"Emm, Alice.." "Hmmm, ada apa?" tanya Alice yang saat ini sedang mengeringkan rambutnya di depan meja rias, dia menatap pantulan Gavin di kaca meja. Gavin saat ini sedang di tempat tidur sambil membaca buku. "Seandainya aku mengajakmu pergi ke Thurad dan kita berlibur ke wahana bermain, apa kamu mau?" Gavin bertanya dengan ragu. "Benarkah? Kapan? Aku ingin sekali pergi ke sana. Aku melihatnya di televisi sepertinya wahana itu bagus sekali." Alice nampak bersemangat. "Kamu..apa baik-baik saja jika kita pergi ke sana? Apa kamu tidak merasa takut atau trauma?" Gavin khawatir Alice masih merasa trauma setelah kejadian terakhir kali. Biasanya orang yang mengalami kejadian mengerikan seperti Alice, pasti akan trauma pergi ke tempat dimana dia mengalaminya. "Takut? Trauma? Tidak. Aku baik-baik saja." Alice tersenyum dengan lebar. "Betulkah? Mari kita berangkat lusa. Bagaimana?" "Aku mau. Senang sekali. Thurad adalah tempat yang sangat indah." Alice telah selesai mengeringkan rambutnya
Di meja makan, Alice sarapan dengan malas. Dia menyuap makanan ke dalam mulutnya dengan perlahan dan tanpa semangat. Setelah Gavin memarahinya karena memakan pil kontrasepsi itu, dia pergi keluar dan belum kembali hingga sekarang. "Kenapa memangnya kalau belum mau punya anak? Hanya menunda beberapa waktu, apa dia begitu kolot? Huh!" Alice mengomel-ngomel sendiri sambil mengunyah makanannya. Ketika Weni datang dan memberikan segelas susu untuknya, Alice bertanya. "Weni, apa Gavin memberitahumu dia pergi kemana?" "Tidak, Nyonya. Tuan cuma bilang, dia langsung pergi ke kantor dan tidak perlu membuatkan sarapan untuknya." "Oke, terimakasih Weni." Alice beranjak pergi dari meja makan menuju ke garasi rumah. Weni melihatnya akan pergi, buru-buru menyusulnya dan bertanya. "Nyonya, mau pergi kemana? Maaf, siapa tahu tuan nanti bertanya ketika pulang." "Bilang saja aku pergi ke Dojo," jawab Alice kemudian masuk ke garasi dan mengambil mobil yang biasa dipakai Elisa sebelumnya.
"Aku bilang LEPASKAN!" Gavin memberikan penekanan lebih keras di akhir kalimatnya. Mario yang sempat terpana melihat mata Alice dan menghirup aroma dari tubuhnya, melepaskan Alice dan berdiri dari tempatnya. Gavin mendekat dan menjulurkan tangannya untuk membantu Alice berdiri. "Maaf, aku hanya mengajarkan beberapa trik bela diri kepadanya." Mario memasang raut wajah tidak bersalah. Gavin menatap tajam ke arahnya, "Aku pikir, Alice mulai besok tidak perlu kemari lagi untuk berlatih. Aku sendiri yang akan mengajarinya." "Gavin, apa kamu melarang Alice berlatih karena cemburu?" Mario tiba-tiba berkata. "Aku bukan cemburu, tapi menjaga istriku. Sebaiknya kamu tidak menggoda wanita yang sudah bersuami." "Ya, kamu harus menjaganya. Di luar dia bisa dengan mudah mendapatkan penggemarnya." Kali ini komentar Mario terdengar aneh, seperti sengaja memancing kemarahan Gavin. "Kamu?! Apa maksud perkataanmu?" Gavin hampir tidak bisa mengendalikan emosinya. "Sudahlah Gavin, ayo kita pulang
"Woah, ini menyenangkan!" seru Alice sambil menikmati makan siangnya di dek kapal. "Menyenangkan kan?" Gavin tersenyum melihat Alice yang begitu senang. Alice menganggukan kepalanya, tanda setuju. "Tapi perjalanan kita tidak memakan waktu yang lama, kurang lebih hanya 12 jam berlayar, aku harap kamu tidak kecewa." "Kenapa kecewa? Ini adalah perjalanan yang indah. Kita bisa melihat pegunungan Kurst yang membentang dari Albain ke Thurad, sangat cantik." Gavin sengaja mengajak Alice berlayar dari tengah malam, agar bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan ketika mereka hampir sampai di Thurad. Mereka akan segera sampai di Thurad sekitar 2 jam lagi. Alice dan Gavin sedang menikmati makan siangnya di dek kapal, meskipun panas terik, tapi hembusan angin laut sangat menyegarkan. "Katakan, apa rencanamu setelah nanti sampai di Thurad?" "Aku ingin memanggang makanan laut di villa. Terakhir kali kita belum sempat melakukannya. Oh, tapi sebelum itu kita akan berbelanja di p
"Aku kenyang sekali!" Alice melihat dan menepuk-nepuk perutnya yang membuncit karena terlalu banyak makan. "Sayang, kamu malam ini makan banyak sekali." Gavin tertawa dan mengelengkan kepalanya melihat piring-piring di meja yang hampir semuanya bersih, tanpa ada makanan yang tersisa. "Makanan laut memang paling pas dimakan di pinggir pantai seperti ini, Gavin. Aku sudah lama tidak bersantai di tepi pantai sambil memakan makanan laut. Terakhir kali, mungkin sekitar 15 tahun yang lalu, bersama ayah dan ibuku." Alice mengenang masa lalu sambil menyeruput bir kaleng yang dipegangnya. Gavin memandang wajah Alice yang tampak sangat ceria dan bahagia. Hal kecil seperti ini bisa membuatnya tersenyum seharian. Wajahnya terlihat semakin cantik dihiasi senyuman. "Alice, kamu sudah meminum 2 kaleng bir, itu kaleng minuman yang ketiga. Sudah cukup. Kamu bisa mabuk kalau minum terlalu banyak." Gavin mengambil kaleng-kaleng bir yang belum terbuka di atas meja dan membawanya ke dalam villa aga
"Bos, kami sudah menyingkirkan penembak jitu itu. Dia sepertinya mengincar Gavin Welbert." Henry melaporkan kejadian malam tadi kepada Alice."Bagus. Apa kalian juga mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan orang yang memerintahkan dia?" tanya Alice sambil berbisik di kamar mandi."Penembak jitu itu bernama Sams Bernard. Dia sepertinya berhubungan dengan Gerard Welbert. Kami melacak sinyal dan id asal penelpon yang berhubungan dengan penembak jitu itu terakhir kali.""Terimakasih Henry. Kerja yang bagus!" Alice menutup panggilan teleponnya dan segera turun menuju lantai bawah. Alice berjalan perlahan menuruni anak tangga, kemudian menuju ruang keluarga. Saat ini adalah waktu untuk menikmati teh bersama. "Ditemukan mayat seorang pria mengapung di perairan Thurad hari ini. Mayat tersebut masih di selidiki identitasnya. Dan akan dilakukan visum untuk mengetahui penyebab kematiannya." Terdengar laporan dari pembaca berita di televisi. Alice kemudian duduk di sofa santai dan mengam
Alice tampak sangat bersemangat, dia mengajak Gavin menaiki Roller Coaster sebagai pilihan pertamanya ketika sampai di wahana. "Alice, wahana ini terlalu ekstrim. Sebaiknya kamu mencoba wahana ini paling terakhir saja. Oke?!" Gavin khawatir jika Alice mencoba wahana yang ekstrim lebih dulu. Roller Coaster ini memiliki panjang 500 meter dan ketinggian mencapai 70 meter dari permukaan tanah. Alice mungkin akan menangis ketakutan dan merasa mual setelah menaikinya. "Tidak apa-apa, Gavin. Ini saja!" Alice menarik Gavin untuk mengantri di pintu masuk wahana Roller Coaster. Sebenarnya jika Gavin menginginkannya, mereka bahkan bisa masuk ke seluruh wahana tanpa mengantri. Gavin dan Alice adalah pemilik wahana ini. Siapa yang tidak mengenal Gavin dan istrinya. Apalagi baru-baru ini mereka sangat heboh diberitakan di media karena pencarian Alice yang menghilang di tengah laut selama sebulan lebih. Tetapi Alice tidak ingin mengurangi kesenangannya berlibur. Menurutnya, mengantri adalah
Alice dan Gavin menikmati wahana aquarium bawah laut dan juga wahana kereta gantung. Waktu tidak terasa berlalu dengan cepat. "Baru bermain di beberapa wahana dan waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sepertinya kita tidak mampu bermain di semua wahana hari ini," ujar Alice. "Kita masih bisa melanjutkannya besok. Apa kamu tidak merasa lelah? Ayo kita pulang saja sekarang!" ujar Gavin. "Iya, kalau begitu kita pulang saja." Mereka berjalan bergandengan tangan menuju ke pintu keluar wahana. Tapi mata Alice melihat sesuatu yang menarik. "Gavin, kita bermain di wahana itu sebentar. Oke?" Gavin melihat bahwa wahana yang dilihat oleh Alice adalah wahana Labirin. "Alice, labirin itu cukup rumit, kita mungkin baru bisa menyelesaikannya selama 1 jam, bahkan mungkin lebih. Bagaimana kalau besok saja kita bermain di sana?" "Kita masih punya cukup waktu. Kumohon.." Alice memasang wajah memelas. "Hmmm, baiklah!" Gavin menyerah dan mengikuti keinginan Alice. Mereka berjalan memasuki