Hari ini berbeda dengan hari-hari lainnya, saat Dalena bangun dari tidurnya, dia tidak mendapati si kembar yang mengacaukan paginya. Rumah nampak sepi dan hanya ada Damien yang duduk di ruang tamu sendirian. "Pagi," sapa Dalena berjalan mendekati suaminya. "Pagi, Sayang... Kenapa sudah bangun? Kalau masih mengantuk tidur lagi," ujar laki-laki itu memperhatikan Dalena yang kini duduk di sampingnya. Dalena mengusap wajahnya pelan dan memeluk bantalan sofa. "Anak-anak ke mana?" tanya wanita itu."Mereka ke sekolah dengan Lizi dan Thom," jawab Damien menatap laptop yang ada di pangkuannya. Dalena menyelipkan tubuh kecilnya dalam rangkulan Damien, wanita muda itu menatap apa yang tengah suaminya kerjakan sekarang ini. Melihat tingkah Dalena yang tidak seperti biasanya membuat Damien merasa nyaman, karena biasanya Dalena malu-malu untuk lebih sedekat ini. "Kau tidak libur ya? Aku ingin jalan-jalan minum teh di cafe rumah kaca, yang baru buka itu... Ayo Sayang," ajak Dalena mendongak
Dalena dan Lizi pergi berdua, seperti yang Dalena inginkan kalau wanita muda itu ingin pergi minum teh sebuah taman rumah kaca yang baru saja dibuka pusat kota. Mereka berdua kini berjalan masuk ke dalam tempat luar tersebut. Seperti yang Dalena lihat kalau tempat itu memang sangat cantik dan sejuk. "Wahh... Tempat ini sangat cantik, Lizi," ujar Dalena mengaguminya. "Iya Nyonya. Tapi, eh—"Lizi menghentikan langkahnya, gadis itu menyipitkan kedua mata indahnya yang beriris abu-abu tersebut. "Ayo kita duduk di dekat kolam ikan itu, ayo Lizi..." "Nyonya tunggu, itu bukannya Tuan, ya?" Jari telunjuk Lizi menunjuk ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk berdua dengan seorang gadis yang kini asik memotret beberapa tanaman di sana. Mulanya Dalena sangat menyukai tempat ini dan bersemangat, tapi saat melihat Damien di sana dan lagi-lagi bersama Kara. Kekesalan meradang di dada Dalena. "Nyonya—""Diam dulu, ayo kita duduk di kejauhan," ajak Dalena menarik lengan Lizi. Mereka dudu
Taruhan yang si kembar lakukan masih berjalan. Pagi ini mereka melihat Mama dan Papanya yang saling diam. Terutama Dalena yang tidak memperdulikan Damien sama sekali, meskipun laki-laki itu tampak membujuknya. Raccel berjalan mendekati Mamanya, anak itu membawa tas sekolahnya di dalam pelukan tangannya yang mungil. "Mommy..." "Iya Sayang, kenapa?" tanya Dalena menunduk menatap wajah Raccel. "Raccel mau sekolah sama Mommy, mau jalan-jalan," ujar Raccel cemberut memeluk perut Dalena dan mendongak manja. Mendengar hal itu, Damien yang duduk di ruang tamu lantas menoleh dengan cepat. "Kan sudah ada Kak Lizi yang mengantarkan Raccel ke sekolah, Sayang... Mommy biar istirahat di rumah," sahut Damien. Dalena menatap Raccel yang menanti-nanti jawaban langsung dari Mamanya. "Mom," cicit anak itu melas. "Iya Sayang, nanti Mommy antarkan dengan Kak Lizi juga, okay?!" Dalena mengusap lembut kedua pipi gembil Raccel. Damien berdecak dan beranjak dari duduknya segera. Ia mendekati Dalena
Siang ini cuaca sangat mendung, hujan turun dan cukup deras. Raccel yang baru saja keluar dari dalam kelas beberapa menit yang lalu, harus menunggu Cassel cukup lama. Cassel yang aktif mengikuti berbagai kegiatan di sekolahnya. Raccel sudah terbiasa menunggu kembarannya hingga berjam-jam. "Twingkel-twingkel Little Star... Lalalala..." Raccel bernyanyi sembari bermain air hujan ke sana dan ke mari di sebuah halte. "Raccel, kenapa belum pulang?!" Suara itu membuat Raccel menoleh, anak perempuan cantik itu langsung tersenyum menyadari siapa yang datang. "Nicho, ayo main air!" seru Raccel mengangkat kedua tangan yang basah. "Ck, ya ampun Raccel... Kau ini sudah besar, jangan main air seperti itu dong! Airnya kotor!" seru Nicholas menarik lengan Raccel dengan pelan. Raccel pun langsung berdiri, dia menatap kedua tangan Nicholas yang kini menggulung lengan panjang seragam merah muda yang Raccel pakai. "Basah kan, dasar nakal!" omel Nicholas menarik pipi Raccel dengan kuat. "Aduhhh
Raccel dibawa pulang oleh Karina dan Nicholas, sesampainya di kediaman Karina, anak perempuan kecil itu langsung dimandikan oleh Karina. Wanita itu sejak dulu menginginkan anak perempuan, namun Tuhan tidak pernah memberikan keturunan lagi padanya. Hingga kehadiran Raccel di rumah itu membuat seisi rumah heboh. "Jangan berdiri, Sayang, licin. Nanti Raccel jatuh, duduk saja berendam." Karina tersenyum manis mengusap pipi Raccel. Anak perempuan itu ia mandikan dengan air hangat di dalam bak besar. "Ma, ini bebek punya siapa?" tanya Raccel mengangkat mainan bebek berwarna kuning. "Punya Kak Nicho dulu, Sayang," jawab Karina lembut. Perlahan Karina mengangkat tubuh Raccel, ia menutupi dengan handuk hangat dan membawanya ke kamarnya. Karina melihat ada sepasang pakaian hangat milik Nicholas dulu saat masih kecil. Karina tersenyum, ia yakin kalau putranya yang meminjamkan pakaian kecilnya pada Raccel. "Pakai baju hangat dulu ya Sayang, setelah itu nanti main sama Kak Nicho sambil mak
"Lho, Raccel mana?" Dalena menatap Damien yang baru saja masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu tidak bersama Raccel, pasalnya tadi dia bilang kalau dia akan menjemput putrinya. "Nicholas tidak mengizinkan Raccel pulang, Raccel juga nyaman di sana. Nanti Gio dan Karina akan mengantarkan Raccel pulang, Sayang," sahut Damien mengecup pipi kiri Dalena. "Ohh, begitu ya. Semoga Raccel tidak nakal," ucap Dalena cemas. Di meja sebelah, Cassel yang tengah belajar langsung menoleh ke arah sang Mama dan Papanya. "Adik Raccel betah-betah saja dengan Nicholas, Mi, Pi... Dia kan yang mengklaim sendiri kalau Nicholas itu pacarnya!" sahut Cassel sembari terkikik geli. Damien tersenyum. "Iya Sayang, Adikmu itu memang lucu!" Dalena ikut tersenyum, ia duduk di samping Cassel dan menemani anak laki-lakinya yang tengah belajar. Seperti inilah kehidupan Cassel yang seratus depan puluh derajat berbeda dengan Raccel. Cassel adalah anak yang sibuk dan selalu belajar, hingga dia selalu menjadi anak unggu
Raccel diantarkan pulang oleh Gio dan Karina, mereka masih mengajak Raccel berputar-putar dan berjalan-jalan sebelum membawanya ke rumah anak itu. Damien dan Dalena menyambut kedatangan mereka dengan wajah bahagia dan antusias. "Lohh, Nicholas mana?" tanya Dalena mencari-cari. "Nicho marah, Lena. Mintanya Raccel tidak boleh diantarkan pulang! Memang agak-agak anakku yang satu itu!" jawab Karina sembari tertawa. Dalena ikut tertawa, wanita itu memeluk Raccel yang kini duduk dipangkuannya. Anak itu membawa mainan barunya. "Di mana Cassel?" tanya Gio mencari-cari. "Dia sedang belajar di ruangan belakang. Anakku yang satu itu sangat sibuk sekali pokoknya," jawab Damien sembari tersenyum. "Ohhh, iya. Memang Cassel anak yang sangat pintar. Aku dengar dari Thom kalau Cassel lompat ke beberapa kelas, kan? Pintar sekali anak-anakmu, bung!" Gio memuji anak-anak Damien. "Tapi kalau Raccel ini berbeda, dia kebalikan dari Cassel. Malas sekali, disuruh belajar tidak mau, masih untung sekar
Keesokan harinya, Raccel tidak mau pulang ke rumahnya. Anak itu ikut dengan Thom dan semalam pun dia tidur di paviliun dengan Lizi yang diminta oleh Thom untuk menemani Raccel. Pagi ini Raccel akan sekolah, anak itu sudah diurus oleh Lizi lebih dulu. Raccel mengekori Lizi dan dia kini duduk di teras belakang membawa sepiring makanan. Dalena merasa sedih, sehari semalam dia tidak melihat Raccel di rumah. Bahkan Damien juga mengabaikan putri kecilnya. "Sayang, kenapa sarapan di sini? Ayo sarapan di dalam sama Mommy dan Kakak," bujuk Dalena pada Raccel. Anak itu menggelengkan kepalanya. "Tidak mau, Daddy marah-marah terus. Raccel tidak mau tinggal di rumah, Raccel mau ikut Paman Thom." Hati Dalena merasa sakit, ia mengusap pipi Raccel dan Dalena ingin menangis. "Sayang, Mommy tidak papa kok. Daddy tidak marah sama Raccel," ujar Dalena berkaca-kaca. "Mommy kangen sama Raccel, Sayang." "Mommy sudah punya Cassel sama Adik," jawab Raccel memakan buah-buahan di piringnya. "Tapi Mommy