneka miliknya yang dibawa Cassel. Alih-alih memberikannya, C
Raccel menatap layar ponselnya, gadis itu diam menunggu Nicholas menghubunginya. Pasalnya laki-laki itu sudah bilang padanya pagi tadi untuk menjemputnya setelah Raccel pulang sekolah. "Kak Nicho mana, sih?" gumam Raccel cemberut. Raccel mengusap wajahnya, dia menolak ajakan pulang dari Revvan setelah tadi Raccel bilang kalau Kakaknya akan menjemputnya. Sekarang Raccel berusaha untuk menghubunginya lagi. Namun panggilannya tidak dijawab oleh Nicholas. "Mungkin Kak Nicho masih ada urusan," gumam gadis itu lagi. Raccel pun duduk di bangku halte. Dia diam di sana dan merasakan angin semilir siang ini, Raccel merasa sedih dan dia tidak masih setia menunggu Nicholas. Sampai akhirnya ponselnya kembali berdering. Nama Nicholas yang muncul di sana, dan Raccel pun langsung gegas menjawab panggilan tersebut. "Kak Nicho... Kakak tidak jadi menjemput Raccel, ya?" tanya gadis itu. "Jadi, Kakak masih di perjalanan, sebentar lagi Kakak sampai." "Heem baiklah. Aku tunggu ya, Kak," ujar Racce
Setelah pergi bersama Raccel, Nicholas kembali ke apartemennya. Dia berjalan dengan santai menuju ke apartemen miliknya. Namun saat dia tiba, pintu apartemennya sedikit terbuka. Seingat Nicholas, yang tahu password pintu apartemennya hanya dia dan Mamanya saja. "Apa Mama ke sini? Tumben... Tidak menghubungiku dulu," gumam lirih Nicholas. Ia membuka pintu apartemennya dan melihat sang Mama, juga Papanya yang berada di sana. "Mama, Papa," ucap Nicholas. "Jam berapa ini kau baru pulang?" tanya Gio melirik jarum jam. "Di kantor kau juga tidak ada." "Jalan-jalan," jawab Nicholas sembari duduk di hadapan Mama dan Papanya. Nicholas mengembuskan napasnya panjang dan diam mendongakkan kepalanya dengan punggung tersandar di sofa. "Nicholas, Mama dan Papa ke sini ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar Karina. Ekor mata Nicholas memicing. "Ada apa?" "Orang tuanya Kalila, ingin kau tanggung jawab menikahi Kalila," ujar Gio menatap putranya. Nicholas tersenyum tipis dan berdecak pelan. I
Keesokan paginya, Nicholas sudah datang ke kantor milik Damien. Tidak biasanya pemuda itu berada di sana, dan dia tampak menunggu Damien. Sedangkan Damien yang baru saja datang, dia pun gegas menghampiri Nicholas. "Cho, kenapa tidak di rumah saja tadi?" tanya Damien pada pemuda itu. "Tidak Om. Mulai sekarang aku tidak lagi mengurus berkas dan semua hal di perusahaan Papa," jawab Nicholas. "Hah?" Damien sedikit terkejut dengan pernyataan pemuda itu. "Apa maksudmu, Cho?" Sembari bertanya, Damien berjalan mendekati kursi kerjanya dan duduk di sana, ia menatap Nicholas yang nampak ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. "Aku baru saja bertengkar dengan Papa, Om. Papa memintaku menikahi anak teman Mama yang jelas-jelas hanya memanfaatkan aku saja. Aku tidak mau bersangkutan lagi dengan Papa dalam hal apapun. Jadi aku memutuskan untuk melepaskan tanggunganku di perusahaan Papa, dan aku ingin mengambil perusahaanku yang selama ini Om kelola bersamaku, untuk aku kendalikan sendiri dengan pa
Seperti yang Raccel katakan pada Nicholas kalau malam ini ia akan pergi ke rumah sakit untuk mengecekkan kondisinya. Dan benar saja, Nicholas ikut menggantikan Damien yang ternyata sedang sangat sibuk. Hingga ia lah yang mengantarkan Raccel dan Dalena. "Ruangannya ada di ujung sana, Nicho. Tante titip Raccel dulu ya, Tante harus menyerahkan berkas ini di depan," ujar Dalena menunjukkan berkas rumah sakit milik Raccel. "Iya Tante," jawab Nicholas mengangguk. Nicholas mendorong pelan kursi roda yang Raccel duduki saat ini. Raccel nampak was-was dan takut. Setiap kali pemeriksaan, dia selalu berpikir yang tidak-tidak. Padahal Raccel sangat ingin cepat sembuh dan kembali berjalan normal seperti gadis seumurannya. Mereka sudah sampai di depan sebuah ruangan. Dan hanya mereka yang berada di lorong itu. "Kenapa diam saja?" tanya Nicholas membungkukkan badannya menengok wajah cantik Raccel. "Tidak papa," jawab gadis itu dengan jemari tangannya yang saling meremas. Nicholas memperhati
Keesokan paginya, Raccel terbangun dengan tubuh yang sudah merasa lebih baik. Gadis itu memeluk boneka beruang miliknya. Bersamaan dengan hal itu, pintu kamar Raccel terbuka dan nampak Dalena berjalan masuk membawa segelas susu vanila hangat. "Selamat pagi, Sayang," sapa Dalena tersenyum pada putrinya. "Pagi Mommy," balas Raccel. Gadis itu langsung duduk dan merentangkan kedua tangannya. Raccel menyibak selimut merah mudanya pelan dan menatap kedua kakinya. Gadis itu mengusap lututnya dan turun hingga ke betis. Kedua mata Raccel melebar seketika. "Mommy!" pekik gadis itu. Dalena yang tengah membuka gorden di kamar Raccel pun langsung menoleh cepat ke arah sang putri. "Iya Sayang, kenapa? Masih sakit?" tanya Dalena mendekati Raccel. "Mommy pegang kaki Raccel coba, Mom!" pinta gadis itu menarik lengan sang Mama. Dalena pun menyentuh lutut dan betis Raccel sebelum putrinya itu tersenyum lebar.Entah apa yang dirasakan oleh Raccel, namun melihat dia tersenyum senang seperti ini
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris