'Aku rasa kedua penyerang kemarin hanya menggunakan topeng Lukas, tidak satupun dari mereka adalah Lukas. Lukas tampak lebih tinggi dari Hulman dan Dias. Ya, kedua pria kemarin adalah Hulman dan Dias. Ah sial, dunia bawah sepertinya sudah mencurigai bahwa Alpha adalah aku. Aku harus lebih waspada mulai sekarang.' 'Untung saja saat itu keadaan diatasi tepat waktu, kalau tidak, identitasku akan terbongkar,' Alice merinding memikirkan kemungkinan itu, dia tanpa sadar menggelengkan kepalanya. Alice tengah sibuk dengan pikirannya, dia tidak menyadari Gavin bertanya di sebelahnya. "Alice? Al_?" "Y_ya, maaf aku melamun. Ada apa?" "Sebentar lagi kita akan mendarat di Thurad, bersiaplah." Seperti yang dikatakan Gavin kemarin, dia takut meninggalkan Alice sendirian di Albain. Gavin merasa Alice akan lebih aman dibawah pengawasannya. Alice sekarang ikut Gavin pergi ke Thurad. Alice juga meminta Jake dan beberapa bawahannya pergi ke Thurad menyusulnya. Alice ingin membantu Gavin mengat
"Aku ingin kalian menjelaskan tentang perkembangan pembangunan kita dan sejauh mana," ujar Gavin memerintahkan kepada Billy dan Rian untuk membawanya pergi berkeliling dengan menggunakan mobil mini elektrik melihat lokasi pembangunan. Alice dengan sabar mengikuti setiap hal yang dilakukan Gavin. Dia juga ikut mendengarkan penjelasan dari Billy dan Rian. Membayangkan penjelasan dari mereka, Alice merasa senang karena dia mendapatkan gambaran seperti apa nantinya keseluruhan wahana ini setelah selesai. Wahana ini pasti akan sangat diminati banyak orang untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarganya. "Tapi, sayangnya dua hari yang lalu, material yang telah dipesan kembali dirampok di perjalanan. Padahal kami sudah mencari bodyguard terbaik di daerah ini untuk mengawal hingga kemari," lapor Rian. "Bos, jika begini terus. Aku khawatir pekerjaan kita akan tertunda hingga dua bulan kedepan," ujar Billy menimpali Rian. "Aku tidak bisa menunggu dua bulan lagi. Proyek ini sebentar l
"Berhati-hati lah!" pesan Alice kepada Gavin. Dia dan Gavin saat ini berdiri di dekat sebuah helikopter. Gavin akan berangkat menuju ke lokasi penyedia bahan material dan ikut bersama rombongan bodyguard yang mengawal truk-truk yang membawa bahan material itu, menuju ke lokasi konstruksi. "Tenanglah, aku pasti baik-baik saja. Kamu tunggu aku. Jika kamu perlu sesuatu, bilang saja pada James." Alice mengangguk patuh, "Iya, sampai jumpa!". "Aku pergi. Cup!" Gavin berpamitan dan tidak lupa memberi kecupan singkat seperti biasa di puncak kepala Alice. Gavin menaiki helikopter dan melambai kepada Alice. Alice melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Gavin, sembari merasakan angin dari baling-baling helikopter yang menghembus ke arah wajahnya semakin menjauh. Matahari baru saja tampak, dan Gavin telah pergi pagi sekali.Ada suara langkah kaki yang mendekat kepada Alice, "Nyonya, sarapan sudah tersedia." Seorang pelayan yang berusia sekitar 30an memanggil Alice untuk sarapan pa
"Nyonya, sarapan sudah tersedia!" ujar seorang pelayan wanita berusia 30an kepada Alice. Hidung Alice sangat tajam, dia dapat mencium aroma obat bius dari tubuh wanita itu. Alice menatap sekilas wanita itu dari ujung kaki hingga ujung rambut. 'Wanita ini terlihat aneh. Tubuhnya tidak beraroma bumbu sama sekali,' batinnya. "Nanti saja. Aku belum lapar. Aku akan berjalan-jalan ke tepi pantai sejenak," ujar Alice sambil menyunggingkan senyumnya dengan tenang. "Baik, Nyonya!" wajah wanita itu sekilas menampakkan ekspresi yang dingin ketika menatap Alice. Ketika wanita itu pergi menjauh, Alice bergegas berjalan secepat mungkin dan menghubungi Jake. Dia berbicara kepada Jake, sambil melihat wanita tadi dari kejauhan. Wanita itu berbicara dengan seorang pria berpakaian bodyguard. Tapi Alice punya ingatan yang kuat. Pria itu tidak pernah sekalipun dilihatnya dalam kelompok bodyguard yang bekerja kepada Gavin. Alice semakin yakin, ketika pria dan wanita itu kemudian berjalan ke a
"ALICE! ALICE!" Gavin dan tim pencari korban tenggelam menyusuri lautan untuk mencari Alice. Sudah tiga hari, mereka menyusuri lautan, melakukan penyelaman dan menyisir pulau dan daratan di sekitar lokasi.Gavin tidak makan dan juga tidak tidur dengan benar. Mereka tidak mendapatkan hasil apapun."Tuan, aku mendapatkan sebuah rekaman kamera pengawas dari sebuah kapal angkutan barang. Gambarnya tidak jelas, tapi sepertinya..." James ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya."Apa itu James? Perlihatkan kepadaku!" Gavin merebut telepon genggam James.Dia memutar file video rekaman kamera. Seorang wanita dengan kaos rajut lengan panjang berkerah V dengan celana berwarna hitam, itu jelas adalah pakaian yang dikenakan Alice hari itu. Dia tampak dibawa paksa dan didorong-dorong oleh seorang wanita berpakaian pelayan dan juga pria berpakaian bodyguard.Mereka berdiri di tepi dermaga dan 10 menit kemudian sebuah kapal pesiar yang cukup besar singgah disana. Alice dibawa masuk ke dalam kapal it
Sebulan yang lalu. Bawahan yang diperintahkan Alice untuk menjemputnya di titik koordinat yang dikirimkannya itu menyadari hal aneh yang sedang terjadi. Alice dibawa dengan paksa oleh seorang wanita berbaju pelayan dan seorang pria berpakaian bodyguard dan berjalan beberapa puluh meter menuju ke dermaga. Mereka kemudian membawanya masuk ke sebuah kapal pesiar yang cukup besar. Dia terus mengikuti ke arah mana kapal pesiar itu membawa Alice. Setelah dua jam, tampak mereka yang ada di atas kapal itu memasukkan sebuah benda besar ke dalam peti, dan kemudian mengikat peti itu dengan kuat dan memberi pemberat di bagian bawah peti. "Kapten, mereka akan melemparkan sebuah peti dari atas kapal. Aku khawatir itu adalah Jenderal! Aku sudah bersiap dengan alat selam." "Apa?! Kami akan segera sampai, aku sudah berada di speed boat," ujar Jake. BYUR Peti itu dilemparkan ke tengah laut. Bawahan yang diperintahkan Jake untuk mengikuti kapal pesiar itu segera menyelam dengan kecepatan penuh
"Ugh.." Alice merasakan tubuhnya sangat pegal dan kaku. Matanya juga sedikit sulit menyesuaikan dengan cahaya. Dia menyipitkan matanya selama beberapa saat."Bangun perlahan saja!" Sepasang tangan memegang punggung Alice dan membantunya hingga tubuhnya setengah bersandar di kepala ranjang."Aku..aku ada dimana? Sensei?"Suara Alice terdengar sangat serak dan berat, tenggorokannya terasa sangat kering."Sebentar, aku ambilkan minum untukmu."Liam menuangkan air putih ke dalam gelas dan memberikannya kepada Alice.Alice meminum beberapa teguk air sekedar untuk membasahi tenggorokannya. Dia memegang kepalanya yang terasa berat, berusaha untuk mengembalikan kesadarannya sepenuhnya."Ini seperti di Casia? Apa aku bermimpi?" tanya Alice kepada Liam."Ya, aku meminta Jake untuk membawamu kembali ke Casia, terlalu berbahaya bagimu dirawat di Thurad apalagi di Albain.""Tapi..Ah, telepon selulerku? Jam bandul?" Alice teringat benda-benda penting yang dibawanya di sakunya terakhir kali."Aku m
"Wahana liburan keluarga yang terletak di Thurad sudah diresmikan hari ini dan warga sangat antusias untuk mencoba berbagai fasilitas hiburan yang tersedia di sana." Alice menonton berita di televisi, meskipun terkurung di kamar, kamar ini memiliki fasilitas yang lengkap dan tergolong mewah. Hanya saja semewah apapun sangkar emas, tetaplah sebuah sangkar. Matanya kini tertuju menatap sosok pria yang tampil di layar kaca yang sedang menggunting pita peresmian wahana taman bermain keluarga itu. Alice terpana menatap nama plang pada gerbang wahana itu, 'Alicia Wonderland'. "Tuan Gavin Welbert, mengapa anda memilih 'Alicia Wonderland' sebagai nama wahana ini?" tanya reporter televisi itu. "Aku mengambilnya dari nama istri tercintaku," jawab Gavin. "Bagaimana pencarian istri anda yang hilang saat ini?" tanya reporter itu lagi. "Pihak kepolisian dan tim penyelamat sudah menghentikan pencarian. Tapi aku masih berusaha melakukan pencarian secara pribadi. Aku berharap dia ditemuka
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me