"Ugh.." Alice merasakan tubuhnya sangat pegal dan kaku. Matanya juga sedikit sulit menyesuaikan dengan cahaya. Dia menyipitkan matanya selama beberapa saat."Bangun perlahan saja!" Sepasang tangan memegang punggung Alice dan membantunya hingga tubuhnya setengah bersandar di kepala ranjang."Aku..aku ada dimana? Sensei?"Suara Alice terdengar sangat serak dan berat, tenggorokannya terasa sangat kering."Sebentar, aku ambilkan minum untukmu."Liam menuangkan air putih ke dalam gelas dan memberikannya kepada Alice.Alice meminum beberapa teguk air sekedar untuk membasahi tenggorokannya. Dia memegang kepalanya yang terasa berat, berusaha untuk mengembalikan kesadarannya sepenuhnya."Ini seperti di Casia? Apa aku bermimpi?" tanya Alice kepada Liam."Ya, aku meminta Jake untuk membawamu kembali ke Casia, terlalu berbahaya bagimu dirawat di Thurad apalagi di Albain.""Tapi..Ah, telepon selulerku? Jam bandul?" Alice teringat benda-benda penting yang dibawanya di sakunya terakhir kali."Aku m
"Wahana liburan keluarga yang terletak di Thurad sudah diresmikan hari ini dan warga sangat antusias untuk mencoba berbagai fasilitas hiburan yang tersedia di sana." Alice menonton berita di televisi, meskipun terkurung di kamar, kamar ini memiliki fasilitas yang lengkap dan tergolong mewah. Hanya saja semewah apapun sangkar emas, tetaplah sebuah sangkar. Matanya kini tertuju menatap sosok pria yang tampil di layar kaca yang sedang menggunting pita peresmian wahana taman bermain keluarga itu. Alice terpana menatap nama plang pada gerbang wahana itu, 'Alicia Wonderland'. "Tuan Gavin Welbert, mengapa anda memilih 'Alicia Wonderland' sebagai nama wahana ini?" tanya reporter televisi itu. "Aku mengambilnya dari nama istri tercintaku," jawab Gavin. "Bagaimana pencarian istri anda yang hilang saat ini?" tanya reporter itu lagi. "Pihak kepolisian dan tim penyelamat sudah menghentikan pencarian. Tapi aku masih berusaha melakukan pencarian secara pribadi. Aku berharap dia ditemuka
"Apa kamu tidak takut kehilangan nyawamu, Alice?" Liam meletakkan makan siang untuk Alice di nakas dekat tempat tidurnya. "Jika aku takut, aku tidak akan menjadi seorang tentara." "Tapi aku takut jika terjadi sesuatu kepadamu." "Sensei..maafkan aku. Sebenarnya aku sudah tahu sejak lama bahwa kamu sangat perhatian kepadaku dan meminta Jake untuk terus menjagaku. Tapi.." "Tapi kamu berpura-pura tidak menyadarinya dan mengabaikan aku?" tanya Liam yang berjalan mendekat kepada Alice. Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa sentimeter, Alice melangkah mundur menjauhi Liam. "Tidakkah kamu melihat, bahwa aku selama ini hanya menganggap kamu sebagai guruku?" Alice memperjelas status diantara mereka. "Apa kamu ingin kembali hanya karena pria itu?" Liam menunjuk siaran berita di televisi yang menampilkan Gavin di layar. "Aku..sepertinya aku menyukainya. Tapi, alasan utamaku ingin kembali karena ini menjadi tanggung jawabku. Ayahku mempercayakan keluarga Rayes kepadaku dan jug
"Gavin, proyek itu memang berjalan lancar. Taman hiburan yang kamu bangun memang sukses besar. Kakek masih merasa khawatir, sekarang Alice sudah meninggal, saham milikmu tidak akan memungkinkan membuatmu terpilih sebagai presdir utama."Suara Berti Welbert itu terdengar sangat gusar dan menggema cukup nyaring di taman belakang tempat kediamannya. "Kakek, bagaimana jika aku menjebloskan Paman dan Laura ke penjara? Aku memiliki bukti-bukti kejahatan mereka," Gavin merasa ini satu-satunya jalan untuk mendepak Gerard dan Laura dari wewenangnya di perusahaan. "Gavin, jika seperti itu, sama saja dengan kita membuat nama keluarga dan juga perusahaan Welbert tercoreng. Setelahnya, harga saham perusahaan Welbert akan jatuh. Semua hal yang kita perjuangkan akan berakhir sia-sia jika perusahaan pada akhirnya bangkrut. Memenjarakan Gerard dan Laura tidak akan membawa hasil yang baik. Selain itu, keluarga kita akan dianggap remeh di masyarakat. Aku juga akan kehilangan hak sebagai penasehat kera
"Segel? Ka_mu sudah menemukannya? Syukurlah!" Berti Welbert merasa sangat senang. "Tapi_ pertemuan dewan direksi dan pemegang saham hanya tinggal beberapa hari lagi, Alice. Setelah pengesahan dirimu sebagai ahli waris dan pemegang saham, kewenanganmu baru berlaku setelah 30 hari." "Maksud Kakek, aku bisa memberikan suaraku setelah 30 hari melakukan pengesahan di depan pengacara?" Berti Welbert mengangguk lesu. Hal ini sudah terlambat. Alice tidak dapat menggunakan haknya sebagai pemegang saham 25 persen perusahaan Welbert untuk membantu Gavin. "Kakek.. jangan putus asa terlebih dulu. Aku masih punya cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini." "Benarkah?" Berti menatap tidak percaya kepada Alice. "Benar Kek, percayalah kepadaku." "Tapi, rahasiakan bahwa aku masih hidup. Dengan Gavin sekalipun. Aku punya rencana sendiri." "Baiklah," Berti Welbert mengangguk setuju. * * * "Mama, gaun ini cantik sekali." Selena terpana dengan gaun edisi terbatas rancangan Rosemary
"Bagaimana penampilanku, James?" belakangan Gavin tidak terlalu fokus, sehingga dia sepertinya kehilangan kepercayaan diri untuk memadu madankan pakaian dan aksesoris yang digunakannya. "Anda terlihat tampan, Tuan! Seperti biasanya." "Benarkah? Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!" James membukakan pintu mobil untuk Gavin, dan mempersilahkannya masuk. Mereka melaju perlahan menuju ke kantor pusat perusahaan Welbert. Hari ini adalah waktunya untuk pertemuan para pemegang saham dan dewan direksi utama perusahaan Welbert. Rapat hari ini menentukan siapa Presiden Direktur Utama perusahaan Welbert yang terpilih. "Kita sudah sampai Tuan," ujar James yang kemudian turun dan membukakan pintu bagi Gavin. Gavin melangkahkan kaki panjangnya ke ruang rapat. Semua dewan direksi dan juga pemegang saham utama perusahaan Welbert telah hadir, termasuk Gerard dan Laura. "Selamat pagi, semuanya. Seperti yang kita ketahui bahwa hari ini kita akan memilih siapa yang pantas untuk memimpin perus
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan?" ujar Laura dengan nada rendah kepada Alice. "Berikan dukunganmu kepada Gavin! Atau..." Alice kembali membuat sebuah panggilan video saat ini dengan satu alat pendengar di telinganya dan satu lagi masih di telinga Laura. "Perlihatkan gadis itu!" perintah Alice kepada seseorang di ujung telepon. "MAMA! TOLONG AKU MA! TOLONG!" tampak Selena diikat pada kaki dan tangan dengan digantung terbalik. Kepalanya tepat mengarah ke atas lautan. Selena terikat pada ujung dek kapal ditengah lautan. "Kamu gila, Alice!" Laura benar-benar sangat marah saat ini, namun dia tidak mengeraskan suaranya sedikitpun. Gavin dan Gerard melihat keanehan pada kedua wanita itu. Namun mereka tidak dapat mengalihkan pembicaraan mereka saat ini. Gavin dan Gerard berdiri di depan melanjutkan voting suara pemegang saham utama, setelah perolehan suara untuk dewan direksi berakhir seimbang untuk mereka berdua. "Sekarang, kita akan menggunakan hak pemegang saham utama peru
Fokus Gavin terbagi. Meskipun dia dengan sangat senang menerima ucapan satu persatu dari dewan direksi, matanya selalu mengarah kepada Alice. Dia sudah tidak sabar untuk menghampiri istrinya. Alice berdiri dengan tenang di tempatnya, menatap Gavin dari sana. Ketika semua orang telah pergi dari ruang rapat, hanya tersisa mereka berdua di sana. Gavin sudah tidak sabar lagi, dan melangkah besar ke arah Alice. Ketika pria itu berdiri di depannya, "Kenapa? Sudah merindukanku?" tanya Alice dengan merentangkan tangannya. Gavin memeluk tubuh Alice, menghirup aroma dari tubuhnya. "Syukurlah. Aku mengira bahwa kamu_" "Mati? Ya, aku memang hampir mati. Koma selama satu bulan, benar-benar tidak enak." Gavin menatap dalam kepada Alice mendengar perkataannya. "Pasti kamu sangat ketakutan waktu itu. Maaf karena aku lalai menjagamu." "itu bukan kesalahanmu, sudahlah!" ujar Alice. "Aku merindukanmu, Alice." Gavin memeluk erat Alice. "Hmmm, tapi kenapa pelukan ini terasa kurang nyama