"Selamat datang Gavin, Alice. Silahkan duduk. Sebentar lagi jamuan kita dimulai," ujar Gerard yang saat ini duduk di posisi kepala meja.Gavin membuka dan mendorong kursi untuk Alice di meja makan. Sementara salah satu pelayan kemudian melakukan hal yang sama kepada Gavin.Dia menunjukkan perhatiannya kepada istrinya, dan seluruh mata di tempat itu tertuju kepada mereka berdua."Wow, Alice. Biasanya kamu selalu tampak lusuh dan berdandan ala kadarnya saja. Aku tidak menyangka kamu bisa tampil cantik juga," puji Selena, namun nadanya semacam merendahkan."Ya, aku sebenarnya sedikit malas berdandan. Jika aku tampil menonjol, orang akan salah mengira kamu sebagai asistenku jika kita berdampingan," sindir Alice."Kamu?!" Selena melotot kepada Alice."Kakak, kamu dengar? Dia menghinaku dan..."Kalimat Selena terhenti ketika Gavin justru membukakan serbet dan menaruhnya di atas pangkuan Alice."Terima kasih," ujar Alice dengan tersenyum semanis mungkin kepada Gavin.Pelayan berbaris membawa
"Ayah, kenapa kamu pergi keluar? Bukankah Ayah sedang tidak sehat?" Gerard mendekat ke arah pria tua itu dan memegang tangannya menggantikan pelayan itu memapahnya.'Ayah? Apa dia Berti Welbert?' pikir Alice sambil memindai ke arah pria itu.Berti Welbert berjalan ke arah Alice. Menurut etikanya, karena yang lebih tua sedang datang menghampiri, otomatis Gavin dan Alice berdiri dari tempatnya duduk."Kakek," sapa Gavin."Alice, mengeluhlah padaku jika ada dari mereka yang menindasmu."Alice menatap pria itu dengan tersenyum, "Kakek, aku tidak ditindas, tidak usah khawatir."BUK"Kamu seharusnya tidak membiarkan istrimu memakan daging mentah itu!"Berti memarahi Gavin dan memukul bahunya dengan tongkat, namun Gavin hanya berdiri dengan tenang dan diam saja."Kakek, ini bukan salah Gavin, memang aku yang ingin memakannya," ujar Alice membela Gavin.Berti memandangi Alice dengan tatapan penuh arti, ada binar cerah di matanya. Dia memegang puncak kepala Alice."Alice, kamu..hmmm..." Kakek
Hening.Itu yang dirasakan James saat ini. Baik nyonya maupun tuannya, masing-masing sibuk dengan pemikirannya.Berbeda dengan apa yang mereka tampilkan ketika berada di rumah Gerard. Mereka berhasil bekerjasama menampilkan sepasang suami istri yang saling pengertian dan romantis.Kedua suami istri itu melangkah perlahan menuju ke kamarnya. Gavin memindai tampak punggung Alice yang tegap, berjalan di depannya.Sesampainya di kamar, Alice membersihkan riasan wajahnya di depan kaca meja rias. Gavin hanya berdiri dan menatap diam Alice dari pantulan kaca."Ada apa? Apa ada yang mau kamu bicarakan kepadaku?" tanya Alice."Andalkan aku Alice. Mulai sekarang kamu harus belajar mengandalkan aku."Alice menoleh ke arah Gavin dengan tatapan kebingungan, " Maksudmu?""Katakan apa saja keluhanmu kepadaku, kamu tidak harus menerima perlakuan tidak baik terus menerus. Menolaklah jika kamu tidak suka melakukannya. Aku akan ada dan berdiri untukmu."Alice mengkerutkan keningnya sejenak mendengarkan
"UH!"Alice terbangun di pagi hari, dia menatap sekeliling dan ketika kesadarannya telah penuh, dia terkejut.Dia meraba seluruh tubuhnya, dan juga membuka selimutnya."Fyuh," dia menghembuskan napas lega seketika."Kenapa? Apa kamu kecewa aku tidak melakukan apapun kepadamu semalam?" terdengar suara seorang pria di dekat telinga Alice.Ketika Alice menoleh, dia mendapati Gavin sedang menatapnya dengan posisi sebelah tangan menopang lehernya. Piyamanya yang longgar, membuat ototnya yang besar menyembul keluar dari balik bajunya. Aroma maskulin pria itu juga menguar masuk ke hidung Alice."Aish!" Alice merasa wajahnya panas, dia segera beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi sebelum pria itu melihat rona wajahnya yang berubah."Hehe, dia lucu juga kalau sedang salah tingkah," gumam Gavin sambil menatap punggung Alice yang menjauh pergi dan menghilang di balik pintu kamar mandi.* * *"Apa kamu yakin, tidak mau aku temani ke rumah Kakek?" ujar Gavin sembari menyantap sarapan
Alice tiba di rumah Berti Welbert, dia disambut oleh seorang pelayan."Nyonya Alice, Tuan Besar sudah menunggu di halaman belakang."Alice mengikuti dengan tenang langkah pelayan itu menuju ke arah taman belakang.Dari kejauhan, tampak pria berusia 70 tahunan lebih, tubuh ringkihnya duduk di kursi roda sambil menikmati hangatnya matahari. "Duduklah disini, Elisa."'Elisa? Berti Welbert tahu bahwa yang menikahi Gavin adalah Elisa dan bukan aku?' batin Alice."Aku berharap kamu menjaga batasanmu!""Apa maksud Tuan Besar?" Alice hanya berjudi dengan perkataannya. Alice yakin, Elisa tidak akan berani memanggil Berti Welbert dengan sebutan 'Kakek'."Aku mendengar, bahwa kamu dan Gavin sekarang tidur sekamar. Benarkah?""Iya, Tuan Besar.""Elisa, ingatlah. Bahwa sedari awal kamu hanya menggantikan posisi Alice hanya sampai dia datang dan membawa segel keluarga Rayes. Setelah Gavin dipastikan menjadi kepala keluarga dan memimpin perusahaan Welbert, aku akan membawamu menemui ibumu dan bahkan
BUKAlice meninju setir mobil dengan kesal."Keluarga Welbert ini, satu pun tidak ada yang baik! Mereka saling memperebutkan kekuasaan tapi dengan memanfaatkan, juga menyakiti orang lain dengan ringan tangan."Alice sampai di garasi rumah utama, dia berjalan ke dalam rumah dengan pikiran kosong. Karena tidak memperhatikan dengan benar kepalanya menabrak sesuatu."Ugh," Alice memegang kepalanya."Kamu baik-baik saja?" tanya suara dari atas kepalanya.Ternyata kepala Alice tidak sengaja membentur dada Gavin."Uhm, ya, aku baik-baik saja."Alice berlalu pergi setelah berbicara. Gavin mengejar langkah Alice dan berjalan di sisinya."Apa Kakek mengatakan sesuatu?""Tidak, kami hanya menghabiskan waktu dengan bermain catur," jawab Alice."Malam ini aku harus berangkat ke Thurad, ada hal yang mendesak. Aku akan pergi selama beberapa hari. Apa kamu mau ikut denganku?" Gavin khawatir Gerard, Laura, dan Selena mengganggunya lagi sementara Gavin tidak di Albain."Tidak, aku tidak ingin menggangg
"Tuan, kita sudah mendarat di Thurad."James membangunkan Gavin setelah penerbangan selama 8 jam. Negara Thurad terletak cukup jauh dari Albain.Di Thurad sekarang sudah pukul 9 pagi, seluruh aktivitas warganya baru saja dimulai. Sedangkan di Albain sekarang baru pukul 6 pagi."Oke, kita langsung menuju kantor cabang saja!" perintah Gavin.Kantor cabang saat ini sedang ramai pendemo. Para pendemo itu berasal dari keluarga pekerja yang terluka dan juga tewas tertimpa proyek bangunan. Mereka tidak puas akan ganti rugi yang diberikan perusahaan Welbert.Masing-masing dari mereka hanya menerima uang senilai ratusan ribu rupiah. Hal itu tidak sebanding dengan biaya perawatan di rumah sakit dan juga biaya proses pemakaman. Belum lagi untuk kerugian moril yang dialami keluarga yang ditinggalkan."BERIKAN GANTI RUGI! PENJARAKAN PARA KONTRAKTOR DAN ARSITEK PROYEK! NYAWA PEKERJA YANG MENINGGAL HARUS DIHARGAI!" teriak para pendemo itu lengkap dengan atribut dan spanduk."Tuan, lebih baik kita me
"Sepertinya sudah oke," Alice memandangi pantulan dirinya di cermin, dia saat ini terlihat seperti seorang pria.Dia dengan sigap memasuki toilet pria tanpa ada orang yang melihat dan segera mengganti seluruh pakaiannya. Rambutnya digelung dan dia mengenakan rambut palsu pendek."Oke, sekarang aku bisa pergi dengan leluasa. Orang-orang itu pasti disuruh Gavin untuk mengawasiku. Huh!"Alice merasa gerah, karena sejak dia sampai di pusat perbelanjaan ada beberapa orang yang mengikutinya. Untung saja dia sudah mempersiapkan semuanya.Alice memanggil Jake dan juga seorang bawahannya yang sekilas mirip dengannya untuk berdandan seperti dia untuk segera ke pusat perbelanjaan. Alice keluar dari toilet dan menemui Jake."Dimana Wella?" tanya Alice."Oh, dia saat ini sedang berbelanja di sebuah pertokoan, orang-orang yang mengawasi anda tadi telah beralih mengikuti dia.""Bagus! Berikan kunci mobilnya, Jake!""Ini, Bos!" Jake membawakan Alice mobil cadangan untuk digunakannya pergi dari pusat