Rere bertemu dengan Serena. Seperti yang ia katakan beberapa hari yang lalu untuk membuat jadwal mereka bertemu. Di sinilah mereka berada, sebuah kafe cantik milik sahabat Ares, Kevin. Ah, siapa sangka jika ternyata Serena dan Steven sedang menjalani masa pendekatan. Rere juga sudah menceritakan semua kejadian yang ia alami saat berada di Swiss pada Serena dan juga Steven.
“Setelah mendengar ceritamu, dugaanku tentang Raisa semakin kuat, Re.” Steven membuka suaranya, setelah Rere selesai bercerita. “Aku sudah mengenal Raisa sejak lama. Awalnya memang dia itu wanita baik, tapi setelah kamu dan Ares menikah, dia semakin berubah.”“Aku tidak menyalahkan pernikahan kalian. Justru aku sangat bersyukur jika Ares bersamamu daripada bersama dengan Raisa. Apalagi belum lama ini, aku beberapa kali memergoki Raisa berjalan dengan sahabatnya, Antonius.” Lanjut Steven. “Mungkin jika mendengar dari ceritaku, itu akan terdengar biasa saja. Tetapi menariknya, mereka terlihat mesraAres menggenggam tangan Rere memasuki halaman rumah orang tuanya. Beberapa mobil juga terparkir di halaman. Tania meminta mereka untuk datang ke rumah, karena keluarga besar dari mamanya itu sedang berkumpul. Seperti pasangan suami istri yang terlihat serasi. Apalagi senyum dari keduanya yang terlihat begitu cerah seperti cuaca pagi ini. Mereka langsung menghampiri nenek dan kakek Ares yang sedang duduk di sofa. “Nenek .....” Rere berlari kecil, menghampiri seorang wanita paruh baya yang berusia 71 tahun. Ia ikut duduk di samping Hana, lalu memeluknya erat. “Rere kangen sama nenek.”“Nenek apa nggak mau tinggal sama Rere dan kak Ares?” Lanjut Rere bertanya.Hana tertawa pelan, mengusap-usap kepala Rere dengan lembut dan memberikan kecupan hangat di dahi wanita itu. “Sudah tua begini. Nanti kalo nenek tinggal sama kamu yang ada malah nyusahin.”“Ya enggak dong. Justru Rere malah seneng,” balas Rere dengan cepat.“Daripada nyuruh nenek sama kakek tinggal bareng kamu terus setiap ketemu,
Berkumpul dengan keluarga, membuat suasana hati Rere menjadi lebih baik. Selain itu juga ia merasa tidak kesepian. Rencananya juga selama keluarganya ada di sini, Rere juga ikut menginap. Meskipun Ares beberapa kali memintanya untuk pulang ke rumah, lalu mereka akan ke sini lagi setelah ia pulang kerja. Membayangkan saja sudah membuatnya lelah karena bolak-balik dan tentunya juga membuang-buang waktu. “Bolak-balik bikin capek. Kak Ares kalo mau pulang, pulang aja sendiri.” Rere terus menggerutu karena Ares selalu saja merajuk padanya untuk meminta pulang.“Kenapa kak Ares minta pulang terus? Biasanya juga betah tidak di rumah.” Lanjut Rere menyindir.Ares memeluk Rere dari belakang, lalu meletakkan dagunya pada pundak Rere. “Nanti kalo aku tiba-tiba lagi pengen gimana?” “Yakan bisa di sini. Lagian rumah ini kamarnya banyak, kenapa dibikin pusing sih, kak?”“Tapi tetep aja rasanya beda, Re. Rasanya nggak leluasa kalo bukan di rumah sendiri.”
Sudah menjadi hal yang tidak mengejutkan lagi dengan kedatangan Raisa yang suka tiba-tiba, seperti jalangkung, datang tak diundang. Namun, kali ini keadaannya berbeda. Wanita tidak tau malu itu datang di rumah orang tua Ares, yang mana pada saat ini keluarga besar sedang berkumpul. Ares pun sama terkejut dengan yang lainnya. Apalagi bisa dibilang hubungan Ares dan Raisa di masa lalu bukan lagi rahasia umum di keluarganya. “Hai, semuanya. Udah lama ya, kita nggak ketemu.” Raisa tersenyum hangat. Pagi ini memang seluruh anggota keluarga sedang berada di halaman depan rumah. Bersantai sambil menikmati suasana dengan cuaca yang sangat bersahabat. Matahari tidak terlalu terik menampakkan sinarnya. “Tante apa kabar?” Lanjutnya menyapa Tania, tetapi diabaikan oleh wanita paruh baya itu.Seluruh anggota diam, mereka memperlihatkan ketidaksukaannya. Apalagi Tania yang sejak tadi menatap Raisa datar, seakan ingin segera mengusir. “Ada urusan apa kemari?” tanya Rere mengambi
Sejak pulang dari rumah orang tuanya atau lebih tepatnya sejak pertemuan dirinya dengan Raisa saat itu. Entah hanya perasaan Ares saja, ya atau tidak, ia merasa sedikit ada yang berbeda dari Rere. Wanita itu seperti memberi jarak di antara mereka. "Re .....” Panggil Ares. Ia menghampiri Rere yang sedang sibuk menghabiskan waktunya di rumah kaca. Di depannya ada sebuah kanvas yang sudah memiliki gambar bunga aster, Ares dapat melihat Rere yang akan bersiap memberi warna pada kanvasnya itu. Ares menarik napasnya dalam, sebelum menghembuskan perlahan. Karena melihat tidak ada respon dari Rere. “Re,” ujarnya mengulangi.“Hm?” Rere menanggapi dengan gumaman, tetapi tetap tidak menoleh dan memilih fokus pada lukisannya. “Jika aku ada salah terhadapmu, katakan, Re. Jangan begini.” “Kamu tidak ada salah, kak.”“Lalu kenapa mendiamkan dan memberi jarak padaku?”“Hanya perasaan kak Ares saja.”“Kenyataannya memang begitu. Jika memang tidak, setidaknya tatap mataku saat kita berbicara.”Rere
Rere benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan marahnya terhadap Ares. Karena akhirnya, Rere memutuskan untuk pulang menggunakan gojek online. Menunggu Ares lebih lama lagi akan membuang-buang waktunya. Mungkin saja Ares akan menyadari jika sudah meninggalkan Rere di toko bunga satu minggu kemudian. Pintu pagar langsung dibuka oleh Pras, saat pemuda itu melihat sosok Rere yang turun dari gojek online. "Pras, kamu apa tidak membuka pesanku?" "Mbak Rere chat saya?""Iya, kemarin sore. Minta tolong untuk jemput aku di toko bunga."Pras memperlihatkan wajah tidak enak dan bersalahnya. "Ya Allah. Maaf, mbak. Kemarin pagi hape saya jatuh di bak air. Jadi, ini lagi saya service." "Maaf ya, mbak."Mendengar penjelasan Pras membuat Rere tersenyum, mengangguk paham. "Yasudah, nggak papa, Pras."Setelah mengatakan itu, Rere langsung masuk ke dalam rumah. Rasanya ia ingin beristirahat dengan nyaman dan nyenyak, karena semalaman sudah tidur di sofa membuat badannya terasa sakit dan p
Ares marah, saat Rere menyebut kata cerai. Entah kenapa dari dalam dirinya merasa tidak terima. Mungkin dulu memang Ares memiliki rencana, setelah Rere memberikan keturunan, ia akan menceraikan Rere agar bisa bersama Raisa. Namun sekarang, semua terasa berbeda. Ares tetap ingin Rere berada di sisinya, tapi di sisi lain ia juga belum bisa melepaskan Raisa. Jika berkata, apakah Ares mencintai Rere, sepertinya tidak. Ares hanya merasa, lama-kelamaan ia terbiasa dengan kehadiran Rere di sisinya. Pagi ini, meskipun Rere masih merasa kecewa dengan kalimat Ares, hingga membuat pria tidak terima saat dirinya menyebut kata cerai, Rere tetap melakukan tugas istri sebagaimana mestinya. Seperti, menyiapkan sarapan untuk Ares, sebelum pria itu berangkat kerja. Rere ikut bergabung untuk sarapan. Namun, saat ia hendak menyiapkan sesendok nasi dan potongan udang dengan bumbu saus padang ke dalam mulutnya, sontak saja Rere berdiri sambil membekap mulutnya dan langsung ke kamar mandi yang jaraknya tid
Kabar kehamilan Rere membuat semua orang ikut merasakan kebahagiaan. Apalagi orang tua Ares, begitu mendengar kabar hamilnya Rere, mereka langsung bergegas ke rumah putranya itu dan ini sudah hari kedua Tania dan Tio menginap ."Akhirnya yang mama tunggu-tunggu. Mau cewek apa cowok nanti, semoga sehat ya kamu, nak. Cucu oma," ujar Tania mengusap-usap lembut perut Rere yang masih rata. Rere tersenyum dengan sikap hangat yang diberikan oleh Tania. Ia merasa makin disayang dan diperhatikan. Sikap Tania memang tidak pernah berubah, sejak dulu bahkan sampai detik ini. Rere bersyukur akan hal itu. Meskipun Rere diuji oleh suaminya, tapi mendapat mertua yang baik dan menyayangi adalah nilai plus dalam segala hal. Lagipula juga ia sedang berusaha menjalankan misinya untuk membuat Ares jatuh cinta kepadanya dan melupakan Raisa sepenuhnya. "Aamiin, ma.""Ohiya, Re. Setelah ini mama sama papa pulang dulu ya ke rumah. Mama nginep lagi minggu depan.""Iya, ma. Senyamannya mama aja.""Mama sih se
Ares memang tidak mengatakan ke mana perginya dia kepada Rere. Tapi, Rere tau jika suaminya itu pergi menemui kekasih gelapnya. Apalagi story terbaru dari Raisa sudah menjawab semuanya. Sekarang, ia sedang menunggu Ares pulang. Malam sudah menunjukkan pukul 22.39. Sejak tadi, Rere masih duduk di sofa dengan ditemani beberapa camilan untuk menunggu Ares. Sesekali juga ia bermain sosmed untuk menghilangkan bosan dan rasa kantuk. Tidak berselang lama, Ares datang dengan membawa beberapa kantong plastik.“Re ... aku kira kamu sudah tidur.” Ares sedikit terkejut saat melihat Rere yang ternyata masih berada di ruang bersantai. Menunggunya, eh? Batinnya bertanya. Rere menggelengkan kepalanya. “Belom. Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk menunggu kak Ares.” “Tadi saat pulang, aku melihat penjual martabak. Aku inget sama kamu, terus aku beli martabak manis kesukaanmu.” Ares tersenyum, ikut bergabung duduk di samping Rere dan meletakkan beberapa kantong plastik yang dibawanya di ata