Share

Bab. 36

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2024-11-08 15:58:21

Kejutan usulan Darwin membuat Elsa tersentak. Namun, bukan ketakutan yang langsung muncul, melainkan kebingungan. Gelengan kepala yang dia lakukan tampak ragu-ragu, bukan penolakan mutlak.

"Tapi aku nggak yakin, Dad," bisiknya, suara sedikit gemetar.

"Nggak yakin kenapa?" tanya Darwin, suaranya lembut, menenangkan. Bukan tekanan yang terasa, melainkan perhatian yang tulus, atau setidaknya begitulah yang dirasakan Elsa.

"Takutnya kita ketahuan. Bisa habislah aku sama Mas Nathan. Aku takut ... aku takut dia menceraikanku, Dad," ucap Elsa.

Ketakutan masih ada, bayangan hukuman dari Nathan masih menghantuinya. Elsa bahkan masih mengingat kata-kata Nathan yang tidak akan memaafkannya jika dia ketahuan telah berkhianat. Lantas, apa yang terjadi jika Nathan tahu bahwa selama ini dia ternyata telah main serong dengan Darwin? Tidak bisa dibayangkan betapa murkanya Nathan nanti.

Darwin, dengan gerakan lembut, merangkul bahu Elsa, menariknya ke dalam pelukan yang hangat dan menenangkan. Sentuha
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 37

    "Ya sudah... kalau begitu aku pamit ke mejaku ya, Tan. Takutnya gebetanku sudah sampai. Nggak enak kalau dia menunggu lama, ini 'kan kencan pertama kami." Yasir berdiri, merapikan jasnya dengan gerakan tergesa-gesa, debaran jantungnya terasa begitu cepat."Iya. Semoga berhasil, ya, kali ini, Sir," kata Nathan, menyemangati sahabatnya. Dia tentu akan sangat senang jika melihat Yasir akhirnya tak lagi menjomblo."Aminnn."Yasir melangkah cepat meninggalkan Nathan, langkah kakinya terasa lebih ringan dari biasanya. Meja pesanannya berada di lantai dua, namun langkahnya terasa begitu cepat, seakan tak sabar untuk bertemu.Beberapa menit setelah kepergian Yasir, Shaka tiba. Dia tampak sangat rapi dalam balutan stelan jas biru navy, aura ketampanannya memancar."Selamat malam, Pak Nathan. Mohon maaf bila saya terlambat, tadi terjebak kemacetan," katanya dengan sopan, membungkukkan badan sedikit."Nggak apa-apa, lagipula aku juga baru sampai," jawab Nathan santai, namun sorot matanya m

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 38

    "Aku?!" Nathan menunjuk wajahnya sendiri, panik. Kepalanya menggeleng cepat. "Tentu saja tidak! Lagipula, untuk apa aku menyatakan cinta padanya? Yang kucintai hanya istriku, Elsa. Silla hanyalah istri kedua." Nathan berusaha mengelak, rasa malu membanjiri wajahnya.Shaka mengerutkan dahi, bingung. "Tapi, Bapak tadi bilang ini tidak adil. Maksud Bapak apa?" Dia mengingat ucapan Nathan sebelumnya.Nathan berpura-pura tidak mengerti, namun ekspresinya mengkhianatinya. "Kapan aku mengatakan itu?" Suaranya terdengar tegang. "Lupakan saja! Sepertinya aku salah bicara. Tapi, makan malam kita sudah selesai. Kamu boleh pulang sekarang."Shaka tersenyum tipis, sedikit kecewa karena merasa Nathan menyembunyikan sesuatu. Dia lantas berdiri, "Baiklah, Pak. Terima kasih atas makan malamnya. Saya permisi.""Sama-sama," jawab Nathan singkat, mengibaskan tangannya acuh tak acuh. Dia menatap kepergian Shaka.***"Papa meminta Mas mengunjungi Silla tiga kali seminggu, jadi aku mengizinka

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 39

    "30 menit?" Dahi Nathan berkerut semakin dalam. "Sedang apa mereka?" Sebuah rasa tidak enak mulai menggerogoti hatinya. Namun, dia mencoba untuk menepisnya."Berpikir apa aku ini?" Nathan geleng-geleng kepala. "Bisa-bisanya aku berpikir yang tidak-tidak tentang mereka berdua. Pasti Elsa hanya curhat sama Daddy, perihal aku harus membagi waktu. Iya ... pasti hanya karena itu."[Tapi maaf ya, Pak. Saya sama sekali tidak bisa mendengar dan melihat, saat mereka berada di dalam mobil. Karena memang tidak terdengar dan terlihat apa-apa.] Mata-mata itu mengirim balasan.[Tidak perlu dipikirkan, itu tidak masalah. Lagian dia adalah Daddy-ku.] Nathan mengetik.***Keesokan harinya."Silla... kamu mau ke mana?" tanya Herlin, suaranya terdengar cemas saat melihat Silla keluar kamar dengan tas di tangan, pakaiannya rapi."Aku mau pergi ke tempat kerja, Ma." Jawab Silla lirih.Herlin melangkah cepat, wajahnya dikerutkan oleh kekhawatiran. "Ke tempat kerja? Kan Mama sudah bilang, kamu harus berh

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 40

    "Bu Herlin ... di depan ada Bu Dahlia dan Pak Darwin," lapor Bibi Pembantu, menghampiri Herlin yang berada di dapur, tengah membuatkan susu ibu hamil untuk Silla.Sembari menunggu Nathan datang, Herlin meminta agar Silla berada di kamarnya untuk beristirahat."Suruh masuk aja, Bi," jawab Herlin."Baik, Bu." Bibi mengangguk, kemudian berlalu pergi.Herlin menuju kamar Silla sambil membawa segelas susu ibu hamil, tapi dia juga meminta Silla untuk turun bersamanya menemui mertuanya."Memangnya, orang tua Kak Nathan datang mau apa, Ma? Aku merasa tidak enak, haruskah aku ikut?" tanya Silla, suaranya terdengar ragu saat Herlin menggenggam tangannya. Wajahnya tampak sedikit cemas. Dia memang tak begitu dekat dengan orang tua Nathan, pertemuan terakhir hanya saat pernikahannya dulu."Mereka ingin bertemu denganmu, Sayang. Bu Dahlia sudah memberitahu Mama sebelumnya." Herlin berusaha menenangkan putrinya dengan senyum lembut."Bertemu denganku?" Silla mengerutkan kening, kebingungan tergamb

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 41

    "Tapi aku tidak pernah menerima surat dari Kakak, bagaimana mungkin aku membalas surat itu, Kak?" Silla bertanya, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. Matanya berkaca-kaca, menunjukkan betapa seriusnya dia menanggapi pertanyaan itu.Namun, Silla ingat betul bahwa sejak dulu Nathan tak pernah memberikannya surat."Jangan bercanda kamu, Sil. Ini nggak lucu!" Nathan geleng-geleng kepala, merasa tidak habis pikir. Nada suaranya meninggi, menunjukkan rasa frustrasinya. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, mencoba meredakan kekesalan yang mulai menguasainya."Aku serius, Kak. Memangnya apa yang Kakak kirim? Sampai aku menolak Kakak? Apakah itu surat cinta? Surat cinta untukku?" Silla bertanya lagi, suaranya bergetar, menunjukkan betapa terguncangnya dia. Pertanyaan itu terlontar bukan sebagai tuduhan, melainkan sebagai ungkapan kebingungan yang mendalam."Tentu saja. Memang apalagi?" Nathan menjawab, suaranya sedikit melembut, mencoba memahami kebingungan Silla. D

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 42

    Herlin mengerutkan dahi, melihat Silla yang tengah bergelut dengan panci dan wajan di dapur. Uap panas mengepul dari panci berisi kuah kuning keemasan, memenuhi ruangan dengan aroma rempah-rempah yang menyengat, harum dan sedikit pedas. Cahaya senja menyinari punggung Silla yang sedikit membungkuk, memperlihatkan kelelahan di bahunya."Sayang ... Kamu ngapain? Kan Mama udah bilang, kamu nggak boleh capek-capek selama hamil." Suaranya terdengar khawatir, bercampur sedikit kesal.Silla menoleh, senyumnya sedikit gugup. "Aku cuma mau masak buat Kak Nathan, Ma. Dia bilang ... pulangnya ke sini, dan aku pengen bikin dia senang." Matanya berkaca-kaca, bayangan wajah Nathan terpatri di benaknya, mengingatkannya pada kenangan masa SMA yang penuh tawa dan cerita. "Aku lagi belajar bikin opor ayam, resepnya dari internet. Dia suka banget opor ayam, Ma." Dia mengaduk kuah opor dengan hati-hati, gerakannya perlahan namun penuh perhatian.Herlin menghela napas panjang. Melihat kesungguha

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 43

    "Tapi kenapa, Sil?" tanya Nathan, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu yang dalam. Dia merasakan ada yang tak beres, sesuatu yang jauh lebih pelik daripada sekadar penolakan surat cinta. Sebuah firasat buruk mulai menggelitik hatinya."Kertas ini... aku sangat ingat, Kak. Mirip sekali dengan kertas di buku diary milik Elsa dulu." Silla menjawab, suaranya sedikit gemetar.Mata Nathan membulat sempurna, mencerminkan keterkejutannya. "Buku diary Elsa?!" serunya, tak percaya. "Tapi tidak mungkin, kan, kalau yang menulis itu Elsa, yang berpura-pura menjadi kamu?"Silla menggeleng pelan, kepalanya terasa berat. "Tidak, Kak. Elsa tidak mungkin melakukan itu." Nada suaranya tegas, penuh keyakinan. "Untuk apa dia melakukan hal seperti itu?"Nathan merenung sejenak, jari-jarinya mengetuk-ngetuk nakas. "Ya, aku juga tidak percaya kalau Elsa yang melakukannya. Tapi... sepertinya kita harus bertemu Elsa bertiga besok. Kita harus menanyakan semua ini padanya.""Aku setuju, Kak." Silla mengangguk

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 44

    "Apa aku dan Silla harus... ?" Pikirannya melayang, bayangan-bayangan liar memenuhi kepalanya. Dia terjebak dalam pergulatan batin, di antara keinginan dan rasa ragu."Ah mikir apa aku ini!" Nathan menggelengkan kepala, lalu memejamkan mata dengan paksa. "Lebih baik aku tidur, daripada dihantui pikiran-pikiran aneh ini."Dia mencoba mengusir bayang-bayang yang mengganggu pikirannya. Berusaha memejamkan mata dan terlelap dalam tidur.Namun, semakin dia mencoba melupakannya, keinginan itu justru membakar jiwanya, semakin tak terkendali."Sial! Aku akan gila jika terus begini!" Nathan membuka matanya dan bangkit, napasnya tersengal. Pandangannya kembali tertuju pada Silla, cukup lama dia memandangi perempuan itu hingga tubuhnya bergerak mendekat, lalu mencium bibir Silla.Perempuan itu tersentak. Sentuhan lembut Nathan membuatnya terbangun. Mata Silla terbuka lebar, menangkap bayangan samar di atasnya. Detak jantungnya berpacu liar.'Kak Nathan… menciumku?' Pikiran itu menusuk benakn

Latest chapter

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 55

    Hujan rintik-rintik membasahi wajah Nathan. Dia menunjukkan foto Silla pada pedagang bakso di perempatan jalan itu, suaranya hampir tak terdengar di antara desiran angin dan suara kendaraan yang lalu lalang."Pak... apakah Bapak pernah melihat perempuan ini?" tanyanya lirih, harapan menggantung di ujung kalimat.Pedagang bakso itu menggeleng pelan, matanya menatap foto Silla sejenak sebelum kembali fokus pada pekerjaannya. "Tidak, Pak," jawabnya, suaranya serak.Tiba-tiba, sebuah suara memanggil namanya. "Nathan... kamu di sini juga?"Nathan menoleh, jantungnya berdebar. Haikal baru saja turun dari mobilnya, wajahnya tampak lelah namun penuh harap."Ya, Pa. Kok Papa ke sini juga?" tanya Nathan, suaranya sedikit gemetar. Dia sudah dua hari ini mencari Silla tanpa henti, tidur dan makan pun terabaikan."Tadi Papa bertanya pada pedagang es campur di sana," Haikal menunjuk ke arah seberang jalan, "katanya dia pernah melihat Silla lewat. Jadi Papa mencari sampai ke sini."Mata Nathan memb

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 54

    "Yang terjadi memang takdir, Ma. Bukan kesalahan Papa, jadi mengapa Papa harus merasa begitu bersalah?"Meskipun sudah dijelaskan, nyatanya Elsa masih belum mengerti dan menerima Silla. Luka di hatinya masih terasa begitu dalam."Iya, Sayang, itu takdir. Tapi tetap saja... andai mereka berdua tak menyelamatkan Papa, mungkin Papa takkan ada di sini bersama kita, Elsa. Dan, amanah dari Mama Silla sendiri, dia ingin anaknya dijaga Papa. Amanah itu tak boleh Papa abaikan, Elsa."Air mata Elsa mulai menggenang. "Menjaga bukan berarti mengangkatnya sebagai anak, Ma!! Apalagi sampai membuat anak kandung kalian menjadi anak pungut! Ini tak adil!" geramnya, suaranya bergetar menahan amarah dan kepedihan.Herlin memeluk Elsa erat, air matanya ikut menetes. "Mama dan Papa minta maaf, Sayang, jika kamu merasa terluka. Mulai sekarang... kami akan berusaha memperbaiki semuanya, Sa."Elsa menepis pelukan ibunya, suaranya masih bergetar. "Kalau ingin memperbaiki... lupakan saja Silla. Biarkan d

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 53

    "Karena ...." Herlin terbata-bata, ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Rasa sesak memenuhi dadanya, kenangan pahit kembali berputar di kepalanya."Karena apa, Ma? Katakan dengan jelas, jangan buat aku semakin penasaran!" Elsa mendesak, suaranya dipenuhi kecemasan dan rasa ingin tahu yang membuncah. Dia tak mampu lagi menahan rasa penasaran yang menggerogoti hatinya."Karena gara-gara Papa, Silla menjadi yatim piatu, Sa." Kalimat itu terasa begitu berat untuk diucapkan, namun dia harus melakukannya."Yatim piatu?!" Dahi Elsa berkerut, bingung dan tak percaya. Dia tertegun sejenak, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Selama ini, dia hanya tahu bahwa Silla kehilangan ibunya. Dia sama sekali tak tahu tentang keberadaan ayah Silla."Iya, yatim piatu." Herlin mengulang, suaranya bergetar."Tapi, bukannya Silla hanya kehilangan Mamanya saja? Papanya 'kan hanya pergi meninggalkannya sejak kecil?" Elsa masih belum mengerti."Iya, memang pergi. Tapi ... ada cerita di balik kepe

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 52

    Elsa memejamkan mata sejenak, menahan gejolak emosi yang hampir meledak. Saat membuka matanya, tatapannya tajam dan dingin. "Aku tau Silla sedang hamil, ma. Tapi suratnya sudah jelas, dia ingin hidup mandiri. Jadi, apa yang perlu kukhawatirkan? Sekarang... lebih baik Mama dan Papa melupakan Silla. Kalian hanya punya aku! Hanya aku anak kalian. Dia... dia hanya orang asing di hidup kita!!" Kata-kata itu terucap keras, menusuk hati."Tapi Silla—" Herlin mencoba untuk berbicara, namun Elsa langsung memotongnya."Mama, berhenti!" Suaranya tegas, bercampur keputusasaan. "Aku sudah muak! Aku tidak habis pikir ... bagaimana kalian bisa begitu menyayangi Silla sampai melupakan anak kandung kalian sendiri? Kalian menganggapnya seperti anak sendiri, membantunya dalam segala hal, Apakah kalian sama sekali tidak sadar ... ada banyak dampak besar yang berpengaruh pada hidupku?" Air mata Elsa mengalir deras, suaranya bergetar hebat. Tubuhnya gemetar hebat, menahan tangis yang mengguncang

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 51

    (Flashback off)Tangan Nathan bergetar hebat. Kalimat-kalimat Silla menusuk hatinya, setiap kata seakan berbisik tentang kesedihan yang mendalam. Dia yakin, surat ini ditulis di tengah tangis pilu."Cepat bantu cari sekarang, Tan. Mama mau hubungi Elsa, minta dia datang." Herlin meraih ponselnya, jari-jari gemetar saat menghubungi Elsa."Iya, Ma." Nathan mengangguk, langkahnya tergesa-gesa menuju mobil. Hatinya dipenuhi kecemasan yang membuncah.Nathan tak tahu tujuannya ke mana, tapi untuk sekarang dia memilih berkeliling di kota Jakarta, karena barangkali menemukan Silla di jalan."Apa yang kamu pikirkan, Silla? Kenapa harus pergi meninggalkan rumah?" Detak jantung Nathan berpacu liar, rasa takut mencengkeram jiwanya. "Apa alasannya ...?""Tidak… pokoknya kamu tidak boleh pergi. Aku akan mencarimu dan membawamu pulang, meskipun harus ke ujung dunia."Mobil Nathan tiba-tiba terhenti di depan gerbang sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU). Hening. Udara dingin menusuk kulitnya. Entah

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 50

    Napas Nathan tercekat. "Pergi? Pergi dari rumah?!" Matanya melebar tak percaya. "Bagaimana bisa, Ma? Ke mana dia?" Pertanyaan itu terlontar dengan panik, jantungnya berdebar semakin kencang, menggelegar di telinganya."Kamu ke rumah Mama dulu, biar Mama ceritakan.""Ya udah, aku pulang sekarang, Ma," kata Nathan menutup teleponnya, lalu menatap Pak Dayat yang terlihat sibuk mencari rekaman CCTV. Pak Dayat, aku mau pulang dulu, ada urusan mendadak. Nanti aku ke sini lagi, ya?""Kamu berikan saja nomormu ke Bapak, nanti Bapak kabari kamu kalau rekaman itu sudah ketemu.""Baik, Pak. Terima kasih banyak ya, sebelumnya." Nathan memberikan kartu namanya, karena nomor teleponnya juga ada di situ. Setelah itu, dia pergi dari sana menuju kediaman Herlin.**"Bagaimana Silla, Ma? Jadi dia pergi ke mana?" Pertanyaan itu terlontar begitu Nathan sampai di rumah Herlin, suaranya terdengar cemas. Setelah mencium punggung tangan sang mertua, dia langsung merasakan kepanikan yang menggelayut

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 49

    "Permisi, Pak Satpam. Aku ingin bertemu Pak Dayat, Kepala Sekolah. Apa beliau ada di ruangannya sekarang?" Nathan bertanya dengan sopan kepada satpam yang berjaga di depan gerbang. Pak Dayat adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya.Satpam mengamati Nathan dengan seksama. "Ada, Pak. Tapi, saya belum pernah melihat Bapak sebelumnya. Ada keperluan apa, Pak?" Dia menatap asing pada Nathan."Aku salah satu mantan murid sekolah ini, Pak. Dan kedatanganku karena ada keperluan dengan Pak Dayat.""Oh, begitu. Baiklah, mari saya antar." Satpam itu tersenyum ramah, lalu mengarahkan Nathan menuju ruang kepala sekolah.Tok... tok... tok...Satpam mengetuk pintu ruangan kepala sekolah dengan tiga ketukan yang teratur. "Permisi, Pak Dayat. Ada yang ingin bertemu Bapak.""Siapa?" Suara Pak Dayat terdengar dari dalam."Beliau mengaku sebagai mantan murid di sekolah ini, Pak, dan kedatangannya karena ada keperluan dengan Bapak.""Suruh masuk.""Baik, Pak." Satpam membuka pintu perlahan, mempers

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 48

    "Entah mengapa... aku masih penasaran dan tidak puas dengan jawaban Elsa waktu itu. Apa aku perlu mencari tau lebih lanjut?" Silla duduk termenung di kamarnya, memikirkan masalah surat yang belum terpecahkan. Kedua tangannya terlihat gemetar memegang gelas yang berisi susu ibu hamil buatan Herlin. Kegelisahan tampak jelas terpancar dari raut wajahnya. "Buku diary itu... Apakah buku itu masih ada??" Silla tampak berpikir sejenak, lalu menenggakkan susu ibu hamil hingga habis. Dia berdiri dan meletakkan gelas kosongnya di atas nakas. Sebuah tekad mulai terpatri di matanya. "Mungkin saja masih ada di gudang, aku coba cari saja deh. Buat memastikan kemiripan kertas itu. Dan aku juga mau tau ... apa alasan dibalik orang yang dengan sengaja membuat aku dan Kak Nathan salah paham." Tekad bulat telah terpatri di hatinya. Silla bergegas menuju gudang yang terletak di samping dapur. Dia berharap menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menggelayut di benaknya. Gudang itu penuh sesak deng

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 47

    "Mommy mengatakan hal itu karena Mommy merasa ada yang tidak beres dengan Daddy. Mommy yakin Daddy memiliki perempuan lain," jelas Dahlia, suaranya bergetar menahan air mata.Nathan mengerutkan dahi, ketidakpercayaan masih tergambar jelas di wajahnya. "Apa yang membuat Mommy curiga? Apakah Mommy pernah memergoki Daddy bersama perempuan lain?""Tidak memergoki, tapi Mommy pernah menemukan bekas lipstik di kemeja Daddy. Dan Mommy ingin meminta bantuanmu, Tan. Hanya kamu yang bisa membantu Mommy." Air mata Dahlia mulai menetes."Apa yang harus kulakukan, Mom?" tanya Nathan, hatinya teriris melihat kesedihan Mommy-nya."Kamu 'kan laki-laki ... pasti punya banyak kenalan. Carikan seseorang yang mau dibayar untuk membuntuti Daddy sampai menemukan bukti perselingkuhannya." Suaranya terdengar putus asa.Nathan terdiam. Bukannya dia tak mau membantu, tentu saja dia akan menjadi benteng terdepan untuk melindungi Mommy yang terluka. Namun, bukankah lebih baik Mommy berbicara langsung kepada D

DMCA.com Protection Status