"Mama dan Papa kenapa tidak menginap saja?" Dalena berdiri menatap Mama dan Papa mertuanya yang malam ini akan pergi. Sedangkan Damien hanya duduk diam memperhatikan kedua orang tuanya. "Mama kan ke sini ikut Papa, katanya Papamu ini ada pertemuan dengan temannya di London, jadi Mama ikut," jawab Lora menjelaskan. "Heemm, begitu ya..." Dalena menunjukkan wajah berat untuk ditinggal. Lora menatap Dalena dan tersenyum. "Nanti, kalau sudah libur akhir tahun, Mama akan ke sini dan menginap beberapa hari." "Iya Ma, aku tunggu ya," balas Dalena. Wanita tua cantik itu mengangguk dan tersenyum. Kelvan dan Lora pun berpamitan pulang saat itu juga. Damien dan Dalena mengantarkan hingga ke depan. Sampai akhirnya gerbang depan ditutup oleh penjaga. Dalena kembali merasakan perasaan resah, dua menoleh pada Damien yang masih berdiri di belakangnya. "Apa, kenapa melihatku begitu?" tanya laki-laki itu mengelus gemas pucuk kepala Dalena. "Kau tidak akan ke mana-mana kan, malam ini?" tanya w
Damien baru saja keluar dari dalam renungan meeting bersama Thom asistennya, dan juga Evander Collin–sahabatnya dari Prancis.Mereka baru saja membahas hal penting yang berkaitan dengan perkembangan bisnis mereka. "Aku akan kembali ke sini minggu depan," ucap Evan menepuk pundak Damien. "Ya, terima kasih untuk kerja sama dan junjunganmu, kawan!" Damien tersenyum menjabat tangan Evander. Keduanya berbincang sembari berjalan ke depan, sampai tiba-tiba ponsel milik Damien berdering. Laki-laki itu menghentikan langkahnya seketika setelah melihat panggilan dari istrinya. "Van, kau duluan saja dengan Thom dan Dante di depan, aku akan menyusul!" ujar Damien. Evander mengangguk, laki-laki tampan itu langsung meninggalkan Damien dan pergi dengan Thom. Di sana, Damien menjawab panggilan dari Dalena seketika. "Halo Sayang, ada apa?" tanya Damien, dia terdengar sangat panik. "Sayang, bisa kau jemput aku? Aku... Aku di rumah sakit sekarang," ujar Dalena. "Di rumah sakit?! Apa yang terjad
"Raccel, kenapa manyun saja? Ayo belajar, cepat ini dibaca!" Cassel menunjukkan sebuah buku dan menatap kembarannya dengan ekspresi manyun seperti biasa. Tiba-tiba saja Raccel menghempaskan tubuhnya di atas kasur di kamar Cassel. Anak perempuan itu memeluk bantal dan diam tidak menanggapi Kakak kembarannya. "Emm, kau marah karena kita mau punya adik, ya?" tanya Cassel menebak. "Heem. Raccel tidak suka punya adik! Mommy nanti tidak sayang sama Raccel," jawab anak perempuan itu mencebikkan bibirnya. Mendengar jawaban Raccel, lantas Cassel menoleh ke belakang. Ia menatap wajah kesal Raccel, namun tetap saja dia tidak bisa melakukan apapun. "Mami dan Papi nanti tetap sayang kok sama kita," bujuk Cassel dengan sabarnya. "Raccel tidak percaya. Daddy itu sayang dan bangga sama Cassel, terus kalau nanti adik lahir, pasti Mommy akan terus sama Adik, terus Raccel Sendirian." "Kan ada Cassel!" "Cassel belajar terus, supaya nanti jadi dokter." Raccel masih menatap jendela kamar Cassel d
"Mommy... Mommy di mana?!" Suara Raccel menggema di dalam rumah pukul dua dini hari. Anak perempuan itu terbangun dari tidurnya membawa botol minum di pelukannya. "Mommy," lirih Raccel berjalan mendekati kamar Dalena. "Mom buka! Raccel mau dibuatin susu cokelat!" teriak anak itu menggebraki pintu kamar Dalena. Sampai akhirnya pintu kamar itu terbuka, Dalena berdiri di depannya dan juga Damien berdiri di belakang sang istri. "Kenapa Sayang?" Dalena membungkukkan badannya mengusap pucuk kepala Raccel. "Raccel mau minum susu cokelat," jawabnya menyerahkan botol yang ia bawa pada Dalena. "Ya sudah, biar Mommy buatkan." "Raccel mau gendong, Mom..." "Tidak boleh!" sahut Damien dengan cepat. Saat itu juga Raccel menoleh pada Papanya. Damien menyahut botol minum di tangan Dalena dan berjalan cepat. "Duduk dan istirahatlah, biar aku yang buatkan susu cokelatnya. Jangan menggendongi anak-anak, Sayang. Ingat anak kita yang masih di dalam perutmu," ujar Damien mengecup pelipis Dalena.
Setelah menyinggung Kara dengan terang-terangan, kini Dalena masih berada di sana dengan Damien, Thom, bahkan Kara yang tengah duduk di tempat kerjanya. "Sayang, aku ada meeting sebentar. Tunggu sampai aku menyelesaikan pembahasannya," ujar Damien mendekati Dalena dan mengecup pelipisnya. Wanita cantik itu mengangguk. "Heem, kau akan pergi dengan Thom?" "Ya, aku akan segera kembali..." "Iya. Aku tunggu di sini dengan Kara," jawab Dalena menoleh pada Kara. Gadis itu langsung mengangkat wajahnya menatap Damien dan Dalena di tempat. "Tapi saya ikut Pak Presdir meeting—""Tidak usah, Kara. Temani istriku saja di sini," sela Damien. "Oh, baik Pak." Damien menatap Thom dan mereka berjalan keluar dari dalam ruangan itu menyisakan Dalena dan Kara di dalam sana. Kara terlihat sangat gugup saat hanya tinggal dirinya dan Dalena di dalam ruangan itu. Apalagi sekarang Dalena menatapnya dengan tatapan dingin. "Mulai sekarang aku akan ikut ke kantor bersama suamiku setiap hari, biar aku ta
Bersama si kembar, Thom mendatangi kediaman Lizi yang berada di tengah-tengah perumahan di kota London. Padahal sebelumnya Thom sama sekali tidak berharap bisa bertemu dengan gadis ini lagi. "Kak... Kak Lizi!" teriak Cassel mengetuk pintu rumah kuno itu. Thom menekan bell berkali-kali hingga pintu rumah itu terbuka. Nampak gadis cantik dengan balutan baju panjang yang membuka pintunya. Sontak Cassel dan Raccel tersenyum, termasuk Cassel yang langsung memeluk Lizi saat itu juga. "Kak Lizi-ku!" teriak Cassel memeluknya dengan sangat erat. Si kembar pun bersama-sama memeluk Lizi hingga gadis itu kini menatap sosok Thom yang berdiri di depan pintu sembari memperhatikan isi rumah Lizi yang gelap dan berisi barang-barang kuno. "Ayo, masuk..." Lizi beralih menatap Thom. Laki-laki itu berjalan masuk, dia menatap seisi rumah Lizi yang benar-benar sangat unik. "Nyonya Dalena memintamu untuk ikut denganku ke rumahnya," ujar Thom tiba-tiba. "Iya, beliau sudah menelfonku," jawab Lizi ter
Hari ini berbeda dengan hari-hari lainnya, saat Dalena bangun dari tidurnya, dia tidak mendapati si kembar yang mengacaukan paginya. Rumah nampak sepi dan hanya ada Damien yang duduk di ruang tamu sendirian. "Pagi," sapa Dalena berjalan mendekati suaminya. "Pagi, Sayang... Kenapa sudah bangun? Kalau masih mengantuk tidur lagi," ujar laki-laki itu memperhatikan Dalena yang kini duduk di sampingnya. Dalena mengusap wajahnya pelan dan memeluk bantalan sofa. "Anak-anak ke mana?" tanya wanita itu."Mereka ke sekolah dengan Lizi dan Thom," jawab Damien menatap laptop yang ada di pangkuannya. Dalena menyelipkan tubuh kecilnya dalam rangkulan Damien, wanita muda itu menatap apa yang tengah suaminya kerjakan sekarang ini. Melihat tingkah Dalena yang tidak seperti biasanya membuat Damien merasa nyaman, karena biasanya Dalena malu-malu untuk lebih sedekat ini. "Kau tidak libur ya? Aku ingin jalan-jalan minum teh di cafe rumah kaca, yang baru buka itu... Ayo Sayang," ajak Dalena mendongak
Dalena dan Lizi pergi berdua, seperti yang Dalena inginkan kalau wanita muda itu ingin pergi minum teh sebuah taman rumah kaca yang baru saja dibuka pusat kota. Mereka berdua kini berjalan masuk ke dalam tempat luar tersebut. Seperti yang Dalena lihat kalau tempat itu memang sangat cantik dan sejuk. "Wahh... Tempat ini sangat cantik, Lizi," ujar Dalena mengaguminya. "Iya Nyonya. Tapi, eh—"Lizi menghentikan langkahnya, gadis itu menyipitkan kedua mata indahnya yang beriris abu-abu tersebut. "Ayo kita duduk di dekat kolam ikan itu, ayo Lizi..." "Nyonya tunggu, itu bukannya Tuan, ya?" Jari telunjuk Lizi menunjuk ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk berdua dengan seorang gadis yang kini asik memotret beberapa tanaman di sana. Mulanya Dalena sangat menyukai tempat ini dan bersemangat, tapi saat melihat Damien di sana dan lagi-lagi bersama Kara. Kekesalan meradang di dada Dalena. "Nyonya—""Diam dulu, ayo kita duduk di kejauhan," ajak Dalena menarik lengan Lizi. Mereka dudu
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris