Ketika Rere meminta cerai, apalah Ares mengabulkannya? Tentu saja tidak. Ares tidak akan melepaskan Rere begitu saja setelah apa yang terjadi semua ini. Lagipula Ares tidak akan membuang-buang kesempatan begitu saja untuk memperbaiki semua. Ares sadar, akan sulit untuk kembali mengambil hati Rere. Tapi Ares yakin, Rere akan memaafkan dan memberinya kesempatan. Meskipun ia tidak tau kapan. Namun yang terpenting itu adalah untuk Ares tetap berjuang dan tidak menyerah begitu saja. Apalagi mengingat semua yang sudah Rere lakukan dulu untuk mengambil hatinya. Usaha istrinya yang sangat Ares apresiasi. Jadi, sekarang biarkan giliran Ares yang memperjuangkan Rere.Ya, she's fell first - he's fell harder. “Selamat pagi.” Ares tersenyum lebar begitu melihat Rere yang sedang menuruni anak tangga. Sejak Rere keluar dari rumah sakit, ia memang memutuskan untuk memasak. Pak Prapto beserta anak dan istrinya sengaja Ares beri cuti. Jadi, hanya dirinya dan Rere yang tersisa di rumah. Berdua saja. Ka
“Berhentilah bersikap membingungkan, kak.” “Ada yang bisa kubantu?” tanya Ares mengalihkan dan itu membuat Rere semakin kecewa melihat responnya.“Tidak ada dan itu tidak perlu. Aku bisa sendiri.”Ares mengangguk, mengerti. Memutuskan untuk duduk saja sembari memperhatikan Rere yang mulai sibuk untuk memilih-milih bunga yang masih layak untuk dipajang dan juga membersihkannya dari beberapa daun yang terlihat kering. Rere juga tidak ingin memperpanjang pembicaraan, dilihat dari respon Ares yang sepertinya enggan menanggapi lebih lanjut. Daripada membuatnya kecewa dengan respon-respon Ares yang tidak sesuai harapan, lebih baik Rere mengakhirinya saja. Rere juga menyesal karena telah mengawali untuk membuka pembicaraan. Apalagi topiknya sangat serius dan sensitif, menurutnya. “Marah padaku, eh?” tanya Ares dengan wajah tanpa dosanya.Rere hanya menatapnya sekilas dengan wajah datar, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Pikir saja sendiri. Batinnya kesal. Lagipula perempuan mana yang
“Izinkan aku tidur bersamamu,” ujar Ares setelah drama menangisnya karena membaca ending cerita The Sunset is Beautiful Isn't it.“Tidur saja di kamar kak Ares sendiri,” balas Rere memaksa.“Tidak mau.” Ares menggeleng. Pria itu malah memeluk tubuh Rere erat. “Lepaskan, kak.”“Tidak mau.”“Astaga. Menyebalkan sekali!” gerutu Rere kesal. “Setidaknya jika ingin tidur di sini, berbaring dengan benar.” Lanjutnya mengalah. Ia enggan berdebat dengan Ares yang akan membuang tenaga. “Biarkan aku tidur dengan memelukmu.”“Lepaskan dulu. Aku ingin pergi ke kamar mandi terlebih dulu.”“Oke, baiklah.” Ares melepaskan pelukannya. Setelah itu Rere turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Sembari menunggu Rere kembali dari kamar mandi, Ares membuka kaosnya. Ia memilih untuk bertelanjang dada. Memang seperti itu kebiasaan jika akan tidur. Tidak mengenakan kaos dan hanya boxer yang menutupi area bawahnya saja. Tidak berselang lama, Rere kembali dengan baju tidurnya yang terlihat tipis dengan le
50. Merajut Kasih Setelah membaca selesai semua isi buku harian Ares dan mengetahui semuanya, Rere memutuskan untuk mengantarkan sendiri berkas-berkas Ares ke kantor agar ia bisa bertemu dengan suaminya itu. Banyak hal yang Rere tidak ketahui tentang Ares. Pria itu dengan segudang rahasianya. Moodnya meningkat menjadi semakin bagus. Itu tandanya, perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, kan? Ares hanya merasa bingung bagaimana harus bersikap, meskipun dia adalah pria dewasa yang seharusnya bisa mengambil keputusan dengan bijak. Selain merasa bingung, Ares juga masih menyangkal jika perasaannya pada Rere tumbuh kembali padahal sudah lama hilang sejak dia bertemu dengan Raisa. Ares merasa jika dirinya hanya tertarik biasa pada Rere, padahal kenyataannya tidak. Pria itu hanya menolak secara sadar pada kenyataan hatinya sendiri.Sesampainya di kantor, semua karyawan menyapa Rere dengan dibalas hangat olehnya. Sejak tadi senyum cerah tidak pudar dari wajahnya. Kehilangan bayinya memang
“Jadi, bagaimana? Memberiku kesempatan terakhir?” “Ya, kesempatan terakhir. Jika nanti terjadi pertengkaran dalam rumah tangga kita dan permasalahannya benar-benar sudah tidak bisa ditolerir, maka aku tidak akan memberi kak Ares kesempatan lagi,” ujar Rere tersenyum. “Perselingkuhan dan kekerasan, aku tidak menerima dan memaafkannya.”“Terima kasih ... terima kasih, sayangku.” Ares memberi kecupan pada bahu telanjang Rere, lalu melumat singkat bibir istrinya itu. Ia menatap manik mata Rere dalam, merasa beruntung. Mendapatkan kembali kepercayaan Rere. Itu sebuah anugerah dan keberuntungan baginya. Ares tidak akan menyia-nyiakan itu. “Aku ingin mandi, badanku terasa lengket,” ujar Rere menjauhkan diri dari Ares. Tubuh telanjangnya berjalan menuju kamar mandi yang memang ada di dalam ruang kerja Ares, sedangkan pria itu matanya terus memperhatikan Rere yang semakin menjauh. Ia tersenyum miring dan tanpa banyak bicara, ia beranjak dari duduknya dan langsung berlari menghampiri Rere se
Berulang kali Ares mengucap syukur dalam hati. Hari-hari berlalu, mereka lalui bersama-sama dalam penuh kebahagiaan dan keberkahan. Ternyata, hidup bersama wanita seperti Rere adalah impiannya sejak dulu. Ares sangat menyukai wanita yang manja dan selalu bergantung kepadanya. Itu yang terjadi pada Rere saat semuanya dimulai kembali dari awal. “Kak Ares ... aku ingin itu, bisakah kak Ares mengambilkannya?” Rere menunjuk sebuah kaleng yang terletak di sebuah rak paling atas. Biasanya, Rere selalu berusaha mengambilnya sendiri entah bagaimana itu caranya, sekalipun itu sulit baginya. Tapi, sejak mereka memulai kembali dari awal, Rere selalu bergantung pada Ares. Bahkan dalam hal kecil pun, Rere selalu meminta tolong pada suaminya itu. Ares juga tidak keberatan, justru ia merasa senang. “Ingin membuat apa?” tanya Ares setelah mengambilkan sebuah kaleng berisikan coklat bubuk.“Cookies,” balas Rere. “Kak Ares suka, kan?”“Suka. Apalagi jika kamu yang membuatnya.”“Kamu tau? Dicintai oleh
Rere, wanita itu menatap Raisa dengan penuh ketenangan. Senyum manis di wajahnya terlihat dengan jelas sejak mereka berjumpa hingga detik ini. 10 menit berlalu, keduanya masih sama-sama diam menyisakan keheningan yang terjadi di dalam ruangan. “Hai,” sapa Rere untuk pertama kalinya. Ia bersuara terlebih dulu.“Hai,” balas Raisa seadanya. Sebenarnya, jauh di lubuk hati Raisa—ia sama sekali tidak merasa kesal ataupun marah dengan Rere. Ia hanya merasa lebih dendam pada Ares yang memperlakukannya seenaknya, tapi karena rasa itu membuatnya mau tidak mau harus mencelakai Rere dan bayinya. Setidaknya, salah satu di antara mereka harus tiada. Begitu pikiran jahatnya. “Sepertinya ada hal penting yang ingin kamu tanyakan, sampai-sampai sudi untuk menemuiku?” Lanjutnya memulai pembicaraan. “Kamu benar, memang ada yang ingin aku tanyakan langsung kepadamu,” balas Rere. “Aku hanya merasa tidak perlu menghakimi, setidaknya hukum sudah berjalan dengan sesuai.”“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tany
“Mmm ... sebelumnya aku meminta maaf karena dengan lancang masuk ke ruangan pribadimu yang sangat rahasia itu,” ujar Ares menjelaskan. “Kemarin sehari setelah kamu keluar dari rumah sakit, aku iseng untuk mampir ke toko bunga. Awalnya hanya berniat untuk mengecek saja, tapi tiba-tiba rasa penasaranku datang begitu melihat pintu ruanganmu.”“Aku ingat, itu adalah ruangan yang tidak boleh ada orang lain untuk masuk ke sana selain dirimu. Jadi, dengan lancang kuputuskan untuk masuk dan melihat. Sebenarnya ada apa di sana, sehingga kamu tidak memperbolehkan orang lain masuk.” Lanjut Ares. “Ternyata, ada lukisan-lukisan cantik yang kamu simpan. Termasuk dengan beberapa aku yang menjadi objek melukismu.”“Dan itu semua sangat cantik. Aku benar-benar menyukainya.”“Terima kasih,” ujar Rere tersipu malu. “Lalu, kapan kamu ingin memperlihatkan identitasmu? Ada rencana atau memang benar-benar ingin semua orang tidak mengetahuinya?”“Kurasa, aku ingin tetap menyembunyikannya, kak.”Ares mengang