Habiba bingung, apakah ia harus menghadiri sidang kali ini? Ataukah ia tidak perlu menghadirinya?Hatinya tidak siap mendengar keputusan majelis hakim. Jika saja hakim memutuskan hukuman yang cukup berat untuk Husein, maka ia bisa jantungan.Meskipun hakim mengatakan hukuman yang dijatuhkan adalah satu tahun, tetap saja Habiba merasa berat. Itu hukuman yang cukup lama baginya. Berpisah dalam beberapa bulan saja, ia merasa seperti sudah sangat lama sekali.Habiba sudah mengenakan pakaian rapi, tak lain pakaian ala dokter. Dia memilih untuk dinas kerja saja. Dia tak mau menghadiri persidangan. Jantungnya benar- benar tidak kuat. Dia takut, sangat takut mendengar keputusan majelis hakim.Biarlah ia mengetahui keputusan hakim saat sudah selesai persidangan. Dia akan tahu kabar itu dari Amir, Inez atau siapa saja yang nantinya mengabarkan kepadanya.Habiba melenggang keluar menenteng tas. Rumah sakit. Inilah tujuannya saat ini. Dengan menyetir mobil sendiri, Habiba mengarahka
“Tidak mengapa, saya paham dengan kondisi Anda!” Pengacara itu mengangguk sopan.Melihat adab dan etika yang dimiliki pengacara itu, habiba menyesal sudah terpancing emosi. Perkataannya tadi pasti sudah snagat menyinggung pengacara tersebut.“Aku terlalu berharap Mas Husein akan bebas. Jadi aku emosi,” ungkap Habiba menyesal sambil mengusap rambut ke belakang. ia berusaha menenangkan diri.“Tidak apa- apa, Nyonya. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Dan saya akan usahakan Tuan Husein akan bebas di posisi banding nanti. Saya akan siapkan bahan dan alibi yang kuat,” sahut pengacara itu bersungguh- sungguh.Habiba mengangguk. “Sekali lagi saya minta maaf. selamat bekerja!” Habiba melenggang pergi. Rasa rindu pada Husein tidak terobati. Pertemuan yang hanya sekilas tadi sama sekali tidak mengobati kerinduannya. Ah, andai saja ia bisa memeluk Husein lebih lama lagi, ia yakian janin di kandungannya juga turut merasakan kehangatan dipeluk oleh ayahnya.Sampai kapan mereka ter
Beberapa minggu kemudian, kasus yang berjalan benar- benar naik banding. Husein kembali duduk di persidangan. Dengan raut yang tetap tenang, dia menjalani sidang. Demikian Habiba yang juga menghadiri persidangan. Fatona menemaninya."Keputusannya, saudara Husein Brata Raksa dinyatakan bebas."Demikian keputusan hakim. Dengan alasan pertimbangan banyak hal, Husein dinyatakan tidak bersalah atas kecelakaan yang menyebabkan Tomy terluka. Hukuman penahanan selama tiga bulan yang sudah berjalan, dianggap telah menjadi waktu yang pas untuk Husein menjalani masa tahanan. Kecelakaan tersebut dianggap bukan merupakan kelalaian pengemudi, namun dianggap sebagai kondisi yang tak bisa dielakkan mengingat Husein berada di jalur yang tepat untuk mobilnya melintas ke luar, justru Tomy lah yang mendadak muncul di jalur yang akan dilalui pengemudi. Husein yang tak bisa mengelakkan proses tabrakan dianggap tidak melanggar. Tomy tidak hadir dalam persidangan. Hanya pengacaranya saja yang hadir. S
“Papa tidak akan kemana- mana lagi. Papa akan tinggal selamanya bersama kita di sini!” ucap Habiba sambil mengelus pucuk kepala Qansha dan Qasam.“Sungguh?” tanya Qansha.Habiba mengangguk.“Jangan tinggalin Qansha lagi ya, Pa. Nanti kalau papa pergi lagi, dan Qansha kangen sama papa, Qansha bakalan sedih. Qansha menangis dan papa tidak tahu kan?” Qansha menatap wajah Husein.Husein lalu menggendong Qansha, sedangkan Qasam digandeng. “dengarkan papa, papa tidak akan pergi lagi. Papa akan tetap bersama kalian di sini.”“Horeee….” Qansha menjingkrak girang. “Pakpolisi sudah memaafkan papa ya?”“Sekarang kalian main di dalam dulu ya! Apapa ada tamu!” “Siap, Pa!” Qansha menghamur ke dalam disusul oleh Qasam.“Anak- anak Tuan Husein benar- benar sangat menyayangi keluarga. Mereka ternyata selama ini merindukan Anda, Tuan Husein. beruntung sekali anda dirindukan anak- anak!” komentar pengacara.Husein tak bisa menanggapi. Cukup mata mereka saja yang menyaksikan dan menilainya."
"Opaaaa....." Qasam dan Qansha serentak berlari mendekat pada Alka.Loh, kok hanya opa saja yang diteriakin? Sedangkan oma tidak diteriaki? Amira tampak cemburu melihat dua cucunya menggelayut manja di kaki Alka. Sedangkan dirinya tidak dipedulikan.Amira tetap tersenyum, namun jelas terlihat gurat kecewa."Opa kenapa baru kemari sekarang?" tanya Qansha."Opa tidak kangen sama Qasam?" timpal Qasam."Opa mau makan bersama kan? Duduk dekat Qansha ya?"Kedua anak itu berebut mengajak Alka bicara. Semuanya bicara hingga tak tahu mana yang akan dijawab. Alka bingung harus menanggapi seperti apa."Hei, Qasam, Qansha, ini ada oma juga loh, ayo sapa oma ya!" pinta Habiba.Seketika Qasam menoleh pada Amira. Ia tersenyum pada Amira dan berseru ringan, "Oma!""Ya sayang!" Amira mengusap pipi Qasam."Selamat datang, Oma!" sapa Qansha dengan wajah biasa saja, berbeda ketika menyambut Alka. Namun Amira sudah senang sekali mendapat sapaan itu. Ia tersenyum senang.Mereka kemudian menuju ruang maka
Tak lama kemudian semua penghuni yang ada di ruang makan pun bermunculan. Mereka berkumpul di ruang tamu.“Keributan apa tadi?” tanya Alka.“Ada wartawan yang datang dan terlanjur masuk rumah. Fara terlanjur mempersilakan mereka masuk. Mereka mencari tahu tentang hubunganku dengan Mas Husein. Aku belum memiliki data untuk bisa menyampaikan kebenaran ini supaya tidak muncul fitnah atau pun keslaah pahaman,” ucap Habiba. “Sejak awal pernikahanku dengan Mas Husein ini kan dirahasiakan. Aku hanya istri yang disembunyikan. Pada akhirnya, aku harus mencari waktu yang tepat untuk mengklarifikasi hal ini. Sebab jika hanya bicara saja, semua orang tetap akan mengklaim aku sebagai wanita simpanan.”Alka memalingkan pandangan, tampak tak nyaman atas pembicaraan itu. Dia menjadi penyebab atas maslaah yang dialami Habiba. Dialah yang melarang keras hubungan antara Husein dan habiba. Bahkan dia pula yang mengatur supaya Habiba dijadikan sebagai istri yang dirahasiakan.Kemudian, muncul l
Sengaja Habiba mencari Ezra di area pria itu bekerja. Kebetulan mereka berpapasan di koridor."Aku mau bicara, Zra!" "Bicara apa?" Ezra melangkah beriringan dengan Habiba."Soal Mas Husein. Pembicaraan yang kemarin kita bahas, tiba- tiba sampai di telinga wartawan. Kemarin, wartawan datang ke rumahku hanya untuk mengorek- orek tentang Husein, seolah doa tahu bahwa Husein ada di rumahku.""Lalu?" Ezra mengernyit. "Ya tentu saja mereka memergoki keberadaan Husein.""Ya sudahlah, kan kalian memang sepasang suami istri, jadi kenapa mesti harus bingung saat wartawan tahu soal itu? Kau takut dicap sebagai pelakor karena dianggap berselingkuh dengan Tuan Husein?""Pemberitaan yang sekarang seakan membenarkan dan memperkuat pemberitaan sebelumnya, yang mengatakan bahwa aku berselingkuh dengan Mas Husein. Kami sama sekali tidak selingkuh.""Jadi masalahnya sekarang, kau tidak mau nama baikmu tercoreng, begitu kan? Mudah saja, kau tinggal ajak Husein muncul ke media dan jelaskan semuanya.""
‘Aku akan jemput kamu. Tunggu di situ.’.Demikian pesan yang diterima oleh Habiba sore itu. Pesan dari Husein. Pria itu akan menjemputnya di rumah sakit. Pagi tadi Habiba berangkat ke rumah sakit dengan naik taksi, dan pulangnya Husein akan menjemputnya karena mereka berniat akan langsung menuju ke hotel untuk mengadakan konferensi pers. Mereka sudah atur jadwal untuk hal itu.Tepat di jam yang ditentukan, Husein pun datang menjemput. Mereka bertolak langsung ke hotel. "Kau kelihatan resah. Apa kau takut tidak bisa menyelesaikan masalah ini?" tanya Husein ketika mereka berjalan dari arah parkiran menuju pintu samping hotel."Aku hanya takut, anak- anak mendapat ejekan ketika mereka besar nanti, diejek kalau ibunya pelakor. Bukan aku yang kena mental, tapi mereka.""Kita akan atasi ini bersama- sama. Aku akan libas siapa pun yang berani lakukan itu kepada anakku. Ayo!" Husein menggandeng tangan Habiba memasuki ruangan dimana para wartawan telah menunggu. Begitu merek melewati pintu