Pagi hari semua sudah kumpul di meja makan tetapi Haikal belum terlihat, dan tak lama pria itu pun menampakan hidungnya."Haikal, tumben sekali kamu telat turun ke meja makan?" tanya Mama Kirana."Iya Mah," jawab Haikal dengan singkat, kemudian dia menatap tajam ke arah Fadli. Entah kenapa setiap melihat pria itu rahang Haikal mengeras saat mengingat kejahatan kakak dan iparnya."Kamu kenapa sih dari semalam melihat aku kayak gitu terus? Aku ada salah sama kamu?" tanya Fadli dengan heran."Bukan sama aku, tanya dirimu sendiri," jawab Haikal dengan dingin, kemudian dia meminum tehnya. "Maaf Mah, Pah, Haikal ke kantor dulu ya."Semua merasa heran dengan sikap Haikal yang tiba-tiba berubah dingin, begitu pula dengan papa Zahid dan juga mama Kirana."Fadli, kamu dan adikmu sedang bertengkar?" tanya Mama Kirana sambil menatap ke arah Fadli dengan lekat.Pria itu menggelengkan kepalanya, "tidak Mah, aku juga bingung tuh anak pulang-pulang habis nganterin si Jihan semalam tiba-tiba tatapann
"Jadi ini alasanmu tidak sarapan di rumah? Dan ternyata kau menjemput dia?" tanya Fadli sambil menyandarkan tubuhnya di dinding dan menatap ke arah Jihan dan juga Haikal bergantian."Jihan, sebaiknya kau masuk ke ruangan! Ini sudah jam kerja juga, tidak usah hiraukan dia," ujar Haikal.Jihan mengangguk, kemudian dia masuk ke dalam ruangan meninggalkan Fadli dengan kekesalannya. Sementara Haikal juga akan masuk ke dalam ruangan, tapi tangannya dicegah oleh Fadli."Jangan berani-berani kamu dekati Jihan!" tegas Fadli.Mendengar itu Haikal segera menepis kasar tangan sang kakak, kemudian dia menatapnya dengan tajam sambil melipat tangannya di depan dada."Memangnya kenapa kalau aku dekati Jihan? Apa kamu punya hubungan dengan dia? Jika kamu tidak mempunyai hubungan apapun dengan Jihan seharusnya tidak masalah dong Kak kalau aku dekati dia? Kecuali memang kamu memiliki hubungan spesial," sindir Haikal.Fadli ingin marah tapi dia menahan emosinya. Jika dia melakukan itu, sudah pasti akan
"Mas Fadli ..." panggil Calista.Fadli merasa heran kenapa istrinya berada di sana, "sayang, kamu kok ada di sini sih?""Iya, tadi aku lagi makan sama temen, eh ... tiba-tiba lihat kamu. Kamu habis meeting?" tanya Calista sambil menggandeng tangan Fadli dengan manja."Iya, aku habis meeting. Ya udah kalau gitu aku sama Jihan dan Haikal mau ke kantor dulu ya, soalnya masih banyak pekerjaan.""Aku ikut ya sayang?" tanya Calista dengan nada yang manja."Sayang ... kamu kan lagi hamil, tidak usah ya! Sebaiknya kamu sekarang pulang dan jangan banyak kecapean juga," larang Fadli."Nggak mau! Pokoknya aku mau ikut, ini permintaan anak kita sayang.""Baiklah ... ya udah ayo!" Kemudian mereka pun sampai di parkiran, Calista dan juga Fadli duduk di belakang sementara Haikal dan Jihan duduk di bagian depan.Di dalam perjalanan menuju kantor Calista terus saja bersikap manja, karena dia ingin menunjukkan kepada Jihan bahwa Fadli hanya mencintainya.'Kak Calista pasti sengaja melakukan itu, karena
"Mamah!" kaget Calista dan Fadli bersamaan.Kedua netra Fadli dan juga Calista membulat kaget saat melihat siapa orang yang saat ini tengah memegang tangannya.Jihan juga merasa kaget saat melihat kedatangan mertuanya, apalagi saat wanita itu mengatakan jika Calista tidak boleh menyentuhnya bahkan menyakitinya."Kenapa kamu tega ingin menampar wajah adikmu sendiri, Calista?" tanya Mama Kirana dengan tatapan tajam ke arah Calista.Mendengar pertanyaan dari mama Kirana membuat Calista tergagap, dia juga ketakutan karena takut jika tadi Mama Kirana mendengar percakapannya bersama dengan Jihan."Aduh ... Mama dengar nggak ya tadi Calista marah-marah sama Jihan soal apa?" batin Fadli yang merasa ketakutan."Jawab! Kenapa kamu diam saja?" desak Mama Kirana saat melihat keterdiaman Calista."Itu Mah ... anu ... aku ..." Calista tidak bisa menjawab, dia bingung harus mencari alasan ap.a"Calista marah sama Jihan, karena tadi Jihan sempat menghinanya Mah," timpal Fadli."Menghina? Menghina apa
Sesampainya di cafe, mereka langsung memesan makanan. Namun terlihat wajah Jihan dan Haikal merasa tegang, karena mama Kirana sejak tadi hanya diam saja."Mah, sebenarnya kenapa Mama ngajak makan siang kami? Dan apa yang ingin Mama bicarakan?" tanya Haikal yang sudah tidak sabar ingin mendengar ucapan dari mamanya."Nanti saja, kita makan siang dulu baru nanti mama akan bicara sama kalian," ujar Mama Kirana.Tak lama makanan pun datang dan ketiganya langsung menyantap makanan tersebut, akan tetapi Jihan merasa canggung, karena perutnya seperti dikocok kembali."Uuuweek! Maaf Tante, Haikal, aku ke toilet sebentar ya." Jihan segera berlari menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya.Mama Kirana hanya menatap sendu ke arah wanita itu. Dia tahu bagaimana rasanya menjadi Jihan, karena trimester pertama sampai ketiga ibu hamil harus menahan mual dan muntah yang setiap saat melanda."Mah, sebenarnya Mama mau ngapain ngajak Jihan makan siang? Entah kenapa, melihat dari wajah mama ada hal ya
Mama Kirana dan Haikal kaget saat mendengar suara Jihan yang tiba-tiba saja datang, keduanya menjadi sangat gugup.Jihan masih terdiam sambil menatap Haikal dan juga mama Kirana bergantian. "Kenapa Tante diam saja? Apa Tante sudah tahu semuanya?" tanya Jihan memastikan."Duduklah sayang! Ini yang akan tante bicarakan sama kamu." Mama Kirana menepuk kursi yang ada di sebelahnya.Jihan hanya menurut, kemudian dia duduk di samping Mama Kirana. "Jadi benar, Tante sudah tahu semuanya?"Mama Kirana terdiam, dia menatap ke arah Jihan dengan begitu dalam, menggenggam tangan wanita itu membuat Jihan tidak bisa berkata-kata, karena dia sejujurnya sangat takut jika mama Kirana akan marah kepadanya."Tolong jawab Tante! Apa Tante memang sudah tahu semuanya?" tanya Jihan kembali dan kali ini Mama Kirana menganggukan kepalanya.Melihat itu Jihan segera bersimpuh di kaki Mama Kirana. "Tante ... maafkan Jihan! Jihan idak bermaksud untuk menghancurkan keluarganya Kak Calista ataupun Mas Fadli, Jihan m
"Aku sudah berjanji dan tanda tangan di atas materai. Jadi Jihan tidak mempunyai pilihan. Lagi pula, kalau Jihan bertahan hanya akan menyakitkan Tante, sebab cintanya Mas Fadli bukan untuk Jihan melainkan Kak Calista. Jadi untuk apa berada di tengah-tengah sebuah hubungan yang nantinya akan membuat aku semakin sakit hati? Jadi lebih baik Jihan membentengi diri untuk tidak jatuh ke dalam jurang semakin dalam," terang Jihan."Baiklah jika itu keputusan kamu, tapi jangan halangi tante untuk selalu melihat keadaan kamu. Tante juga ingin tahu perkembangan cucu yang ada di dalam perut kamu Nak." Mama Kirana mengusap perut Jihan yang masih rata.Melihat perhatian mama Kirana kepadanya membuat Jihan merasakan sebuah kehangatan di dalam hati, sementara Haikal hanya menatap sambil memakan makan siang."Sekarang kamu makan ya! Tante juga tadi sudah pesenin rujak, karena tante tahu kamu pasti doyan yang asem-asem."Mendengar itu Jihan langsung berbinar bahagia, karena memang apa yang dikatakan Ma
Saat Fadli sudah kembali ke kantor, dia melihat Jihan dan juga Haikal baru saja sampai dan menuju ruangannya sambil berjalan beriringan.Hatinya kembali mendadak panas saat melihat Jihan jalan bersama dengan adiknya, dia pun berjalan mendekat kemudian menarik tangan Jihan dengan kasar, membuat wanita itu tersentak kaget."Aakh!" jerit Jihan, "apa-apaan sih Pak? Ngapain narik-narik?" tanya Jihan dengan raut wajah yang kaget."Ini adalah kantor, bukan tempat pacaran, oke!" sentak Fadli dengan marah.Haikal mengepalkan tangannya, dia ingin sekali dia menonjok wajah kakaknya, tapi ditahannya. "Memang siapa yang bilang ini pasara? Lagian kenapa Kakak harus marah itu? Kami hanya jalan beriringan karena habis makan, kenapa harus marah?" tanya Haikal pura-pura heran."Iya karena ini adalah kantor, bukan tempat pacaran. Lagi pula kamu harus berhati-hati sama dia ... dia itu mencoba untuk menggoda kamu Haikal!" tuduh Fadli sambil menunjuk wajah Jihan.Mendengar hal itu tentu saja Jihan tidak te
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan